Liputan6.com, Jakarta Salah satu obat tradisional yang terkenal di masyarakat Indonesia adalah jamu. Namun kini justru banyak beredar jamu dengan kandungan bahan kimia obat (BKO).
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Dra Reri Indriani mengungkapkan bahwa terdapat oknum tidak bertanggungjawab yang mempromosikan obat dengan kandungan BKO.
Advertisement
"Obat tradisional BKO ada karena banyak permintaan, banyak demand. Kenapa? Karena juga dipromosikan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab," ujar Reri dalam webinar Bahaya Obat Tradisional Mengandung BKO pada Selasa, (5/4/2022).
"Produknya mempunyai (klaim) efek yang instan untuk badan pegal linu, jamu stamina pria, kemudian kalau untuk ibu-ibu atau wanita remaja untuk pelangsing. Tentu (masyarakat) tergiur," tambahnya.
Di sisi lain, Reri menuturkan bahwa hal ini juga disebabkan karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara kerja obat tradisional atau jamu itu sendiri.
Menurut Reri, obat tradisional seperti jamu tidak boleh memiliki efek instan. Bila demikian, maka kemungkinan terdapat kandungan yang berbahaya di dalamnya.
"Demikian juga pelaku usahanya atau oknum ini tidak mempunyai kesadaran bahwa penggunaan BKO pada jamu itu sangat merugikan dan bisa menimbulkan dampak yang sangat negatif pada kesehatan konsumennya," kata Reri.
Korban jamu BKO
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir istri korban pengguna obat tradisional yang mengandung BKO, Rini. Suaminya meninggal dunia usai mengonsumsi obat yang mengandung BKO secara rutin.
"Awalnya suami saya merasakan lelah usai bersepeda. Disarankan kakaknya mengonsumsi suatu merek obat tradisional, terus dikonsumsi karena efeknya langsung terasa," ujar Rini.
"Benar saja suami saya merasakan efek dengan cepat --- Digunakan secara rutin --- Rutinnya setiap pagi sama sore, dia sehari bisa minum empat kapsul dan konsumsinya hampir dua tahun," tambahnya.
Setelah hampir dua tahun mengonsumsi obat dengan kandungan BKO, mendiang suami Rini pun mengalami sesak napas. Ketika berhenti, efek obat tersebut langsung muncul dan membuat kondisi sang suami menurun.
"Check up semuanya. Akhirnya mengarah ke jantungnya. Ternyata jantungnya mengalami pembengkakan dan itu katupnya 70 persen tidak berfungsi. Paru-parunya dipenuhi cairan," kata Rini.
Advertisement