Liputan6.com, Jakarta Film Pesantren yang merupakan garapan Yayasan Bumi Kaya Lestari bekerjasama dengan Lola Amaria Production (LAP) bakal melakukan promo di bulan Ramadan 2022 ini. Film garapan sutradara Shalahuddin Siregar mendapatkan dukungan dari PT. Telkom Indonesia dan Telkomsel melakukan roadshow di 10 pesantren di Pulau Jawa.
Pemutaran film di 10 Pesantren ini akan menjadi kegiatan pertama di Indonesia yang akan membawa sebuah film keliling pesantren selama bulan Ramadan dan akan disaksikan oleh ribuan santri.
Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan film sebagai bagian dari sistem pembelajaran, menggali potensi kreatif di kalangan santri dan memperkuat pandangan pesantren sebagai tempat bersemainya nilai-nilai keislaman yang penuh damai dan kasih sayang.
Pemutaran film ini akan dilaksanakan dalam bentuk ‘Nonton Bareng’ dan dilanjutkan dengan diskusi atau ngobrol santai dengan para nara sumber (TBA). Lalu mengapa Pesantren? Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 25.000 Pondok Pesantren yang menjadi rumah dan sekolah bagi sekitar 4 juta santri.
"Pemutaran Film Pesantren di 10 Pesantren di Pulau Jawa ini sebenarnya untuk mengedukasi kehidupan anak-anak pesantren yang begitu konsern menggali ilmu. Di Pesantren yang sebenarnya digambarkan kehidupan yang harmonis, beragama dengan santai, berbeda pandangan disikapi dengan biasa saja dan tinggi akan toleransi. Tidak ada rebut-ribut," kata Lola Amaria dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/4/2022).
"Pesantren sebagai tempat untuk belajar yang sangat menghargai perbedaan tanpa ada keributan. Toleransi yang tinggi antara satu dengan lainnya. Ini yang kita share di film ini sekaligus aka nada diskusi dalam setiap nonton bareng yang kami lakukan. Shalahuddin Siregar selaku sutradara dan produser film sangat baik mengemasnya,” sambung Lola.
Baca Juga
Advertisement
Kesempatan Pertama
Sebelum tayang di bioskop Tanah Air, para santri di 10 Pondok Pesantren di Jawa mendapat kesempatan untuk menyaksikan terlebih dahulu Film Pesantren yang menggambarkan kehidupan mereka selama di pondok.
Berlokasi di Pesantren Kebon Jambu di Cirebon dengan 1800 santri, Film Pesantren bercerita tentang 2 guru dan 2 santri. Berbeda dengan pesantren kebanyakan, pesantren ini diasuh oleh seorang perempuan ‘alimah bernama Ibu Nyai Masriyah Amva yang mempraktekkan ajaran-ajaran agama dengan pendekatan yang santai dan damai.
Advertisement
Cerita Film
Melalui film ini penonton disuguhkan hal- hal yang sering dipertentangkan dalam masyarakat; keberagaman, hak asasi manusia, kepemimpinan perempuan, musik dan perlunya humor dalam menyebarkan ajaran Islam. Sejak islamofobia menjadi sentimen global, pandangan negatif tentang pesantren ikut menyebar luas.
Film ini akan menceritakan sebaliknya, dimana pesantren justru tempat kita mengajarkan anak-anak membuka pikiran terhadap perkembangan zaman, kemajuan teknologi, namun sekaligus meneguhkan keyakinan terhadap kebenaran agama.
Shalahuddin Siregar, Sutradara dan Produser, mengatakan dia membuat film ini karena terganggu dengan stigma negatif yang diberikan pada Pesantren sebagai tempat yang kolot dan tidak berkembang, bahkan tempat teroris diajarkan. Dia membuat film ini untuk publik agar mengenal lebih dalam mengenai kehidupan di dalam Pesantren berjalan sehari-hari.
"Harus disaksikan cerita dalam film ini. Agar kita lebih dalam lagi mengenal kehidupan di Pesantren dalam kegiatan sehari-harinya. Ramadan ini kita putar di 10 Pesantren yang sudah kita tentukan bersama,” kata pria yang akrab disapa Udin ini.
Festival Internasional
Film diputar pertama kali untuk publik di IDFA (International Documentary Film Festival) di Amsterdam pada November 2019. IDFA adalah festival film dokumenter terbesar dan paling bergensi di dunia. Film ini disambut dengan antusias, terbukti dengan tiket yang terjual habis untuk dua pemutaran pertama. Film ini juga akan diputar serentak di bioskop XXI mulai tanggal 26 Mei 2022 di kota-kota besar dengan layar terbatas.
“Kita bisa belajar banyak dari guru-guru maupun pelajar dalam film ini, apapun kepercayaan atau identitas kita. Buat saya sendiri, film ini membuat saya merasa lebih punya harapan tentang dunia,” kata Sarah Dawson, Juri Program IDFA.
“Film ini berhasil menjungkirbalikkan stigma negatif yang melekat pada Pesantren,” ungkap Savic Ali, Ketua PBNU.
Advertisement