Liputan6.com, Jakarta Ridduwan Agung Asmaka adalah penyandang disleksia yang berhasil membangun wadah kreativitas Dunia Imajinasi di Bojonegoro, Jawa Timur.
Menurutnya, Dunia Imajinasi merupakan sebuah wadah yang bertujuan untuk mengedukasi anak melalui kesenian berupa dongeng (cerita), wayang, pantomim, musik dan bermain peran.
Advertisement
“Kesenian menjadi suatu metode pendekatan pendidikan terhadap anak yang begitu menyenangkan bagi mereka. Dunia imajinasi mengambil peran tersebut,” tulis Ridduwan dalam profil Dunia Imajinasi dikutip Kamis (7/4/2022).
Ia menambahkan, Dunia Imajinasi dibentuk pada 29 Desember 2017 di Bojonegoro dan melakukan pendekatan pendidikan terhadap anak-anak melalui berbagai macam cara.
Cara-cara yang dimaksud termasuk dongeng, wayang, pantomim, musik, dan drama.
-Dongeng diyakini dapat menumbuhkembangkan anak melalui cerita. Ini menjadi salah satu solusi untuk mengedukasi dan mengembangkan anak-anak.
“Ada dongeng menggunakan boneka, dongeng dengan berpantomim atau jenis dongeng-dongeng yang lainnya.”
-Wayang atau wayang Imajinasi adalah jenis wayang karya dunia imajinasi. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan wayang imajinasi sesuai versinya sendiri.
-Pantomim adalah seni tak bersuara, seni yang hanya mengandalkan gerak tubuh dan mimik wajah. Seni pantomim biasanya menjadi seni yang membuat anak-anak penasaran karena mereka akan menebak-nebak gerakan sang pantomim.
-Pendekatan musik mencakup permainan alat-alat seperti gitar, jimbe, seruling dan lain-lain dibantu pula dengan nyanyian lagu-lagu yang sesuai usia anak.
-Drama atau bermain peran seperti rumah-rumahan akan melatih imajinasi anak.
Program Dunia Imajinasi
Program-program yang dilakukan pun beragam termasuk:
Roadshow Imajinasi
Mengenalkan kesenian dan kebudayaan mulai dari sekolah, kampung, event maupun menantang diri untuk bermain di tempat umum.
Alam Imajinasi
Sebuah program belajar aktualisasi diri anak dengan konsep bermain dan atau belajar dengan sasaran anak-anak.
Workshop Imajinasi
Sebuah pelatihan yang difungsikan untuk mempelajari dongeng, wayang, pantomim, musik, dan drama.
Sekolah Imajinasi
Sebuah kegiatan berbentuk ekstra kurikuler untuk dimasukkan dalam program di sekolah. Penumbuhan minat bakat anak di bidang kesenian.
"Pada dasarnya anak-anak tidak banyak tahu tentang dunia dan isinya. Tugas kita sebagai orang yang lebih tahu adalah mengedukasi mereka tentang berbagai hal. Dunia imajinasi memilih untuk mengedukasi mereka dengan cara bermain sambil belajar melalui kesenian."
“Penyampaian yang ekspresif disertai dengan gerak yang menarik membuat anak tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam,” tambah Ridduwan.
Advertisement
Aktif Berpantomim
Dalam mengelola Dunia Imajinasi, Ridduwan sering kali tampil sebagai pemain pantomim.
Pria kelahiran 1994 mulai terjun ke dunia pantomim sejak 2018. Awalnya, ia dipaksa oleh pemain pantomim lain untuk tampil di sebuah acara.
“Akhirnya saya mencoba untuk latihan sebentar dan tampil. Setelah itu, saya tampil juga di depan anak-anak, ternyata mereka suka banget dan saya malah menjadi suka dan tertarik untuk menekuninya,” kata Ridduwan kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks Selasa (5/4/2022).
Ia pun akhirnya melihat keistimewaan dari seni pantomim. Menurutnya, pantomim bisa dinikmati oleh segala umur dan membantunya mengekspresikan diri sebagai penyandang disleksia.
“Pantomim membantu banget untuk saya yang disleksia untuk berbicara dengan bahasa tubuh.”
Disleksia sendiri dikenal sebagai kesulitan belajar spesifik dalam berbahasa. Kondisi ini dapat membuat penyandangnya kesulitan membaca dan menulis. Hal ini dialami pula oleh Ridduwan, ia menghadapi tantangan tersendiri ketika perlu menulis sesuatu.
“Sebenarnya untuk membaca itu saya bisa membaca lancar. Kalau untuk menulis dengan runtut saya yang sering mbulet.”
Sebelum Mengenal Disleksia
Saat belum mengenal disleksia, ia sendiri merasa bahwa dirinya tak pandai dalam tulis-menulis seperti membuat proposal.
“Kalau tulis menulis seperti membuat proposal ampun saya. Waktu itu saya baru tahu disleksia ketika saya ikut acara yang membahas disleksia.”
Gejala disleksia semakin dirasakan ketika ia mendongeng tapi penggunaan bahasanya campur aduk, tidak runtut, dan terbolak-balik. Ahli pun menyatakan bahwa ia disleksia.
“Kalau dipikir-pikir memang keluarga saya juga begitu. Bapak saya kalau ngomong suka aneh dan kakak saya juga demikian, bicaranya tidak runtut, sering hilang barang, unik, dan sering kena bully karena kalau cerita tidak tertata A-Z, bisa A, C, J B dan seterusnya.”
Hal ini juga menjadi alasan mengapa Ridduwan merasa cocok dengan seni pantomim. Menurutnya, dengan seni tersebut ia bisa mengekspresikan diri tanpa harus berbicara atau menulis.
“Dengan berpantomim saya bisa membuat cerita tanpa ngomong yang belibet dan acak-acakan dan sangat membantu saya dengan menyalurkan imajinasi saya menjadi sebuah cerita menggunakan gerak dan ekspresi,” tutupnya.
Advertisement