Liputan6.com, Jakarta Lagi, pemerintah menarik kocek lebih dalam dalam membantu masyarakat menghadapi kondisi yang ada. Terbaru, para pekerja akan kembali diguyur bantuan subsidi upah atau BSU. Insentif ini diberikan kepada pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan.
Perihal BSU ini disampaikan langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai sidang Kabinet Paripurna tentang Antisipasi Situasi dan Perkembangan Ekonomi Dunia di Istana Negara, Jakarta, Selasa 5 April 2022, lalu.
Advertisement
Airlangga menyatakan pemerintah akan memberikan BSU sebesar Rp 1 juta. "Ada program baru yang diarahkan Bapak Presiden yaitu bantuan subsidi upah untuk gaji di bawah Rp 3,5 juta besarnya Rp 1 juta per penerima," kata Airlangga.
Dalam program ini pemerintah menargetkan akan ada 8,8 juta pekerja yang menerima bantuan subsidi gaji atau BSU.
Program BSU tahun 2022 pun disebut akan diteruskan melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Merespons arahan Presiden Jokowi, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sudah menyiapkan anggaran penyaluran BSU yang akan diambil dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Saat ini pemerintah mengantongi anggaran PEN sebesar Rp 455 triliun.
Khusus untuk subsidi upah, pemerintah menyiapkan anggaran Rp 8,8 triliun yang akan menyasar 8,8 juta penerima.
"Kita masih ada Rp 455 triliun untuk program pemulihan ekonomi PCPN. Ini difokuskan ke program seperti labor intensive atau program-program yang meningkatkan ketahanan," ungkap Sri Mulyani.
Seperti diketahui, BSU subsidi gaji di 2022 ini memang bukan pertama kali diberikan pemerintah. Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengelola BSU pada 2020 dan 2021 dengan beberapa ketentuan kriteria penerima dan jumlah bantuan yang diberikan.
BSU 2020 difokuskan pada pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta. Saat itu penerima BSU akan mendapatkan total subsidi sebesar Rp 2,4 juta yang dicairkan Rp 1,2 juta pada masing-masing termin atau Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan. Untuk penyaluran dana BSU, menggunakan rekening pribadi penerima BSU.
Di sisi lain, hal ini juga mengacu pada prasyarat penerima BSU berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan. Di mana Pekerja harus terdaftar aktif BPJS Ketenagakerjaan sampai 30 Juni 2020.
Sementara pada 2021, BSU menyasar pekerja/buruh yang terdampak kebijakan PPKM level 3 dan 4, serta memiliki upah di bawah Rp3,5 juta, atau jika daerah tersebut upah minimum nya lebih dari Rp3,5 juta maka menggunakan batasan upah minimum yang berlaku.
Kemudian diutamakan bagi pekerja atau buruh yang bekerja pada sektor industri barang konsumsi, transportasi, aneka industri, properti dan real estate, perdagangan dan jasa, kecuali jasa pendidikan dan kesehatan. Adapun dana yang diterima oleh penerima BSU sebesar Rp 500.000 per bulan, dan disalurkan sekaligus untuk dua bulan sebesar Rp 1.000.000P
Pada 2021, penyaluran dana subsidi gaji disalurkan melalui 4 Bank Himbara yaitu BRI, BNI, BTN, dan Mandiri. Khusus Provinsi Aceh menggunakan Bank Syariah Indonesia (BSI).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mekanisme Pencairan Masih Digodok
Sebagai pihak yang bertanggungjawab soal subsidi gaji, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah pun menyatakan saat ini Kementerian Ketenagakerjaan tengah mempersiapkan seluruh instrumen kebijakan pelaksanaan BSU 2022.
Adapun pada 2022 ini, kriteria penerima BSU sementara didesain untuk pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp 3,5 juta. Basis data penerima BSU juga masih menggunakan data pekerja/buruh peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Pemerintah mengalokasikan anggaran BSU 2022 sebesar Rp8,8 triliun dengan alokasi bantuan per penerima sebesar Rp 1 juta. Adapun rincian terhadap kriteria dan mekanisme BSU 2022 ini sedang digodok oleh Kementerian Ketenagakerjaan," jelasnya.
Menaker Ida memastikan program ini dapat dijalankan dengan cepat, tepat, akurat, dan akuntabel.
"Oleh karena itu, tujuan dari BSU ini selain melindungi dan mempertahankan kemampuan ekonomi pekerja/buruh, juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mengungkit pertumbuhan ekonomi," kata Menaker melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker.
Menaker berharap BSU dapat segera dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh. Tepat bermakna sesuai dengan sasaran penerima, serta sesuai dengan persyaratan dan ketentuan.
"Sedangkan akurat didasarkan pada data yang bisa dipertanggungjawabkan, dan akuntabel sesuai dengan tata kelola yang benar," ujarnya.
Selain itu, saat ini pihaknya juga tengah menyiapkan beberapa hal antara lain merampungkan regulasi teknis BSU 2020, mengajukan dan merevisi anggaran bersama Kemenkeu.
"Serta yang tidak kalah penting adalah mereviu data calon penerima BSU 2022 bersama BPJS Ketenagakerjaan, dan berkoordinasi dengan pihak Himbara selaku Bank Penyalur," pungkasnya.
Sedangkan, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan subsidi tersebut akan diberikan kepada pekerja dalam waktu dekat. Diperkirakan pelaksanaannya sebelum lebaran Idulfitri.
Hal ini agar, daya beli masyarakat menjelang hari raya tetap terjaga ditengah kenaikan harga komoditas.
"Penyalurannya akan dilakukan secepatnya, untuk menjaga daya beli para Pekerja, di masa Ramadan dan Idul Fitri," kata dia.
Jika mengacu aturan pada 2021, ada beberapa syarat dapat subsidi upah dapat diberikan, melansir laman https://bsu.kemnaker.go.id/ yaitu:
1. Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan NIK
2. Peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan
3. Mempunyai Gaji/Upah paling banyak sebesar Rp 3,5 juta. Besaran ini mengacu pada ketentuan yang ditetapkan pemerintah pada 2021
4. Pekerja/Buruh bekerja di wilayah dengan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota lebih besar dari Rp 3.500.000 maka persyaratan Gaji/Upah tersebut menjadi paling banyak sebesar upah minimum kabupaten/kota dibulatkan ke atas hingga ratus ribuan penuh.
5. Bekerja di wilayah PPKM Level 3 dan Level 4 yang ditetapkan pemerintah
6. Diutamakan yang bekerja pada sektor industri barang konsumsi, transportasi, aneka industri, properti dan real estate, perdagangan & jasa kecuali Pendidikan dan Kesehatan (sesuai klasifikasi data sektoral BPJSTK)
Advertisement
Reaksi Buruh
Upaya pemerintah dalam rangka meringakan beban pekerja di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai dan kenaikan harga komoditas pangan melalui BSU atau subsidi gaji rupanya tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari buruh.
Pasalnya, bantuan subsidi upah atau BSU yang akan digelontorkan pemerintah dinilai belum mampu menutupi beban yang ditanggung buruh saat ini. Sebagai gantinya, kelompok buruh meminta pemerintah mampu memperbaiki kondisi kerja.
Tujuannya, untuk mencapai kesejahteraan buruh yang jadi landasan kecukupan. Dengan demikian, bantuan subsidi upah sendiri belum cukup untuk berikan kepada buruh di masa saat ini.
Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Trisnanti menyampaikan dengan perbaikan kondisi kerja itu diharapkan mampu meningkatkan daya beli buruh. Ia pun menekankan BSU dengan total anggaran Rp 8,8 triliun belum cukup.
“Belum, yang dibutuhkan kenaikan upah sesuai kebutuhan riil, dan perbaikan kondisi kerja (kepastian kerja dengan penghapusan fleksibilitas pasar kerja),” katanya kepada Liputan6.com, Rabu (6/4/2022).
“Harapannya negara lebih fokus pada perbaikan kondisi kerja Yang strategies untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Buruh sejahtera akan meningkatkan daya beli buruh,” imbuh dia.
Ia menyebut, subsidi seharusnya diperuntukkan bagi seluruh pekerja. Baik pekerja formal maupun informal.
Diketahui, pemerintah akan menggelontorkan subsidi upah sebesar Rp 1 juta per orang kepada pekerja dengan gaji Rp 3,5 juta per bulan. Sasarannya, adalah 8,8 juta pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJamsostek.
“Yang dibutuhkan adalah perubahan kondisi kerja supaya buruh sejahtera. Mulai dari kepastian kerja dengan menghapuskan sistem kerja kontrak outsourcing,” katanya.
“Upah minimum yang sesuai kebutuhan riil buruh, jaminan sosial bagi buruh Yang menyeluruh, penegakan hukum perburuhan (selama ini tingkat kepatuhan pengusaha rendah),” tambahnya.
Hal Ini juga diamini Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Dia menilai, skema yang dijalankan pemerintah untuk menyalurkan subsidi upah ini belum tepat. Pasalnya, disinyalir hanya menyasar pekerja formal yang terdaftar di BPJamsostek.
“Kalau menggunakan skema pemerintah dimana hanya buruh penerima upah Rp 3,5 juta ke bawah dia disubsidi upah, berarti itu akan diberikan kepada pekerja diluar kota-kota besar, kota industri,” tutur dia dalam konferensi pers, dikutip Rabu (6/4/2022).
“Padahal yang terdampak terhadap kenaikan upah tiga tahun berturut-turut yang berdampak daya beli buruh itu, adalah buruh yang berada di kota industri,” tambahnya.
Dengan asumsi demikian, pekerja atau buruh di kota industri, yang menerima upah minimum diatas Rp 3,5 juta tak akan mendapatkan subsidi upah tersebut.
Dia pun menuding pemerintah dan BPJamsostek tidak terbuka terkait skema pemberian subsidi upah ini.
Kendati demikian, dia masih setuju dengan adanya program subsidi upah. Ini sebagai buah dari usulan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sejak April 2021 lalu.
Namun, ia memberikan tiga catatan. Pertama, penerima subsidi upah adalah peserta BPJamsostek dan bukan peserta BPJamsostek.
Kedua, penerima subsidi upah adalah pekerja yang mendapat upah minimum sesuai ketentuan di daerahnya masing-masing. Ketiga, penambahan anggaran subsidi upah ini digabung dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Jangan dicampur aduk dengan perlu training, orang itu sekarang perlu cash money, kalau nanti keadaan normal, baru butuh training,” katanya.
BSU Rp 1 Juta Dinilai Masih Kurang
Meski disambut pesimis buruh, subsidi upah yang akan digelontorkan pemerintah mendapatkan dukungan Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo.
Dia menilai ini bisa mendorong kepatuhan dari perusahaan terhadap pekerjanya. Kepatuhan yang dimaksud Rahmad yakni akan makin banyak perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya ke BPJamsostek. Pasalnya, BSU ini hanya dibagikan kepada peserta BPJamsostek.
"Jadi apapun kami sambut positif. Ada prasyarat ya, prasyarat salah satunya adalah yang utama tentu menjadi anggota BPJS ketenagakerjaan. Nah untuk itu (BSU) menjadib penghargaan kepada perusahaan dan pekerja yang sudah menjadi peseta BPJS Ketenagakerjaan," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (6/4/2022).
"Saya kita ini menjadi pemicu perusahaan lain majpun warga negara yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk bisa berbondong-bondong," imbuhnya.
Alasannya, dengan mendaftarkan ke BPJamsostek ini, peserta akan mendapatkan berbagai manfaat. Dalam bentuk bernagai jaminan sosial yang ada dalam programnya.
Demgan demikian, Rahmad menyambut positif langkah pemerintah yang akan menyalurkan BSU di masa pandemi saat ini. Diketahui, pemerintau mengalokasikan Rp 8,8 triliun untuk BSU tersebut.
"Pemerintah sangat bagus ya, sangat meringankan bagi sodara kira yang bekerja yang dengan gaji Rp 3,5 juta yang dibawah itu. Saya kira membuat sedikit meringankan beban disaat harga-harga saat ini naik (karena) dampak global maupun perang global," tuturnya.
Disisi lain, Rahmad meminta pemerintah juga turut memperhatikan pekerja sektor informal. Pasalnya, banyak pekerja yang juga memiliki pendapatan di bawah Rp 3,5 juta perbulan.
"Namun juga bahwa saudara kita yang bekerja di informal pun banyak yang terkena dampak (kanaikan harga dan pandemi). Gajinya dibawah Rp 3,5 pun banyak, seperti penjaga toko pekerja-pekerja lainnya itu perlu dipikirkan," katanya.
"Kalau toh akhirnya tidak mendapatkan BSU barangkali pemerimtah perlu pikirkan bagaimana memberikan bantuan tunai, bantuan langsung, bantuan sosial berupa sembako," imbuhnya.
Dengan demikian, harapannya bisa meringankan beban yang dipikul para pekerja informal tadi. Penyaluranny, kata dia, bisa dikelola oleh Kementeriam Sosial.
Dukungan yang sama juga diungkapkan Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira.
Bhima menyatakan mendukung upaya pemerintah yang bakal kembali menggelontorkan BSU sebesar Rp 1 juta pada tahun ini.
Hanya saja, seharusnya pemerintah bisa mengeluarkan dana lebih besar ke masing-masing penerima subsidi gaji.
"Subsidi upah memang perlu untuk dilanjutkan, tapi nominalnya harus lebih tinggi dari tahun 2020-2021 lalu," ujar Bhima kepada Liputan6.com.
Adapun nilai anggaran untuk program subsidi upah kali ini sebesar Rp 8,8 triliun, untuk pekerja dengan penghasilan dibawah Rp 3,5 juta per bulan.
Menurut perhitungan Bhima, dengan asumsi garis kemiskinan Rp 486.168 per kapita per bulan, seharusnya nilai bantuan kepada masing-masing penerima bisa Rp 900 ribu lebih tinggi.
"Setidaknya satu orang pekerja mendapat Rp 1,9 juta, dengan asumsi 1 pekerja menanggung 3 orang anggota keluarga sehingga tidak jatuh dibawah garis kemiskinan," seru dia.
Bhima pun mencolek BPJS Ketenagakerjaan untuk membuat update data tenaga kerja saat ini. Sehingga penyaluran bantuan subsidi gaji eksekusinya lebih efisien.
"Masalah pendataan perlu terus diperbaiki akurasi penerima (subsidi upah), dengan sinkronisasi data di BPJS Ketenagakerjaan maupun data riil perusahaan," imbuh dia.
Hal senada diungkapkan Ekonom sekaligus Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengapresiasi upaya tersebut yang dinilainya bisa mengantisipasi dampak kenaikan harga terhadap masyarakat.
Namun, ia mengingatkan program BSU pastinya bakal semakin menekan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Terlebih, pada saat bersamaan pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk bantuan sosial (bansos) lain seperti bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng senilai Rp 6,9 triliun.
"Bantuan ini tentu saja menambah beban APBN. Sumber dana BSU saya kira dari realokasi APBN yang ada saat ini," ujar Piter kepada Liputan6.com.
Kendati begitu, dia mencoba optimistis, pemerintah pasti telah mempersiapkan dana untuk seluruh program bansos tersebut. Sehingga tidak sampai mengganggu program-program strategis lain yang sudah jauh direncanakan sebelumnya.
"Maka pemerintah bisa melakukan refocusing dan realokasi anggaran dalam APBN," kata Piter.
Advertisement
Pencairan Tunggu Regulasi
Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan alias BPJAMSOSTEK memastikan siap mendukung kebijakan Bantuan Subsidi Upah tahun 2022 sebagai mitra penyedia data.
Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Dian Agung Senoaji, mengatakan BPJAMSOSTEK akan mempersiapkan data sesuai dengan kriteria yang diatur dalam regulasi tersebut.
“Kami menghimbau kepada perusahaan/pemberi kerja dan peserta untuk selalu memastikan tertib kepesertaan program Jamsostek. Karena perlindungan BPJAMSOSTEK sangat diperlukan dan Pemerintah menggunakan data kepesertaan tersebut untuk penyaluran bantuan seperti BSU,” jelas Dian kepada Liputan6.com.
Lebih lanjut, menanggapi informasi mengenai rencana pemberian BSU kepada peserta BPJAMSOSTEK, sampai saat ini dalam tahap penyusunan regulasi oleh Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan.
“Sebenarnya pertanyaannya banyak ke Kemnaker karena masih di pembahasan regulasi,” ujarnya.
Sedangkan, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar bantuan sosial bagi pekerja berupa subsidi gaji ini dapat disalurkan dengan tepat sasaran.
Kemudian agar distribusi bantuan dana tersebut berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. “Pastikan agar BSU diterima bagi mereka yang berhak menerimanya,” kata Puan.
Puan menilai subsidi upah akan membantu para pekerja yang kesulitan secara ekonomi, khususnya akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, validasi data penerima mutlak dilakukan.
“Hindari missed saat verifikasi data. Jangan sampai ada pekerja yang seharusnya menerima bantuan jadi tidak masuk karena kesalahan teknis penginputan data,” ucap mantan Menko PMK itu.
Puan meminta Pemerintah menjelaskan lebih lanjut seperti apa realisasi penyaluran subsidi upah dengan skema JKP itu.
“Apakah ini artinya penerima mendapat BSU melalui program yang ada di JKP atau tetap mendapat bantuan tunai seperti sebelumnya? Kami minta Pemerintah dapat memberikan penjelasan secara mendetail,” tutup Puan.