Harga Pertalite dan LPG 3 Kg Bakal Naik, Pertamina Diprediksi Tetap Rugi

Hingga 31 Maret 2022, utang Pemerintah kepada Pertamina diperkirakan mencapai sekitar Rp 140 triliun.

oleh Arthur GideonArief Rahman H diperbarui 04 Apr 2022, 20:10 WIB
Pengendara motor mengisi kendaraannya dengan BBM di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite, hingga LPG 3 kg secara bertahap pada periode Juli hingga Maret 2022. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menyebut hingga 31 Maret 2022, utang Pemerintah kepada Pertamina diperkirakan mencapai sekitar Rp 140 triliun. Ini untuk talangan Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertalite dan LPG 3 kg.

"Sayangnya dalam APBN 2022 subsidi yang dianggarkan hanya untuk Minyak Tanah, Solar dan LPG 3 kg, itupun dengan asumsi patokan harga minyak mentah USD 63 per barel, namun sudah berjalan sekitar 3 bulan ini harga minyak mentah dunia rata rata diatas USD 110 perbarel, maka dapat dipahami begitu runyamnya kondisi cash flow Pertamina saat ini," katanya kepada Liputan6.com, Senin (4/4/2022).

"Akibat tidak dipatok berapa subsidi Pemerintah kepada Pertamina akibat kerugian harga jual Pertalite, meskipun akan diganti oleh Pemerintah, namun waktunya tak bisa cepat, bisa terjadi 3 sampai dengan 4 tahun akan datang baru dibayarkan pemerintah," tambahnya.

Ia menyebut, bagi Pertamina, berapapun harga jual Pertalite dan LPG 3 Kg, hitungannya pasti. Artinya setiap selisih harga jual dengan harga keekonomian yang menyebabkan kerugian Pertamina harus diganti oleh Pemerintah.

"Jika Pertamax sebelum dinaikan harganya kemarin, kerugiannya ditanggung Pertamina. Hanya saja, Pertalite BBM Penugasan dibatasi kuotanya oleh BPH Migas hanya 23,04 KL," kata dia.

Sementara menurut Dirjen Migas pada 29 Maret 2022 di DPR Komisi VII, untuk Januari hingga Febuari 2022, penggunaan Pertalite sudah melebihi kuota sekitar 18,5 persen.

"Jika over kuota tidak di review oleh BPH Migas, maka beban kerugian akan ditanggung Pertamina, makanya kemaren Pertalite sempat langka dibanyak SPBU, karena migrasi konsumen Pertamax, karena harganya sudah mahal dan membebani mereka," tuturnya.

Dampak lainnya, kata dia, akan membuat harga kebutuhan pokok meningkat. Logikanya, disebabkan oleh kenaikan harga logistik yang dibutuhkan. Pada bagian ini, disebut akan mengganggu proses pemjliham ekonomi nasional.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Hambatan

Petugas melayani pengendara mobil di SPBU kawasan Jakarta, Senin (27/12/2021). Pemerintah berencana untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite dari peredaran secara bertahap dalam rangka peralihan penggunaan energi bersih. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Yusri menyebut sejumlah faktor yang membuat Pertamina merugi. Mulai dari kenaikan harga minyak dunia hingga keteelambatan pembayaran utang pemerintah.

"Faktor utama harga minyak dunia yang melambung, kemudian pergantian nilai subsidi berdasarkan asumsi harga minyak mentah USD 63 perbarel, jumlah kuota dikali kerugian itulah anggara subsidi yang tercantum dalam APBN 2022, jika melebihi dari angka itu harus revisi APBN nya atau dianggarkan pada APBN 2023," katanya.

"Itulah yang menjadi hambatan, pembayaran yang lama, 3 sampai 4 tahun," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya