Kualitas Udara Asia Tenggara Masuk Daftar Terburuk di Dunia, Indonesia Peringkat Berapa?

Kualitas udara paling buruk ada di wilayah Mediterania Timur, seperti Siprus, disusul Asia Tenggara di peringkat dua dan posisi tiga oleh Afrika.

oleh Henry diperbarui 07 Apr 2022, 19:15 WIB
Ilustrasi negara-negara di Asia Tenggara punya kualitas udara buruk. (Sumber Environmental Protection Agency/EPA)

Liputan6.com, Jakarta Polusi udara masih jadi masalah utama di banyak negara. Hampir semua orang di dunia dilaporkan menghirup udara yang tidak memenuhi standar. Dengan begitu, Badan Kesehatan PBB menyerukan tindakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan polutan sehingga menyebabkan masalah pernapasan, aliran darah, bahkan jutaan kematian yang dapat dicegah setiap tahun.

Dilansir dari Japan Today, Kamis (7/4/2022), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pembaruan data tentang kualitas udara di berbagai kota di dunia. Laporan terbaru Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 dari WHO menyebutkan negara-negara paling berpolusi ini adalah negara-negara dengan konsentrasi PM2,5.

Polusi partikel halus, yang dikenal sebagai PM2,5, umumnya diidentifikasi sebagai polutan paling berbahaya. Dalam pantauan secara luas, polutan udara ini telah jadi salah satu kontributor penyakit, seperti asma, stroke, penyakit jantung, dan paru-paru.

Polusi partikel halus atau PM2,5 juga telah menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun.  Selain itu, WHO mengatakan, 99 persen dari populasi global menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara.

Kualitas udara paling buruk tercatat di wilayah Mediterania Timur, seperti Siprus, lalu di Asia Tenggara dan disusul Afrika. Udara berkualitas buruk ini berarti terdapat beberapa partikel yang dapat menembus jauh ke dalam paru-paru. Nantinya, udara itu memasuki pembuluh darah dan arteri, sampai berisiko menyebabkan penyakit.

"Setelah selamat dari pandemi, tidak dapat diterima bahwa terdapat 7 juta kematian karena polusi udara," ujar Dr. Maria Neira selaku kepala departemen lingkungan, perubahan iklim, dan kesehatan WHO.

"Namun, terlalu banyak investasi yang masih tenggelam ke dalam lingkungan yang tercemar daripada di udara yang bersih dan sehat," sambungnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Surabaya dan Jakarta

Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021). Berdasarkan data "World Air Quality Index" pada Selasa (20/4) pukul 10.00 WIB tingkat polusi udara di Jakarta berada pada angka 174. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut laman resmi IQAir, Indonesia menempati peringkat ke-17 sebagai negara paling berpolusi di dunia.  Sementara kota paling berpolusi di dunia adalah Bhiwadi di India disusul Ghaziabad yang juga berada di India dan Hotan di China.

Indonesia sendiri dilaporkan memiliki konsentrasi PM2,5 tertinggi,yakni 34,3 mikrogram per meter kubik. Posisi ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu yang paling berpolusi di kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan IQAir, bulan-bulan dengan kadar konsentrasi PM2,5 tertinggi, yakni pada Juni dan Juli, masing-masing 54,5 mikrogram per meter kubik dan 57,2 mikrogram per meter kubik. Sedangkan, bulan-bulan dengan kadar konsentrasi PM2,5 terendah ialah Februari dan November, dengan catatan 24,3 mikrogram per meter kubik dan 23,8 mikrogram per meter kubik.

Untuk di Indonesia, Surabaya menempati peringkat ke-11 sebagai kota di Asia Tenggara yang paling berpolusi. Kemudian, disusul DKI Jakarta diperingkat ke-12 dan Bandung peringkat ke-13.

Sementara Kota Samarinda, Kayu Agung, Banda Aceh, dan Palangkaraya masuk dalam daftar kota-kota dengan polusi udara paling rendah se-Asia Tenggara.


Dampak Lebih Berbahaya

Ilustrasi Polusi Udara Credit: pexels.com/pixabay

Pada Senin, 4 April 2022, Pulau Mediterania Timur Siprus menderita karena konsentrasi debu atmosfer yang tinggi selama tiga hari berturut-turut. Jika dirincikan, beberapa kota mengalami tiga dan hampir empat kali 50 mikrogram per meter persegi yang dianggap normal oleh pihak berwenang.

Para pejabat mengatakan partikel mikroskopis bisa sangat berbahaya bagi anak kecil, orang tua, dan orang sakit.  Materi partikulat memiliki banyak sumber, seperti transportasi, pembangkit listrik, pertanian, pembakaran limbah dan industri, serta dari sumber alami, seperti debu gurun.

Database menunjukkan, negara-negara berkembang sangat terpukul dengan kondisi itu. Contohnya India yang memiliki tingkat PM10 tinggi dan China menunjukkan tingkat PM2.5 yang juga tinggi.


Perlu Adanya Perubahan

Ilustrasi polusi udara. (dok. Pixabay.com/SD-Pictures)

Anumita Roychowdhury, pakar polusi udara di Center for Science and Environment, sebuah organisasi penelitian di New Delhi, India mengatakan bahwa temuan itu mendesak adanya perubahan, sehingga diperlukan aksi memerangi polusi udara.

Ia menambahkan, India dan dunia perlu bersiap untuk perubahan besar dalam mencoba mengurangi polusi udara. Beberapa perubahan itu seperti menggunakan kendaraan listrik, beralih dari bahan bakar fosil, merangkul peningkatan besar-besaran energi hijau, dan memisahkan jenis limbah.

"Kita perlu memprioritaskan akses energi bersih untuk rumah tangga yang paling membutuhkan, dan mengambil langkah aktif untuk membersihkan sektor industri kita," tambahnya.

Sama dengan Council on Energy, Environment and Water, sebuah think tank yang berbasis di New Delhi, menemukan bahwa lebih dari 60 persen beban PM2.5 India berasal dari rumah tangga dan industri. Tanushree Ganguly yang mengepalai program dewan tentang kualitas udara juga turut menyerukan tindakan untuk mengurangi emisi dari industri, mobil, pembakaran biomassa, dan energi domestik.  (Natalia Adinda)

Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya