Liputan6.com, Jakarta - Founder FTX, yakni Sam Bankman-Fried, menjadi sosok yang menginspirasi khususnya bagi anak muda karena kesuksesannya.
Tak hanya menjadi miliarder di usia muda, miliarder kripto berusia 30 tahun itu pun sudah menunjukkan minatnya untuk aktif beramal.
Advertisement
Dilansir dari Bloomberg, Selasa (5/4/2022) Bankman-Fried masuk dalam daftar orang terkaya di dunia, dengan kekayaan bersish lebih dari USD 20 miliar atau setara Rp 287 triliun menurut Bloomberg Billionaires Index.
Perusahaan trading kripto yang didirikannya, FTX, berhasil menjadi salah satu perusahaan terbesar dunia dengan nilai USD 40 miliar.
Namun alih-alih menyimpan kekayaannya, Sam tidak menggunakan uangnya untuk kepentingan pribadi.
Dengan kesuksesannya di dunia kripto, Sam berencana untuk menyimpan hanya sekitar 1 persen dari penghasilannya atau, minimal USD 100.000 per tahun sementara menyumbangkan sisanya kepada masyarakat yang kekurangan.
Niat besar Sam dalam beramal terinspirasi dari sebuah organisasi amal ketika ia masih bekerja lima tahun lalu, yang berjalan dengan prinsip memerhatikan dan mengutamakan kepentingan serta kebaikan orang-orang yang membutuhkan.
Dengan moto Earn to Give, yang ia dapatkan dari temannya seorang mahasiswa Oxford, yakni Will MacAskill, membuat Sam menguatkan niatnya untuk terus beramal.
"Anda mungkin dengan cepat kehabisan cara yang sangat efektif untuk membuat diri Anda lebih bahagia dengan menghabiskan uang," kata Sam Bankman-Fried.
"Aku tidak ingin (menggunakan penghasilanku) untuk membeli kapal pesiar," ungkapnya.
Ketertarikan pada Isu Pandemi dan Perubahan Iklim
2021 lalu, Sam Bankman-Fried menyumbangkan USD 50 juta termasuk untuk bantuan pandemi di India dan inisiatif anti-pemanasan global.
Tahun ini, dia berencana menyumbangkan setidaknya beberapa ratus juta dan hingga USD 1 miliar untuk sejumlah yayasan amal.
Sam mengungkapkan, ia baru-baru ini tertarik pada isu ancaman yang dapat menyebabkan kepunahan umat manusia.
Namun saat ini, prioritas utamanya dalam donasi adalah kesiapsiagaan pandemi seperti yang sudah terjadi yaitu Ebola dan Covid-19.
"Kita harus memperkirakan bahwa pandemi akan memburuk dari waktu ke waktu dan lebih sering, tidak hanya ketika adanya laporan kebocoran laboratorium," ujar Sam.
Advertisement