Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito mengungkapkan bahwa saat ini setidaknya ada lebih dari 11 ribu produk jamu yang telah terdaftar dan memperoleh izin edar.
Namun, masih ada masyarakat yang membeli jamu dengan bahan kimia obat (BKO) di dalamnya. Alhasil, demand dari produk jamu yang mengandung BKO pun masih tinggi.
Advertisement
"Kita masyarakat hanya harus mencari, membeli tentunya jamu yang sudah mendapat izin edar dari BPOM. Jadi aspek keamanan, aspek mutunya, aspek manfaatnya benar-benar terjaga," ujar Kepala BPOM RI, Penny K Lukito dalam webinar Bahaya Obat Tradisional Mengandung BKO pada Selasa, (5/4/2022).
Berdasarkan hasil temuan BPOM, masih ada sekitar 64 produk atau 0,65 persen dari total 9.915 produk obat tradisional (termasuk jamu) yang didalamnya mengandung BKO.
"Sudah ada 11 ribu produk jamu mendapatkan izin edar, ada 77 produk obat herbal terstandar sudah mendapat izin edar, dan 25 produk fitofarmaka telah terdaftar di BPOM," kata Penny.
"Artinya apa? Artinya bahwa sudah banyak pilihan. Jadi hati-hati --- pilihannya besar, banyak pilihan. Buat apa kita beli sesuatu yang punya potensi bahaya? Pilihlah yang sudah punya izin edar BPOM," tambahnya.
5 kandungan BKO tertinggi
Sebelumnya, Penny pun menuturkan bahwa terdapat setidaknya lima kandungan BKO yang paling sering muncul pada obat tradisional yang beredar di masyarakat.
Kelimanya adalah Sildenafil Sitrat dan turunannya dengan klaim obat tradisional untuk stamina pria, Parasetamol dengan klaim untuk pegal linu, Tadalafil dengan klaim untuk stamina pria.
Serta, deksametason dengan klaim pegal linu, dan Sibutramin hidroklorida dengan klaim sebagai obat pelangsing.
"Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, namun bahaya bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat," Penny menjelaskan.
Advertisement