Mengenal Sistem Teknologi Tradisional Orang Sunda pada Masa Lampau

Pendiri Rumah Baca Buku Sunda (RBSS) Mamat Sasmita mengungkapkan berbagai macam teknologi tradisional yang dipakai orang Sunda pada zaman dahulu.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 05 Apr 2022, 15:00 WIB
Mamat Sasmita (69), pendiri dan pemilik Rumah Baca Buku Sunda Jeung Sajabana. Rumah baca yang berada di Kota Bandung ini menyediakan buku berbahasa Sunda dan bahasa Inggris serta Belanda. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad) menggelar acara Keurseus Budaya Sunda, Teknologi Tradisional Urang Sunda, yang digelar Rabu (30/3/2022) lalu. Dalam paparan yang disampaikan penulis dan pendiri Rumah Baca Buku Sunda (RBSS) Mamat Sasmita, terungkap berbagai macam teknologi tradisional yang dipakai orang Sunda pada zaman dahulu.

"Ada ketahanan diri dan masyarakat Sunda yang membuat bertahan. Salah satunya menguasai teknologi yang ada di sekelilingnya," kata Mamat dikutip dari laman resmi Unpad, Senin (4/4/2022).

Ia menjelaskan, teknologi tradisional tersebut terdiri dari berbagai alat ataupun keterampilan yang dikembangkan dari bahan-bahan yang ada di sekeliling masyarakat Sunda.

Suatu alat atau keterampilan akan menjadi teknologi apabila sudah digunakan masyarakat dalam jumlah banyak dan menjadi kebiasaan yang turun temurun dilakukan. Salah satu teknologi yang dijelaskan adalah kemampuan menyalakan api.

Kendati saat ini menjadi kebutuhan sehari-hari yang mudah dinyalakan, api berperan penting dalam peradaban masyarakat Sunda pada zaman lampau. Tidak heran jika orang Sunda memiliki ilmu untuk menyalakan api.

Hal ini terlihat dari berbagai temuan artefak dari peninggalan masyarakat prasejarah di beberapa wilayah di Jawa Barat. Bahkan, istilah-istilah mengenai teknik menyalakan api juga terlihat dari beberapa cerita rakyat Sunda.

Pada Kamus Umum Basa Sunda yang diterbitkan Lembaga Basa Sunda jeng Sastra (LBSS) ditemukan kata 'miruha' yang berarti aktivitas menggosokkan dua bilah kayu hingga panas kemudian ditaburi kawul atau rabuk untuk memantikkan api. Hal ini menandakan, miruha menjadi ilmu yang digunakan masyarakat Sunda lampau untuk menyalakan api.

Mamat mengatakan, walaupun ilmu ini kerap ditemukan di wilayah lainnya, bahasa Sunda ternyata memiliki kata khusus untuk menyebutnya. "Kita tidak tahu apakah bahasa Indonesia ada kata juga untuk mewakilkan aktivitas itu. Kalau tidak ada, ini bisa diusulkan untuk masuk ke KBBI," ujarnya.

Selain kemampuan menyalakan api, teknologi lain yang dijelaskan Mamat adalah kemampuan mengolah logam. Dalam catatan sejarah Thomas Stamford Raffles (1817), disebutkan bahwa penduduk di Pulau Jawa sudah dapat memanfaatkan besi untuk keperluan membuat bermacam perabot pertanian, senjata tajam, hingga perabotan lainnya.

Pada kebudayaan Sunda, aktivitas pengolahan logam disebutkan dalam naskah kuno, salah satunya Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Dalam naskah tersebut disebutkan berbagai senjata atau perkakas yang dibuat dari bahan logam, seperti golok, keris, kala katri, hingga peso teundeut.

Kemampuan mengolah besi didukung dengan sumber daya alam yang dimiliki Tanah Sunda. Di pesisir pantai selatan Jawa Barat mengandung bijih besi yang menjadi bahan baku dalam pengolahan logam. Potensi ini kemudian diolah oleh masyarakat Sunda lampau menjadi perkakas ataupun senjata berbahan logam.

Meski sampai saat ini belum ada penelitian yang mengungkap bagaimana orang Sunda bisa mengolah bijih besi, Mamat menemukannya dalam sejumlah cerita pantun Sunda. "Cerita pantun ini tentu menjadi gambaran kemampuan orang Sunda. Tetapi ini perlu diteliti lebih lanjut," tuturnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya