Liputan6.com, Jakarta - Potensi Rusia mengalami gagal bayar utang (default) sepertinya tidak terelakkan lagi. Ini setelah Amerika Serikat menghentikan negara itu untuk membayar utang lebih dari USD 600 juta dari cadangan yang disimpan di bank-bank Amerika.
Situasi ini bisa memaksa Rusia membayar utang dengan mata uang rubel, atau tidak sama sekali.
Advertisement
Dalam respon dan kecaman terhadap invasi di Ukraina, negara-negara Barat memberikan sanksi sekitar setengah dari cadangan devisa Rusia yang totalnya sekitar USD 315 miliar.
"Sejumlah besar cadangan kami diblokir di luar negeri, jadi jika pemblokiran ini berlanjut dan transfer diblokir dari jumlah yang diblokir, maka mereka akan dilayani dalam rubel," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari CNN Business, Kamis (7/4/2022).
"Jika ini tidak memungkinkan, maka, secara teori, tentu saja, situasi default dapat diatur," bebernya.
Selain memotong akses Rusia ke dolar, pemerintahan Presiden AS Joe Biden juga mengumumkan sanksi baru terhadap lembaga keuangan dan entitas Rusia.
Ini termasuk dua putri Presiden Rusia Vladimir Putin dan putri Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Nilai Utang
JPMorgan memperkirakan bahwa Rusia memiliki utang mata uang asing sekitar USD 40 miliar pada akhir tahun lalu, dengan sekitar setengahnya berada di investor asing.
Namun laporan yang beredar tentang kematian warga sipil di Bucha, Ukraina membuat negara-negara Barat memberlakukan lebih banyak sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Sanksi ekonomi ini yang mendorong Rusia gagal bayar utang atau default. "(Sanksi) ini akan semakin menguras sumber daya yang digunakan Putin untuk melanjutkan perangnya melawan Ukraina dan akan menyebabkan lebih banyak ketidakpastian serta tantangan bagi sistem keuangan mereka," kata Juru Bicara Departemen Keuangan AS pada Senin (4/4).
Advertisement
Upaya Rusia Redam Dampak Sanksi Ekonomi
Rusia telah mampu menjaga nilai rubel tinggi secara artifisial dengan menaikkan suku bunga dan mendesak eksportir mengalihkan penggunaan mata uang asing dengan rubel.
Negara itu juga baru-baru ini mempertahankan ekonominya dengan mendesak importir migas membayar dengan rubel.
Tetapi pemblokiran akses ke dolar semakin membuat Rusia dekat dengan risiko default.
Situasi itu bisa memaksa Rusia untuk melakukan pembayaran bunga yang lebih tinggi atas utangnya, jika memilih untuk membayar.
Rusia terakhir kali gagal membayar utang domestiknya ketika negara itu menghadapi krisis keuangan yang disebabkan oleh melonjaknua harga komoditas pada tahun 1998.