Liputan6.com, Jakarta Berbagai harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng hingga BBM jenis RON (92) Pertamax kompak mengalami kenaikan di awal April 2022 ini.
Di saat bersamaan, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga menaikan tarif PPN (pajak pertambahan nilai) menjadi 11 persen.
Advertisement
Namun, Direktur Jenderal atau Dirjen Pajak Suryo Utomo menyatakan, lonjakan harga yang terjadi saat ini bukan disebabkan karena tarif PPN membesar.
Menurut perhitungannya, kenaikan harga ini tak hanya disebabkan oleh satu komponen barang, namun terdapat faktor komponen pembentuk harga lainnya.
"Jadi kalau kita biasanya enggak ada naik tarif (PPN) pas waktu mau puasa, harga barang juga tetap naik, misalnya beras dan cabai. Jadi itu sejak awal sudah kami desain, dan tidak hanya dipandang dimaknai hanya PPN saja untuk bangun pondasi," terangnya dalam sesi bincang virtual, Selasa (5/4/2022).
Suryo lantas meminta tak terlalu mengkhawatirkan dampak kenaikan tarif PPN 11 persen terhadap lonjakan harga barang dan jasa. Sebab, mayoritas kebutuhan pokok masih dikecualikan dari PPN, meski tetap dijadikan barang dan jasa kena pajak.
"Sebetulnya barang untuk kebutuhan masyarakat banyak tetap di-secure dari pengenaan PPN," kata Suryo.
Seperti diketahui, pemerintah tetap memberikan fasilitas bebas PPN terhadap sejumlah barang dan jasa yang jadi kebutuhan pokok.
Untuk barang terdiri dari beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bidang Jasa
Sementara untuk bidang jasa diantaranya jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja.
Untuk kebijakan pemberian insentif atas barang dan jasa tersebut, Suryo mengatakan, pemerintah saat ini tengah menyusun aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Kita sedang dalam proses nih, menyusun PP (peraturan pemerintah) kan pasti berproses. Saya mohon ditunggu kepada masyarakat, kami tetap proses PP-nya dan akan kami berlakukan 1 April 2022 ini," pungkas Suryo.
Advertisement
Tak Bebas PPN 11 Persen, Harga Minyak Goreng Tambah Mahal
Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Kenaikan tarif ini di tengah kenaikan harga minyak goreng yang bisa sampai 100 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo Roy N. Mandey mengatakan, dengan kenaikan tarif PPN maka harga minyak goreng semakin mahal mengingat komoditas ini tidak termasuk 11 bahan pokok yang bebas dari PPN.
"Minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11 persen maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali," tulis Roy dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
Minyak goreng akan kembali menjadi pendorong kenaikan inflasi, sebagaimana yang telah terjadi selama 2 bulan. Harga minyak goreng di bulan Februari mengalami deflasi hingga -0,11 persen, sedangkan pada bulan Maret menyumbang inflasi sebesar 0,04 persen.
"(Sehingga) berdampak pada peningkatan inflasi yang pasti akan meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya," kata Roy.
Pengusaha Minta Juknis
Di sisi lain, lanjut Roy, 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, kini dalam UU HPP diubah dan dijadikan objek pajak. Barang kebutuhan pokok yang dimaksud antara lain beras atau gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur, dan jagung.
Namun tarif PPN 11 persen untuk kebutuhan pokok tersebut belum diberlakukan pada 1 April 2022. Sebab barang-barang kebutuhan pokok tersebut telah menjadi objek PPN para pedagang yang menjualnya. Antara lain di pasar tradisional atau pasar rakyat berkewajiban memiliki PKP dengan menerbitkan Faktur Pajak dan melakukan Laporan Pajak PPN setiap bulannya.
"Ini berpotensi perlu tenaga administrasi, yang berdampak menambah biaya yang tentunya akan dikenakan pada harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen," tambah Roy.
Untuk itu, Aprindo meminta kepada Pemerintah agar mendefinisikan kembali dengan jelas dalam juklak/juknis. Dalam juklak/juknis tersebut harus dirincikan dan diperluas segala barang-barang kebutuhan pokok dan penting sebagai kebutuhan sehari-hari konsumen untuk tidak dikenakan PPN 11 persen per 1 April 2022. Terutama saat bersamaan dengan momentum bulan suci Ramadan dan menjelang lebaran.
"Hingga saat ini APRINDO bersama berbagai sektor, masih menunggu Juklak/Juknis maupun KMK atas UU HPP/21, untuk definisi detail bahan pokok dan penting (BAPOKTING), diantaranya perubahan atau penambahan jenis barang pokok dan penting yang belum dikenakan PPN 11 persen saat ini," kata dia mengakhiri.
Advertisement