Liputan6.com, Jakarta Kenaikan tarif PPN atau pajak pertambahan nilai resmi berlaku untuk barang hasil pertanian tertentu mulai 1 April 2022.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu. Regulasi ini diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati per 30 Maret 2022.
Advertisement
Dalam lampiran aturan tersebut, terdapat 41 barang hasil pertanian kena pajak, yang dikategorikan untuk komoditas perkebunan, tanaman pangan, tananan hias dan obat, serta hasil hutan.
Terdapat beragam komoditas yang jadi barang pangan konsumsi sehari-hari, turut terkena kenaikan tarif PPN. Antara lain kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, hingga sereh.
"Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu dapat menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan pajak pertambahan nilai yang terutang," dikutip dari Pasal 2 ayat (1) PMK 64/2022, Selasa (5/4/2022).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Besaran Tarif PPN
Untuk besaran tarif PPN, pemerintah menetapkan tarif 1,1 persen dari harga jual. Besaran ini diperoleh dari hasil perkalian 10 persen dari tarif pajak yang berlaku saat ini, yakni sebesar 11 persen. Sebelumnya, tarifnya hanya 1 persen.
Selanjutnya, tarif pajak akan meningkat jadi 1,2 persen dari harga jual ketika tarif PPN 12 persen pada 2025 mendatang.
Pengusaha kena pajak dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetor PPN harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha kena pajak dikukuhkan. Rincian aturan ini tertuang dalam PMK 64/2022.
Advertisement
Tak Bebas PPN 11 Persen, Harga Minyak Goreng Tambah Mahal
Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Kenaikan tarif ini di tengah kenaikan harga minyak goreng yang bisa sampai 100 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo Roy N. Mandey mengatakan, dengan kenaikan tarif PPN maka harga minyak goreng semakin mahal mengingat komoditas ini tidak termasuk 11 bahan pokok yang bebas dari PPN.
"Minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11 persen maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali," tulis Roy dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
Minyak goreng akan kembali menjadi pendorong kenaikan inflasi, sebagaimana yang telah terjadi selama 2 bulan. Harga minyak goreng di bulan Februari mengalami deflasi hingga -0,11 persen, sedangkan pada bulan Maret menyumbang inflasi sebesar 0,04 persen.
"(Sehingga) berdampak pada peningkatan inflasi yang pasti akan meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya," kata Roy.
Pengusaha Minta Juknis
Di sisi lain, lanjut Roy, 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, kini dalam UU HPP diubah dan dijadikan objek pajak. Barang kebutuhan pokok yang dimaksud antara lain beras atau gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur, dan jagung.
Namun tarif PPN 11 persen untuk kebutuhan pokok tersebut belum diberlakukan pada 1 April 2022. Sebab barang-barang kebutuhan pokok tersebut telah menjadi objek PPN para pedagang yang menjualnya. Antara lain di pasar tradisional atau pasar rakyat berkewajiban memiliki PKP dengan menerbitkan Faktur Pajak dan melakukan Laporan Pajak PPN setiap bulannya.
"Ini berpotensi perlu tenaga administrasi, yang berdampak menambah biaya yang tentunya akan dikenakan pada harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen," tambah Roy.
Untuk itu, Aprindo meminta kepada Pemerintah agar mendefinisikan kembali dengan jelas dalam juklak/juknis. Dalam juklak/juknis tersebut harus dirincikan dan diperluas segala barang-barang kebutuhan pokok dan penting sebagai kebutuhan sehari-hari konsumen untuk tidak dikenakan PPN 11 persen per 1 April 2022. Terutama saat bersamaan dengan momentum bulan suci Ramadan dan menjelang lebaran.
"Hingga saat ini APRINDO bersama berbagai sektor, masih menunggu Juklak/Juknis maupun KMK atas UU HPP/21, untuk definisi detail bahan pokok dan penting (BAPOKTING), diantaranya perubahan atau penambahan jenis barang pokok dan penting yang belum dikenakan PPN 11 persen saat ini," kata dia mengakhiri.
Advertisement