PPATK Usul Uang Kartal Dibatasi, DPR: Menyulitkan Kehidupan Kami

Pembahasan Rancangan-Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal masih mandeg teryata ulah DPR RI

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Apr 2022, 14:54 WIB
Petugas membersihkan area depan Gedung MPR/DPR/DPD yang meliputi Kolam, Halaman, Lobi gedung Nusantara Jakarta, Rabu (29/7/2020). Menjelang bulan Agustus yang juga Perayaan Kemerdekaan RI, Parlemen bersolek menyambut sidang Tahunan yang diselenggarakan 14 Agustus 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto bongkar alasan, terkait belum ditetapkannya pembahasan Rancangan-Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal oleh DPR. Rancangan peraturan ini diinisiasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bambang beralasan, RUU pembatasan uang kartal ini masih belum ditetapkan pembahasannya lantaran menyangkut hajat hidup para anggota dewan terhadap para konstituennya. Terutama untuk menggalang suara dukungan dari rakyat dalam Pemilu.

"Sekarang Anda minta dibatasi transaksi angkanya, fakta lapangan hari ini yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang) semuanya. Gue terang-terangan ini di lapangan," tegasnya dalam rapat kerja bersama PPATK, Selasa (5/4/2022).

Menurut dia, calon anggota DPR pasti membutuhkan biaya untuk membeli sembako saat menggalang suara, yang mana itu diperoleh dari pembayaran via uang tunai.

Oleh karenanya, Komisi III bersikeras tak ingin membahas bakal aturan yang dinilai terlalu banyak membatasi tersebut.

"Ini kenapa macet di sini, DPR keberatan hampir pasti karena ini menyulitkan kehidupan kami. Kita ngomong jujur pak, money politik pakai rekenning, buka rekening, kita kirim. Ini makanya jangan lihat dari sisimu tok, jangan tergesa-gesa," pintanya.

 


Bisa Gulingkan Kekuasaan

Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Tak bisa dipungkiri, ucap Bambang, uang jadi alat paling kuat saat ini untuk mempengaruhi pergeseran kekuasaan.

"Yang paling penting itu kalau kita punya money, duit, ini transaksi akan bisa dilaksanakan, dan sekarang anda minta dibatasi transaksi angkanya. Fakta lapangan hari ini yang namanya kompetisi cari suara pakai ini," tegas Bambang.

Adapun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal diinisiasi oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana. Kehadiran regulasi ini dinilai akan akan bermanfaat dalam meningkatkan inklusi keuangan dan mencegah pencucian uang melalui transaksi uang tunai.

Dengan begitu, akan menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan di Indonesia serta dapat meningkatkan penerimaan negara, khususnya kepercayaan investor kepada Indonesia.

"Maka PPATK berharap agar pimpinan dan anggota Komisi III yang kami muliakan dapat mendukung dan mendorong percepatan RUU tentang pembatasan transaksi keuangan kartal," ujar Ivan.


RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Lindungi Masyarakat dari Kejahatan

Teller menghitung mata uang Rupiah di Jakarta, Kamis (16/7/2020). Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) yang telah diusulkan kepada Presiden Republik Indonesia dan saat ini tengah menjadi salah satu prioritas agar secepatnya dapat diimplementasikan.

Adapun dari dibuatnya RUU PTUK ini adalah untuk upaya pencegahan pemberantasan tindak pencucian uang dan teroris financing, yang seringkali digunakan untuk upaya menghindari audit trail, dengan menyembunyikannya melalui cash.

Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim mengatakan, dengan dilakukannya perpindahan transaksi dari uang kartal ke nontunai itu juga sekaligus dapat melindungi masyarakat dari tindak kejahatan dan penerimaan uang palsu.

Selanjutnya, hal yang diatur melalui RUU PTUK adalah kegiatan penarikan, pencairan, pembelian, pembayaran, pemberian, penjualan, dan kegiatan lain dengan menggunakan uang kartal. Selain itu, untuk batasan transaksi uang kartal yang diperbolehkan paling banyak senilai Rp 100 juta.

“Ada transaksi-transaksi yang perlu pengecualian karena memang harus dilakukan secara tunai, misalnya transaksi yang dilakukan oleh PJK, pemerintah, dan Bank Sentral. Kemudian transaksi PJK dalam rangka kegiatan usaha masing-masing. Pembayaran gaji dan pembayaran pajak, kewajiban lain kepada negara, serta transaksi untuk keputusan pengadilan dan pengelolaan uang,” jelas Fithriadi.

 


Didukung Bank Indonesia

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) selaku pengawas dalam sistem pembayaran berharap, penggunaan transaksi ini, akan mendorong masyarakat untuk menggunakan transaksi secara non tunai. Hal ini sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang mampu memfasilitasi transaksi non tunai secara cepat dan efisien.

“Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran betul-betul bersyukur dan melihat perkembangan ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Karena perkembangan teknologi ini memfasilitasi kita semua,” jelas Direktur Eksekutif Hukum Bank Indonesia, Rosalia Suci Handayani.

Selain itu, tujuan dari RUU PTUK terdiri dari dua kelompok, pertama memperkuat upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana dan pencucian uang. Kedua mengubah dan mendorong perilaku masyarakat untuk bergeser menggunakan transaksi uang kartal ke non tunai, melalui sistem pembayaran dari lembaga-lembaga keuangan yang sudah disediakan,

Adapun upaya untuk mendukung tujuan tersebut , serta mendukung kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien. Maka Bank Indonesia akan berusaha memastikan transaksi keuangan non tunai yang lancar, aman, dan sejalan dengan kebijakan nasional untuk mendukung strategi keuangan yang inklusi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya