Liputan6.com, Yogyakarta Pengakuan (mutual recognition) sertifikat vaksin COVID-19 harus mempertimbangkan kendala di masing-masing negara. Dalam hal ini, pengakuan sertifikat vaksin internasional tatkala memasuki negara lain perlu terintegrasi dengan baik.
Chairman 1st HWG sekaligus Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan, Kemenkes menginisiasi Universal Verifier Vaccinee Certificate yang memungkinkan sertifikat digital vaksin COVID-19 bisa terbaca di dalam sistem negara lain.
Baca Juga
Advertisement
Ditegaskan pada pertemuan 1st Health Working Group (HWG) G20, penerapan universal verifier berfungsi memvalidasi data vaksinasi pelaku perjalanan internasional. Sistem ini membutuhkan persetujuan otoritas berwenang setiap negara dan memberikan informasi infrastruktur kunci publik (public keys infrastructure) yang dapat dikenali portal untuk saling terkoneksi.
"Negara-negara G20 mendorong proses digitalisasi sertifikat vaksinasi untuk adanya saling pengakuan dan menyoroti pentingnya universal verifier. Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan terlibat dalam Technical Working Group (TWG)," jelas Maxi saat Press Conference: 1st Health Working Group (HWG) G20 di Yogyakarta, ditulis Senin (4/4/2022).
"TWG nanti membahas terkait hal-hal kelanjutan tata kelola kebijakan maupun teknis implementasi sertifikat digital vaksin. Tentunya, harus mempertimbangkan impulsivitas dan mengenali tantangan yang dihadapi di berbagai negara berkembang."
Infrastruktur Digital untuk Penggunaan Sertifikat Vaksin COVID-19
Pembahasan TWG G20, Maxi Rein Rondonuwu menekankan, fokus bagaimana mengakomodir negara dalam penggunaan sertifikat vaksin COVID-19 internasional. Apalagi di dalam sertifikat vaksin termaktub informasi nama dan jenis vaksin.
Setiap negara juga perlu didukung adanya infrastuktur digital yang memadai agar sertifikat vaksin dari negara lain dapat terbaca. Upaya ini mendukung harmonisasi protokol kesehatan global sehingga memudahkan mobilitas pelaku perjalanan masuk ke negara lain.
"Dalam diskusi, kami menggarisbawahi karena ini (sertifikat vaksin digital) masalah data, tentunya masalah keamanan dan interoperabilitas (interaksi antara aplikasi digital) data dan infrastruktur kapasitas yang memadai diperlukan," terang Maxi.
"Target kami, pengakuan dan penggunaan sertifikat vaksin secepat-cepatnya diterapkan di negara G20, sebelumnya pada 1st HWG sudah dilakukan uji coba. Jadi, saat nanti bulan Oktober pas puncak KTT G20 Summit diharapkan sudah jalan, kita deklarasi resmilah."
Adapun universal verifier untuk sertifikat vaksin COVID-19 dibuat sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehingga masing-masing negara tidak perlu mengganti sistem dan QR Code yang saat ini digunakan. Sistem ini juga dibuat secara web-based yang dapat digunakan di semua perangkat.
Advertisement