Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2022 akan menjatuhkan tarif PPN atau pajak pertambahan nilai bagi akomodasi perjalanan keagamaan. Tak ayal, para pelaku perjalanan umrah juga bisa kena sasaran pemungutan pajak.
Kendati begitu, Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Industri Sugianto Josephine Maria Wiwiek Widwijanti menegaskan, aturan ini tetap mengecualikan jasa keagamaan seperti umrah sebagai objek PPN.
"Jasa perjalanan keagamaan ini bukan ibadahnya seperti umrah. Atas kegiatan ibadah tetap dikecualikan," ujar Wiwiek dalam media briefing Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (6/4/2022).
"Yang dikenakan akomodasinya. Atas jasa akomodasi apapun itu, itu terutang PPN," terang dia.
Mengacu pada PMK 71/2022, besaran pajak ditetapkan 10 persen dari tarif PPN umum dikali harga jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain. Itu dikenakan apabila tagihannya dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket perjalanan ke tempat lain.
Besaran pajak ditetapkan 5 persen dari tarif PPN umum dikali harga jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan. Itu apabila tagihan tidak dirinci antara paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan paket perjalanan ke tempat lain.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jasa Perjalanan
Wiwiek lantas memberi contoh, penyedia jasa perjalanan keagamaan kerap menawarkan paket umrah sekaligus wisata ke destinasi lain.
"Biasanya kan nyampur, selain ke Mekah singgah ke Turki, ke tempat lainnya. Kalau bisa biayanya dipisah. Jadi yang ke Mekah tetap 0,5 persen, yang ke Turki ini 1,1 persen. Sama seperti biro jasa perjalanan yang lain," paparnya.
"Sekali lagi (pengenaan PPN) bukan atas umrahnya, tapi akomodasinya," tegas Wiwiek.
Advertisement
Pemerintah Terbitkan 14 Aturan Turunan UU HPP
Untuk diketahui,Pemerintah menerbitkan 14 aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengimplementasikan ketentuan pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, menjelaskan, dalam penerbitannya, pemerintah berupaya merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Penerbitan PMK tersebut diharapkan dapat memudahkan Wajib Pajak dalam memahami dan melaksanakan amanat terkait kebijakan pada UU HPP.
“Kami berharap agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU HPP serta aturan turunannya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, dalam keterangannya, Rabu (6/4/2022).
Infografis Perbandingan Tarif PPN di Indonesia dengan Negara Anggota G20
Advertisement