Liputan6.com, Jakarta Peneliti dari Swedia, Inggris, dan Finlandia menemukan bahwa penyintas COVID-19 memiliki risiko lebih tinggi mengalami pembekuan darah di kaki dan paru-paru dalam 3-6 bulan setelah infeksi.
Tim peneliti internasional membandingkan lebih dari 1 juta orang di Swedia yang positif COVID-19 antara Februari 2020 dan Mei 2021 dengan 4 juta pasien kontrol yang dites negatif.
Advertisement
Mereka menemukan tiga hingga enam bulan setelah tertular COVID-19, pasien berisiko lebih tinggi didiagnosis dengan pembekuan darah di kaki atau paru-paru mereka. Hasil ini kemudian diterbitkan dalam British Medical Journal (BMJ), Rabu (6/4/2022).
Laporan tersebut mengatakan, secara khusus pasien memiliki 4 persen peningkatan risiko trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis (DVT), gumpalan darah yang terbentuk jauh di paha atau kaki bagian bawah, hingga tiga bulan setelah infeksi COVID-19.
“Pasien juga memiliki risiko tinggi 17 persen mengembangkan emboli paru atau Pulmonary Embolism (PE), gumpalan yang berkembang di pembuluh darah dan berjalan ke arteri paru-paru, hingga enam bulan setelah infeksi virus,” mengutip ABC, Kamis (7/4/2022).
Menambah Bukti
Hasil penelitian itu menambah semakin banyak bukti tentang hubungan antara COVID-19 dan pembekuan darah yang serius.
"Temuan ini memiliki implikasi kebijakan besar," tulis para penulis, menambahkan bahwa laporan itu "memperkuat pentingnya vaksinasi terhadap COVID-19."
Mereka juga mengatakan temuan itu menunjukkan bahwa pasien COVID-19 --terutama pasien berisiko tinggi-- harus minum obat antikoagulasi, yang merupakan obat untuk membantu mencegah pembekuan ini.
Advertisement
Semakin Parah Semakin Berisiko
Selama masa penelitian, tim melihat 401 kasus DVT di antara pasien COVID-19, dibandingkan dengan 267 kasus di antara pasien negatif.
Terdapat pula 1.761 kasus PE pada pasien virus corona dibandingkan dengan pasien kontrol sebanyak 171 kasus.
Pasien COVID-19 berisiko lebih tinggi mengalami pembekuan darah jika mereka memiliki kondisi yang mendasarinya, memiliki kasus virus yang parah, atau jika mereka terinfeksi selama gelombang pertama pandemi pada awal 2020.
Namun, tidak hanya ada risiko pembekuan darah. Studi ini juga menemukan peningkatan risiko segala jenis pendarahan hingga dua bulan setelah infeksi COVID-19.
Tim mencatat ada keterbatasan, termasuk bahwa penelitian ini observasional daripada uji coba terkontrol secara acak.
Selain itu, para peneliti menyadari bahwa pembekuan pada pasien COVID-19 mungkin kurang terdiagnosis dan informasi tentang status vaksinasi pasien tidak tersedia.