PPATK Ungkap Praktek Pencucian Uang Bermodus Investasi

Para affiliator menghimpun dana dari investor dengan menggunakan modus seolah-olah investor turut serta dalam penyertaan modal usaha

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Apr 2022, 15:00 WIB
Sejumlah barang bukti uang diperlihatkan saat rilis kasus dugaan investasi ilegal E-Dinar Coin (EDC) Cash.di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/4/2021). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Beragam modus dan cara dilakukan para pemilik investasi ilegal untuk mendapat nasabah kemudian mengelabui mereka hingga merugi.

Seperti yang belakangan tengah marak ramai diperbincangkan dengan tertangkapnya Indra Kenz dan Doni Salmanan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, aset kripto menjadi salah satu sarana pembayaran biaya kepada affiliator untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.

"Berdasarkan hasil analisis PPATK, beberapa modus itu, di antaranya penggunaan voucher yang diterbitkan oleh perusahaan exchanger, transfer dana ke perusahaan penjual robot trading, hingga penyamaran dana yang berasal investasi ilegal melalui sponsorship," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana seperti dikutip Antara, Kamis (8/4/2022).

Ivan menjelaskan modus transfer ke penjual robot trading bertujuan mengelabui bahwa seolah-olah dana tersebut untuk membeli robot trading.PPATK juga menduga para pelaku investasi ilegal menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator.

Mereka menghimpun dana dari investor dengan menggunakan modus seolah-olah investor turut serta dalam penyertaan modal usaha. Selain itu, menggunakan perusahaan penyelenggara transfer dana (payment gateway).

Dugaan tersebut, kata dia, berdasarkan pantauan dan analisis PPATK secara terus-menerus pada transaksi keuangan yang terindikasi terlibat dengan investasi ilegal.

"Kami terus memantau dan menganalisis transaksi keuangan yang terindikasi berafiliasi dengan investasi ilegal. Berdasarkan hasil analisis PPATK, terdapat beragam modus yang digunakan oleh pelaku investasi ilegal dalam upaya pencucian uang yang diduga berasal dari hasil investasi bodong," ujarnya.


Rekening Orang Lain

Suasana rilis kasus dugaan investasi ilegal E-Dinar Coin (EDC) Cash.di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/4/2021). Penyidik Bareskrim Polri menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan investasi ilegal E-Dinar Coin (EDC) Cash. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ivan menduga pelaku menggunakan rekening atas nama orang lain (nominee) untuk menampung dana yang berasal dari investasi ilegal dengan nominal hingga triliunan rupiah.

Pelaku investasi ilegal memberikan iming-iming barang mewah untuk menarik minat calon investor menggunakan perusahaan yang statusnya legal secara hukum (misuse of legal entity). Pelaku menggunakan nominee atas nama saudara pelaku pada wallet exchanger guna menyamarkan pembelian aset kripto di perusahaan exchanger.

Oleh sebab itu, Ivan mengimbau masyarakat untuk waspada dan tidak lagi mudah tergiur dengan berbagai bentuk investasi bodong yang sempat marak.

"Tidak ada investasi yang secara instan bisa menghasilkan keuntungan yang berlimpah. Semua tentu harus melalui mekanisme yang jelas dan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keberhasilan pengelolaan investasinya," ucap Ivan menegaskan.

Ivan memproyeksikan data ini akan terus berkembang mengingat banyaknya transaksi dan dugaan modus oleh pelaku investasi bodong.

Sementara itu, PPATK melakukan kembali penghentian sementara transaksi terkait dengan kasus investasi ilegal dengan total saldo sebesar Rp588 miliar pada 345 rekening yang tersebar di 87 penyedia jasa keuangan.

Selain itu, PPATK juga aktif melakukan koordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain terkait dengan aliran dana ke luar negeri dalam jumlah signifikan dari paper company di Indonesia ke perusahaan pemilik platform investasi ilegal di St. Vincent and The Grenadines (negara di Kepulauan Karibia) dengan transaksi sebesar total 7,91 juta Euro (tepatnya 7.916.557 Euro) atau setara dengan Rp123 miliar pada periode 8 September 2020 sampai dengan 28 Desember 2021.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya