Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk mencopot Arief Rosyid dari posisi Komisaris BSI (Bank Syariah Indonesia).
Permintaan itu merupakan buntut dari pelanggaran berat yang dilakukan Arief Rosyid dalam tubuh organisasi Dewan Masjid Indonesia (DMI). Yang bersangkutan berani memalsukan tanda tangan Ketua Umum Pimpinan Pusat DMI, Jusuf Kalla (JK).
"Sudah seharusnya dicopot dan sangat layak diganti karena telah melakukan pelanggaran berat, yakni public civility," pinta Trubus dalam pesan tertulis, Minggu (3/4/2022).
Akademisi Universitas Trisakti ini menyebut, tindakan yang dilakukan Arief termasuk pelanggaran hukum. Apalagi, pemalsuan tanda tangan menimpa Wakil Presiden RI era 2004-2009 dan 2014-2019.
"Maka konsekuensi dan akibatnya harus diberhentikan," tegas Trubus.
Dari informasi yang diperoleh dan penyidikan yang sudah dilakukan pihak DMI, bukan sekali ini saja Arief Rosyid memalsukan tanda tangan Jusuf Kalla sejak bergabung di DMI pada 2018.
Terkait hal itu, Trubus juga menyarankan agar ada evaluasi menyeluruh di organisasi DMI dan juga di BUMN. Terutama di lembaga-lembaga yang melibatkan Arief Rosyid, agar pengawasan dan seleksi dalam memilih sosok pengurus yang mempunyai integritas terus ditingkatkan.
"Ini harus menjadi evaluasi menyeluruh tata kelola baik di DMI dan BSI. Pengawasan itu harus ditingkatkan lagi untuk menempatkan orang-orang yang mempunyai integritas," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PP DMI Pecat Arief Rosyid
Sebelumnya, PP DMI memutuskan untuk memecat Wakil Sekjen DMI, Arief Rosyid. Pemecatan Arief disebabkan lantaran telah memalsukan tanda tangan Ketua Umum Jusuf Kalla dan Sekjen H Imam Addaruqutni. Arief memalsukan tanda tangan pimpinan DMI dalam sebuah surat terkait agenda undangan Kickoff Festival Ramadhan kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Surat bernomor 060.III/SUP/PP-DMI/A/III/2022, berisi undangan kepada RI 1 untuk menghadiri festival Ramadhan serentak di seluruh Indonesia. Kegiatannya, berupa pameran UMKM, kuliner halal, buka puasa bersama, dan berbagai kegiatan selama sebulan penuh Ramadhan.
Menurut ketentuan hukum pidana, untuk kasus pemalsuan tanda tangan pejabat lembaga pemerintah bisa dijerat dengan pasal 263 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidananya maksimal 6 bulan.
Meski demikian, putusan akhir ada di tangan hakim pengadilan dalam menetapkan hukuman bagi kasus pemalsuan tanda tangan. Contoh kasus pemalsuan tanda tangan adalah dari mantan staf Mahkamah Konstitusi, Masyuri Hasan di tahun 2011 yang dihukum satu tahun penjara dengan kasus pemalsuan tanda tangan panitera MK.
Advertisement