ASEAN Jadi Primadona Investasi Perusahaan Timur Tengah, Termasuk Indonesia

Perusahaan-perusahaan Timur Tengah yang memiliki fokus pada kawasan ASEAN bersikap positif terhadap pertumbuhan bisnis di Kawasan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2022, 14:28 WIB
Ilustrasi investasi | unsplash.com/@precondo

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan-perusahaan Timur Tengah yang memiliki fokus pada kawasan ASEAN bersikap positif terhadap pertumbuhan bisnis di Kawasan tersebut.

Hal ini merupakan temuan survei yang dilakukan oleh Standard Chartered untuk Borderless Business: Middle East ASEAN Corridor, sebuah laporan strategis yang bertujuan untuk melihat peluang berpotensi untuk pertumbuhan lintas batas antara Timur Tengah dan ASEAN.

Semua perusahaan Timur Tengah yang disurvei mengharapkan pertumbuhan bisnis selama 12 bulan ke depan, dengan lebih dari 80 persen dari mereka memproyeksikan peningkatan tahunan baik pendapatan (82 persen dari responden) dan produksi (81 persen dari responden) lebih dari 10 persen.

“Timur Tengah dan ASEAN memiliki hubungan ekonomi yang semakin erat. Pada tahun 2020, perusahaan Timur Tengah menginvestasikan USD700 juta ke ASEAN, atau melonjak tiga kali lipat dari tahun 2017," kata Vice Chairman, ASEAN & President Commissioner Indonesia, Standard Chartered, Rino Donosepoetro dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Dari pasar ASEAN yang ditargetkan untuk pertumbuhan, 67 persen responden survei mengatakan mereka berfokus pada ekspansi di Indonesia untuk menangkap peluang penjualan dan produksi. Sementara pilihan utama untuk ekspansi jatuh pada Malaysia (78 persen) diikuti oleh Singapura (69 persen).

Akses ke pasar konsumen ASEAN yang besar dan berkembang (60 persen), akses ke pasar global yang didorong oleh jaringan Perjanjian Perdagangan Bebas (58 persen) dan diversifikasi jejak produksi (51 persen) dianggap sebagai faktor pendorong terpenting untuk ekspansi ke wilayah-wilayah tersebut, menurut para eksekutif senior dari perusahaan Timur Tengah yang disurvei.

Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) juga diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi ke dalam Kawasan beranggotakan 10 negara tersebut.

Semua responden setuju bahwa ratifikasi perjanjian RCEP akan mendorong lebih banyak investasi dari perusahaan mereka. Hampir 70 persen3mengharapkan perusahaan mereka untuk meningkatkan investasi lebih dari 50 persen selama 3-5 tahun ke depan.

Survei tersebut juga menunjukkan perusahaan-perusahaan Timur Tengah mengenali berbagai risiko di ASEAN. Tiga risiko teratas yang teridentifikasi adalah pandemi COVID-19 atau krisis kesehatan lainnya (69 persen), pemahaman peraturan daerah (49%) serta ketidakpastian geopolitik dan konflik perdagangan (47 persen).

"Kami terus melihat semakin banyak peluang untuk perusahaan-perusahaan Timur Tengah di kawasan ini. Selain sebagai tujuan ekspor energi, ASEAN juga merupakan mitra ekonomi yang menjanjikan bagi ekspansi perusahaan-perusahaan Timur Tengah ke sektor-sektor pertumbuhan seperti penyulingan dan petrokimia, infrastruktur dan real-estate, energi terbarukan, ritel dan barang konsumsi, serta infrastruktur digital dan jasa," jelas Rino.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Adaptasi Model Bisnis

lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Selanjutnya, responden setuju bahwa mengadaptasi model bisnis mereka dengan praktik dan kondisi industri di ASEAN (64%), mencari dana dan mengelola likuiditas (56 persen) dan membangun hubungan dengan pemasok dan mengadaptasi logistik rantai pasokan (51 persen) adalah tantangan yang paling signifikan dalam 6 sampai 12 bulan ke depan.

Untuk mendorong pertumbuhan yang kuat dan seimbang di ASEAN serta memitigasi risiko dan tantangan, responden survei mempertimbangkan untuk melaksanakan program transformasi digital (60%), mendorong inisiatif keberlanjutan dan ESG (Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola) (53 persen) dan memasuki kemitraan/ usaha patungan (joint venture) untuk meningkatkan market presence mereka (47 persen).

Untuk mendukung pertumbuhan mereka, perusahaan-perusahaan ini mengatakan mereka mencari mitra perbankan dengan lindung nilai valuta asing dan layanan penyelesaian multi-mata uang yang komprehensif (64 persen), layanan pembiayaan perdagangan yang luas (58 persen ), dan kemampuan pengelolaan kas yang kuat (53 persen).

"Sebagai satu-satunya bank internasional yang hadir di 10 pasar ASEAN, Standard Chartered berada di posisi yang tepat untuk membantu nasabah Timur Tengah kami melakukan diversifikasi ke sektor non-minyak baru dan memanfaatkan peluang luar biasa yang ditawarkan kawasan ini," tutup Rino.

 


Perusahaan India Lebih Ingin Investasi ke Indonesia Dibanding Negara ASEAN Lain

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Survei Standard Chartered dengan tema Borderless Business: India-ASEAN Corridor menyimpulkan bahwa perusahaan India sangat optimistis terhadap pertumbuhan bisnis di di kawasan ASEAN. Semua perusahaan India yang disurvei berencana untuk meningkatkan produksi bisnis mereka di ASEAN.

Cluster CEO Indonesia and ASEAN Markets (Australia, Brunei and the Philippines), Standard Chartered Andrew Chia menjelaskan, sebanyak 61 persen perusahaan India yang disurvei melihat bahwa Indonesia sebagai pasar teratas yang menawarkan peluang ekspansi terbaik bagi perusahaan mereka. Diikuti oleh Vietnam, Malaysia dan Singapura.

Sedangkan lima sektor yang memainkan peranan penting dalam mendorong pertumbuhan bisnis di koridor India-ASEAN, yakni digital, farmasi, energi, otomotif, dan perdagangan.

"Indonesia merupakan pasar dengan potensi pertumbuhan terbesar di kedua sektor pertama, berkat adanya transformasi digital, meningkatnya pasar konsumen serta sejumlah kebijakan baru yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3/2022).

Terlepas dari peluang tersebut, survei ini juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan India melihat adanya berbagai risiko di wilayah ASEAN.

Tiga risiko teratas yang teridentifikasi adalah pandemi COVID-19 atau krisis kesehatan lainnya, pemulihan ekonomi yang lambat dan penurunan belanja konsumen, serta ketidakpastian geopolitik dan konflik perdagangan.

Selain itu, lebih dari 60 persen responden setuju bahwa menyesuaikan model bisnis mereka dengan praktik dan kondisi industri di ASEAN, memahami peraturan regional, metode pembayaran dan infrastruktur, serta membangun hubungan dengan pemasok dan mengadaptasi logistik rantai pasokan merupakan sejumlah tantangan yang paling besar selama 6 sampai 12 bulan ke depan.

 

 


Paham Budaya Lokal

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Andrew Chia melanjutkan, sebagai satu-satunya bank internasional yang hadir di 10 pasar ASEAN dan telah berada di kawasan ASEAN selama lebih dari 160 tahun, Standard Chartered memiliki pemahaman yang mendalam tentang nuansa lokal, praktik bisnis, dan lingkungan regulasi.

"Dengan demikian, hal tersebut menempatkan kami di posisi yang sangat ideal untuk membantu para klien kami dalam memanfaatkan peluang pertumbuhan, baik bagi perusahaan-perusahan India yang ingin berkembang lebih jauh di negara-negara Asia Tenggara, ataupun perusahaan Indonesia yang ingin tumbuh di luar negeri," kata dia. 


Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya