Liputan6.com, Jakarta - Demi alasan kepraktisan atau merasa khawatir akan kesiangan bangun, beberapa individu makan sahur lebih awal seperti misalnya pukul 24.00. Namun hal tersebut tidak disarankan oleh dokter gizi.
Disampaikan spesialis gizi klinik dr Diana Felicia Suganda, makan sahur lebih cepat artinya waktu puasa jadi lebih panjang.
Advertisement
"Sahur kalau lebih cepat artinya waktu kita kosong alias berpuasa lebih panjang," kata Diana yang berpraktik di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya, dilansir Antara.
Diana mengatakan, sebaiknya makan sahur dilakukan mendekati waktu imsak agar jarak dengan waktu berbuka puasa tidak lebih dari 13-14 jam.
Bagi orang dengan masalah gula darah, jelas Diana, waktu berpuasa yang lebih panjang bisa menyebabkan gula dari menjadi drop. Tetapi ini mungkin tidak dialami oleh mereka yang tanpa masalah gula darah, kendati rekomendasi berpuasa Tanah Air tak lebih dari 13-14 jam.
"Pengaruhnya untuk orang-orang dengan masalah gula darah ya biasanya jadi lebih berat kalau lewat dari jam makannya, waktu berpuasa lebih panjang akhirnya gula darahnya keburu drop," jelas Diana.
Ganggu Jam Biologis Tubuh
Sahur dini pada pukul 24.00 demi menghindari bangun pada pukul 03.00 pun dapat mengganggu jam biologis tubuh. Pada saat tubuh--termasuk saluran cerna--seharusnya beristirahat, namun justru dipaksa bekerja.
"Semua sudah ada penelitiannya, rekomendasinya kapan kita harus makan saat bulan puasa. Jadi sebaiknya sahurnya tidak jam 24.00 atau dijadikan makan malam. Sewajarnya saja kita sahur sesuai jam menuju imsak dan saat berbuka puasa," pesan Diana.
Ketiksa sahur, sesuai anjuran Kementerian Kesehatan, sebaiknya mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yakni kombinasi protein, karbohidrat kompleks yang tinggi serat, buah dan sayuran segar guna membantu menjaga stamina tubuh ketika berpuasa. Memastikan tubuh terhidrasi dengan baik juga penting. Selain itu, dianjurkan untuk mengurani konsumsi makanan asin karena makan dengan kadar garam tinggi akan mempercepat keluarnya cairan tubuh.
Advertisement