Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta kejelasan dari pemerintah soal aturan teknis terkait pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen atas barang kebutuhan pokok (bapok), meski saat ini belum dikenakan PPN.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, mendesak pemerintah tidak mengenakan PPN 11 persen pada bahan pokok, terutama saat memasuki bulan suci Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 2022. Sebab ditakutkan itu bakal menekan daya beli masyarakat.
"Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pasti memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat. Di saat bersamaan terjadi fluktuasi kenaikan harga jual beberapa barang kebutuhan pokok, harga BBM dan LPG, biaya tol, memasuki puasa dan menjelang Idul Fitri," pintanya dalam keterangan tertulis, Minggu (3/4/2022).
Menurut dia, seluruh lapisan masyarakat berpotensi menunda konsumsi rumah tangga non-kebutuhan dasar, seiring fluktuasi harga bapok akibat kena pungutan PPN.
Roy juga menyoroti 11 barang kebutuhan pokok yang kini disasar untuk menjadi objek pajak, antara lain beras/gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur, hingga jagung.
"Di sisi lain, 11 barang kebutuhan pokok itu sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP Nomor 7/2021 telah dirubah dan dijadikan objek PPN. Wlaupun pengenaan tarif 11 persennya belum diberlakukan per 1 April 2022," ungkitnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Petunjuk Pelaksanaan
Konsekuensinya, pedagang di pasar tradisional akan berkewajiban menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Itu potensi berimbas pada tambahan biaya operasional, sehingga berdampak terhadap harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen.
"Misalnya untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11 persen. Maka potensi bergeraknya harga migor akan terjadi kembali, dan berdampak pada peningkatan inflasi yang berpotensi meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya," imbuh Roy.
Hingga saat ini, pengusaha ritel masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) atas UU HPP. Untuk menjabarkan lebih detil perubahan atau penambahan jenis barang pokok yang saat ini belum kena PPN 11 persen.
"Periode Ramadhan 2022 ini merupakan harapan bagi berbagai industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir, termasuk pelaku usaha ritel modern untuk mendorong peningkatan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat," ujar Roy.
"Kami tentunya mendukung UU HPP/21 yang telah ditetapkan pemerintah dan diratifikasi DPR akhir tahun 2021 lalu. Namun pemberlakuan tarif PPN 11 persen di saat ini apakah sudah tepat momentumnya, atau masih dapat dideskresikan beberapa saat lagi? Untuk meredam public shock hingga ekonomi telah kondusif optimal," tandasnya.
Advertisement