Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi yang dilakukan oleh pertukaran cryptocurrency Gemini menetapkan sekitar 41 persen individu yang disurvei dari Brasil dan Indonesia memiliki aset digital.
Dilansir dari Cryptopotato.com, Kamis (7/4/2022) angka tersebut mengalahkan Amerika Serikat dan Inggris yang jauh tertinggal dengan masing-masing hanya sebesar 20 persen dan 18 persen.
Platform kripto yang berbasis di AS, Gemini, menanyai hampir 30.000 orang di 20 negara untuk mengetahui bagian mana dari populasi yang telah memasuki ke dunia aset digital.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan hasil, Brasil dan Indonesia adalah pemimpin dengan nilai telak karena 41 persen orang yang disurvei dari negara-negara tersebut mengaku memegang Bitcoin atau Altcoin.
Gemini menentukan negara-negara yang telah mengalami krisis ekonomi yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir jauh lebih cenderung untuk membeli mata uang digital sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Sebanyak 64 persen orang Indonesia yang ditanya percaya pada konsep itu.
Alasan utama banyak orang yang mulai ikut berinvestasi kripto adalah potensi investasi jangka panjang dari kripto.
Angka-angka di negara-negara ekonomi terkemuka seperti Amerika Serikat dan Inggris sangat berbeda. Tingkat adopsi kripto di sana masing-masing 20 persen dan 18 persen. Selain itu, hanya 16 persen responden Amerika dan 15 persen responden Eropa yang setuju aset digital adalah alat investasi yang tepat di saat inflasi melonjak.
Selanjutnya, Gemini menetapkan hampir setengah dari semua pemegang kripto di AS, Amerika Latin, dan kawasan Asia Pasifik telah memasuki pasar untuk pertama kalinya pada 2021. Awal tahun ini, Grup Huobi memperkirakan 7 dari 10 orang telah mulai berinvestasi tahun lalu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Analis JP Morgan Ungkap Reli Kripto Bakal Segera Berakhir
Sebelumnya, investasi global JP Morgan memperingatkan tentang pasar cryptocurrency yang akan mengalami kenaikan terbatas atau bahkan berakhir dari reli yang sedang terjadi.
JP Morgan melihat Stablecoin dari total nilai pasar cryptocurrency sebagai indikator potensi reli atau penurunan. Sebelumnya, ketika Stablecoin menyumbang hampir 10 persen dari total kapitalisasi pasar kripto, analis JP Morgan, Panigirtzoglou mengatakan itu menunjukan kenaikan lebih lanjut untuk pasar kripto.
Dalam catatan yang dikeluarkan minggu lalu, dia menjelaskan stablecoin dalam total kapitalisasi pasar kripto tidak lagi terlihat berlebihan.
“Pangsa Stablecoin ini saat ini berada di bawah 7 persen yang membawanya kembali ke tren sejak 2020,” kata Panigirtzoglou dikutip dari Bitcoin.com, Rabu (6/4/2022).
“Akibatnya, kami percaya kenaikan lebih lanjut untuk pasar kripto dari sini kemungkinan akan lebih terbatas atau bahkan berakhir,” lanjut dia.
Panigirtzoglou menunjukkan harga bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) menguat pada awal Maret menyusul sanksi keuangan yang dikenakan pada Rusia oleh negara-negara Barat setelah invasinya ke Ukraina.
“Sanksi ini telah meningkatkan harapan bahwa cryptocurrency akan digunakan lebih luas di masa depan untuk menghindari sistem perbankan tradisional mengingat cryptocurrency tidak terikat atau bergantung pada pemerintah manapun,” tutur Panigirtzoglou.
Namun, mengutip indikator stablecoin, analis JP Morgan memperingatkan reli yang terlihat di pasar kripto mungkin akan segera berakhir.
Pada Februari, JP Morgan memperkirakan harga jangka panjang Bitcoin akan mencapai USD 150.000 atau sekitar Rp 2,1 miliar. Kemudian, pada Januari, bank melakukan survei klien dan menemukan mayoritas responden memperkirakan harga BTC akan mencapai USD 60.000 atau lebih tahun ini.
Advertisement
Pasar Kripto Loyo Tersengat Sentimen Hawkish The Fed
Sebelumnya, bitcoin, cryptocurrency terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar, baru-baru ini diperdagangkan tepat di bawah USD 46.000 atau sekitar Rp (660,4 juta), turun dari level tertinggi pada hari sebelumnya di atas USD 47.000 atau sekitar 1 persen selama 24 jam terakhir.
Ethereum, kripto terbesar kedua berdasarkan kapitalisasi pasar, berpindah tangan sedikit di atas USD 3.400 atau turun sekitar 1,5 persen.
Harga kripto sesuai dengan pasar saham utama, yang sebagian besar turun karena investor mempertimbangkan kenaikan suku bunga tambahan untuk mengekang inflasi, yang telah melonjak hingga hampir 8 persen di AS.
Nasdaq yang berfokus pada perusahaan teknologi turun 2,2 persen, sementara S&P 500 turun 1,2 persen. Dalam pidatonya di Federal Reserve Bank of Minneapolis, Brainard menyebut pengurangan inflasi sebagai adalah hal yang sangat penting.
“Komite akan melanjutkan pengetatan kebijakan moneter secara metodis melalui serangkaian kenaikan suku bunga dan dengan mulai mengurangi neraca dengan cepat segera setelah pertemuan Mei kami,” kata Brainard, dikutip dari CoinDesk, Rabu, 6 April 2022.
Sementara itu, Eropa terus bergulat dengan masalah moral dan ekonomi yang berasal dari konflik Rusia-Ukraina. Spanyol, Denmark, dan Swedia, mengusir diplomat Rusia, sementara AS dan negara-negara lain sedang menyiapkan sanksi ekonomi baru.
Presiden AS, Joe Biden dan para pemimpin negara lain telah menyerukan pelarangan impor energi dari Rusia, sebuah tindakan yang sudah dilakukan lebih dulu oleh Lithuania.
Di sisi lain, kripto memiliki berita positif yaitu perusahaan MicroStrategy (MSTR) mengatakan pada Selasa mereka telah memperoleh 4.100 Bitcoin tambahan senilai sekitar USD 190 juta.
Berita itu muncul kurang dari dua minggu setelah yayasan Terra Luna mengumumkan komitmennya untuk membeli setidaknya USD 3 miliar dalam bentuk Bitcoin.
Namun, peristiwa tersebut tidak berdampak besar pada Bitcoin, yang dengan sendirinya mungkin merupakan tanda kedewasaan pasar kripto yang meningkat.
CEO platform tabungan Bitcoin Swan Bitcointold, Cory Klippsten mengatakan pasar kripto sudah cukup besar dan Bitcoin akan terus berjalan.