Potensi Gagal Bayar Utang Rusia Kian di Depan Mata Gara-gara Sanksi Ekonomi

JPMorgan memperkirakan bahwa Rusia memiliki utang mata uang asing sekitar USD 40 miliar pada akhir tahun lalu. Negara ini pun berpotensi gagal bayar utang (default).

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Apr 2022, 10:37 WIB
Orang-orang mengantre untuk menarik uang dari ATM Bank Alfa di Moskow. Potensi Gagal Bayar Utang Rusia Kian di Depan Mata Gara-gara Sanksi Ekonomi. (AP Photo/Victor Berzkin)

Liputan6.com, Jakarta - Potensi Rusia mengalami gagal bayar utang (default) sepertinya tidak terelakkan lagi. Ini setelah Amerika Serikat menghentikan negara itu untuk membayar utang lebih dari USD 600 juta dari cadangan yang disimpan di bank-bank Amerika.

Situasi ini bisa memaksa Rusia membayar utang dengan mata uang rubel, atau tidak sama sekali.

Dalam respon dan kecaman terhadap invasi di Ukraina, negara-negara Barat memberikan sanksi sekitar setengah dari cadangan devisa Rusia yang totalnya sekitar USD 315 miliar.

"Sejumlah besar cadangan kami diblokir di luar negeri, jadi jika pemblokiran ini berlanjut dan transfer diblokir dari jumlah yang diblokir, maka mereka akan dilayani dalam rubel," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari CNN Business, Kamis (7/4/2022).

"Jika ini tidak memungkinkan, maka, secara teori, tentu saja, situasi default dapat diatur," bebernya.

Selain memotong akses Rusia ke dolar, pemerintahan Presiden AS Joe Biden juga mengumumkan sanksi baru terhadap lembaga keuangan dan entitas Rusia.

Ini termasuk dua putri Presiden Rusia Vladimir Putin dan putri Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. 

 


Nilai Utang

Orang-orang antre menarik uang dari ATM Bank VTB di pusat kota Moskow, 28 Februari 2022. Anjloknya nilai mata uang Rusia, rubel, dalam perdagangan menyusul sanksi terkait invasi di Ukraina membuat warga ramai-ramai mendatangi ATM hingga bank untuk menarik uang tunai mereka. (AP Photo/Pavel Golovkin)

JPMorgan memperkirakan bahwa Rusia memiliki utang mata uang asing sekitar USD 40 miliar pada akhir tahun lalu, dengan sekitar setengahnya berada di investor asing.

Namun laporan yang beredar tentang kematian warga sipil di Bucha, Ukraina membuat negara-negara Barat memberlakukan lebih banyak sanksi ekonomi terhadap Rusia.

Sanksi ekonomi ini yang mendorong Rusia gagal bayar utang atau default. "(Sanksi) ini akan semakin menguras sumber daya yang digunakan Putin untuk melanjutkan perangnya melawan Ukraina dan akan menyebabkan lebih banyak ketidakpastian serta tantangan bagi sistem keuangan mereka," kata Juru Bicara Departemen Keuangan AS  pada Senin (4/4).

 

 


Upaya Rusia Redam Dampak Sanksi Ekonomi

Orang-orang mengantre untuk menarik uang dari ATM di Sberbank di St. Petersburg, Rusia, 25 Februari 2022. Warga Rusia berbondong-bondong ke bank dan ATM tak lama setelah Rusia melancarkan serangan ke Ukraina dan Barat mengumumkan sanksi yang melumpuhkan ekonomi. (AP Photo/Dmitri Lovetsky)

Rusia telah mampu menjaga nilai rubel tinggi secara artifisial dengan menaikkan suku bunga dan mendesak eksportir mengalihkan penggunaan mata uang asing dengan rubel. 

Negara itu juga baru-baru ini mempertahankan ekonominya dengan mendesak importir migas membayar dengan rubel.

Tetapi pemblokiran akses ke dolar semakin membuat Rusia dekat dengan risiko default.

Situasi itu bisa memaksa Rusia untuk melakukan pembayaran bunga yang lebih tinggi atas utangnya, jika memilih untuk membayar.

Rusia terakhir kali gagal membayar utang domestiknya ketika negara itu menghadapi krisis keuangan yang disebabkan oleh melonjaknua harga komoditas pada tahun 1998. 

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya