Saham Teknologi Picu Bursa Asia Tertekan

Bursa saham Asia Pasifik menyusut pada perdagangan Rabu, 6 April 2022 mengikuti wall street. Lonjakan imbal hasil obligasi AS tekan saham teknologi.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 06 Apr 2022, 09:28 WIB
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham di Asia Pasifik tergelincir pada perdagangan Rabu pagi (6/4/2022) menyusul lonjakan imbal hasil treasury atau surat berharga Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun.

Indeks Nikkei 225 tergelincir 1,5 persen di perdagangan pagi sementara indeks Topix turun 1,1 persen. Koreksi indeks Nikkei seiring saham Softbank melemah 2,4 persen. Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,54 persen. Hal ini seiring saham Kakao melemah 2,33 persen dan Naver susut 2,34 persen. Selain itu, saham SK Hynix susut lebih dari 2 persen.

Di sisi lain, S&P/ASX 200 di Australia turun 0,77 persen. Sementara itu, indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang diperdagangkan 1,18 persen lebih rendah.

Kemudian, saham di daratan China akan kembali diperdagangkan pada Rabu setelah liburan awal pekan ini. Indeks Hang Seng susut 1,71 persen. Indeks Shanghai melemah 0,38 persen dan indeks Shenzhen tergelincir 0,36 persen.

Saham teknologi di Hong Kong anjlok dengan saham Alibaba melemah 3,87 persen dan Meituan merosot 3,89 persen. Indeks Hang Seng teknologi susut 2,48 persen.

Melansir CNBC, sebuah survei swasta tentang aktivitas sektor jasa Tiongkok pada Maret juga akan dirilis 9:45 pagi HK/SIN pada Rabu. Rilis data tersebut datang ketika China terus memerangi COVID-19 terburuknya sejak awal pandemi pada awal 2020.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Investor Pantau Imbal Hasil Obligasi AS

Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Tak hanya itu, investor akan terus memantau pergerakan obligasi AS pada  Rabu. Obligasi 10 tahun naik ke level tertinggi sejak Mei 2019 pada Selasa, mencapai tertinggi 2,562 persen sebelum menetap di 2,55 persen.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun terakhir berada di 2,5749 persen, jauh di atas hasil obligasi bertenor 2 tahun sebesar 2,5486 persen. Imbal hasil obligasi itu bergerak berbanding terbalik dengan harga.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun melonjak semalam setelah komentar dari Gubernur Federal Reserve AS Lael Brainard menyarankan pendekatan agresif untuk menyusutkan neraca bank sentral.

 


Indeks Dolar AS

Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Saham di wall street jatuh semalam, dengan indeks S&P 500 turun sekitar 1,3 persen menjadi 4.525,12. Indeks Dow Jones Industrial Average tergelincir 280,70 poin, atau 0,8 persen, menjadi 34.641,18. Indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi tertinggal karena turun 2,26 persen menjadi 14.204,17.

Indeks USD berada di 99,477 menyusul lompatan baru-baru ini dari bawah 99.Yen Jepang diperdagangkan pada 123,65 per dolar, lebih lemah dibandingkan dengan level di bawah 123,3 yang terlihat terhadap greenback kemarin. 

Sedangkan, dolar Australia berpindah tangan pada 0,7586 setelah penurunan baru-baru ini dari atas 0,762.

Harga minyak lebih rendah di pagi hari jam perdagangan Asia, dengan patokan internasional berjangka minyak mentah Brent turun 0,83 persen menjadi USD 105,75 per barel. Minyak mentah berjangka AS turun 0,8 persen menjadi USD 101,14 per barel.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya