Liputan6.com, Jakarta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta pemerintah memberikan sanksi tegas bagi oknum pelaku usaha yang melanggar kebijakan minyak goreng yang ditetapkan pemerintah dan merugikan masyarakat.
Kepala BPKN Rizal E Halim, mengungkapkan pemberian sanksi bisa berupa sanksi administrasi, pembekuan izin, sanksi pidana, hingga pencabutan izin usaha kepada pelanggar aturan minyak goreng.
Advertisement
"Menurut kami mekanisme yang diatur melalui ketentuan peraturan perundang-undangan ada sanksi administrasi, sanksi pembekuan izin, sampai pengenaan sanksi pidana. Tetapi bagi korporasi yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran, dipertimbangkan dicabut izin usahanya sebagai efek jera bagi praktik-praktik yang merugikan masyarakat," kata Rizal melansir Antara, Kamis (7/4/2022).
Rizal meyakini sebenarnya pelaku usaha terkait minyak goreng tidak berniat curang, melainkan ingin memaksimalkan keuntungan dengan meningkatnya peluang dalam kondisi harga minyak sawit mentah (CPO) internasional yang melonjak tinggi.
Dia berpendapat ada kesempatan yang diambil oleh oknum tertentu baik itu individu, kelompok, atau korporasi, untuk mencari keuntungan lebih besar lagi dengan melanggar kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Rizal mencontohkan ada oknum pelaku yang mengemas minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Selain itu, Rizal juga menyinggung soal penyelewengan yang terjadi pada rantai distribusi minyak goreng karena pengawasan yang kurang intensif.
"Pengawasan mengenai minyak goreng dalam tiga bulan terakhir memang tidak cukup intensif. Mulai merebak pengawasan itu saat ditemukan penyelewengan di Medan, tapi sebelumnya itu tidak, padahal kita sudah mengalami sejak tahun lalu," kata dia.
2 Rekomendasi BPKN
BPKN merekomendasikan 2 hal kepada pemerintah terkait komoditas minyak goreng. Rekomendasi harga minyak goreng ini telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lembaga ini merekomendasikan pemerintah untuk mengembalikan kebijakan harga eceran tertinggi atau HET minyak goreng.
Dengan rincian, HET minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.
Kepala BPKN Rizal E Halim mengatakan jika rekomendasi harga minyak goreng ini sudah memperhitungkan harga pokok produksi dan keekonomian dengan mempertimbangkan input produksi yang digunakan dalam memproduksi minyak goreng sawit.
"Kemudian inflasi yang mempengaruhi daya beli, plus margin yang selama ini diterapkan oleh industri sehingga kami mendapatkan angka sebesar itu. Termasuk harga pupuk yang naik 5 sampai 6 persen," kata dia.
Menurut Rizal, melepas harga minyak goreng pada mekanisme pasar pada situasi saat ini akan menjadikan masyarakat, khususnya yang berada di rentang garis kemiskinan, bisa jatuh ke bawah garis kemiskinan.
Selain soal HET minyak goreng, BPKN juga merekomendasikan domestic market obligation (DMO) bagi produsen atau eksportir CPO untuk bisa memenuhi pasokan dalam negeri.
Advertisement
Kembalikan DMO
Rekomendasi selanjutnya, adalah mengembalikan kebijakan DMO sebesar 30 persen untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri bagi pelaku usaha sebagai syarat izin ekspor industri kelapa sawit. DMO sebesar 30 persen sudah memadai untuk memenuhi pasokan minyak goreng dalam negeri.
"Untuk menjalankan kedua kebijakan itu kami tentu merekomendasikan pengawasan dan pemberian sanksi tegas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Khususnya kepolisian, satgas pangan, dan kementerian terkait untuk mengawasi dari proses hulu hingga hilir," kata Rizal.
Rizal mengatakan pengawasan harus dilakukan mulai dari produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, produksi CPO, produksi minyak goreng, hingga proses pendistribusian.
"Rekomendasi ini harus jadi orkestrasi kebijakan pemerintah kalau ingin memberi kebijakan yang berpihak pada masyarakat dan tidak merugikan pelaku usaha," kata dia.