Momentum Ramadhan, Melihat Perjuangan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri

Siapa yang kenal akan sosok Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Ulama yang membesarkan Islam di Indonesia Timur dan dikenal dekat dengan Presiden RI Pertama Sukarno atau Bung Karno.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Apr 2022, 18:45 WIB
Cendekiawan Muslim KH Ahmad Baso. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta Siapa yang kenal akan sosok Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Ulama yang membesarkan Islam di Indonesia Timur dan dikenal dekat dengan Presiden RI Pertama Sukarno atau Bung Karno.

Cendekiawan Muslim KH Ahmad Baso mengatakan, Habib Idrus dikenal sosok yang sederhana. Habim Idrus sebenarnya diangkat menjadi Mufti dan Qadhi di Tarim, Hadramaut, Yaman. Namun dilepaskannya.

Selepas dari sana, mengembara ke Indonesia Timur hanya berbekal niat tulus dan segenggam tanah keramat dari gurunya.

"Kalau ada tanah sama rasa dan harumnya tanah ini dengan tempatmu nanti, itu tempat ideal. Itu nanti berkah tempat itu. Hal ini sudah lazim dalam tradisi tarekat, dan ternyata yg didatangi itu adalah negeri kita, dan Sayyid Idrus itu menemukannya di kota Palu, Sulawesi Tengah," kata KH Baso dalam Program Inspirasi Ramadhan BKN PDI Perjuangan, Jumat (8/4/2022).

Palu bukan kota pertama. Habib Idrus terus berpindah-pindah demi pencarian sejati. Pekalongan, Solo, Jombang, Maluku, Morotai, Bacan, Kalimantan dan Papua adalah sedikit daftar kota dan daerah dari puluhan yang telah ia kunjungi. Tepat pada 1930, ia berusaha mendirikan madrasah Al-Khairaat. Dibanding sapaan Habib atau Sayyid, ia lebih memilih Guru Tua.

Menurut KH Baso, Guru Tua pernah bertemu dengan Presiden Sukarno di Istana Cipanas. melalui suatu pertemuan dengan para ulama se-antero negeri. Lewat pertemuan itulah, disebut menemukan apa yang selama ini dicari, yaitu afirmasi nasionalisme.

 


Syair Indah

KH Baso menyebut, saat Indonesia merdeka, Guru Tua langsung bersikap dan menciptakan syair yang indah tentang Merah Putih dan Soekarno.

"Wahai bendera kemuliaan, berkibarlah di tanah yang sentosa ini. Dan simbol kemuliaan kami adalah merah putih," kata KH Baso sambil menirukan syi’ir Guru Tua.

Dikala Republik Indonesia berusia seumur jagung, pemberontakan bak jamur di musim hujan. Ujian nasionalisme Guru Tua datang dari berbagai sisi.

Tawaran demi tawaran datang untuk mendukung pemberontakan. DI/TII dan PRRI/Permesta dikabarkan pernah bertemu Habib Idrus. Menurut KH Baso, cerita kesaksian ini dia dapat dari cucu Guru Tua.

"Ada utusan dari Kahar Muzakkar dan Permesta. Waktu itu sedang jaya-jayanya nih pemberontakan itu. Mendatangi Habib Idrus. Lalu bilang 'Habib sudahlah nggak usahlah ngomong nasionalisme, Sukarno, merah putih. Gabung sajalah kepada kami. Sebentar lagi kami akan menang ini'," ceritanya.

Bahkan, ada cerita bawa membawa uang untuk membujuk KH Baso. "Apa kata beliau? Batin saya masih sama Soekarno dan sampai matipun saya tetap NKRI," certanya.

 


Jaga Solidaritas

KH Baso merasa yakin PRRI/Permesta ini akan tumbang karena merusak ikatan solidaritas kebangsaan kita. "Karena mencabik-cabik solidaritas itu. Sukarno kan tarikannya ke kemanusiaannya, sedangkan ini (PRRI/Permesta) saling memusuhi anak bangsa ini," Kata dia.

Kisah harumnya berlanjut hingga berkembangnya Yayasan Al-Khairaat ke seantero wilayah Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua. Hal itu tak lepas dari gerakan menebar benih perdamaian dan kebaikan dari yayasan ini. Bahkan, di Sulawesi Utara, kata Kyai Baso, Pesantren Al-Khairaat juga tumbuh di lingkungan umat kristiani.

"Kenapa bisa hidup? Karena sifat gotong-royong membangun masjid, membangun gereja dan juga membangun sekolah-sekolah Al-Khairaat itu sendiri. Inilah rasa solidaritas kebangsaan yang beliau dapatkan," kat adia.

Kiprah patriotisme dan pejuang kemanusiaan yang inspiratif dari Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri ini kini juga diabadikan dalam satu nama bandara terbesar di Palu, Sulawesi Tengah.

Presiden Sukarno pada 1954, memberi nama Mutiara kepada bandara ini karena memperkirakan bandara ini tepat berada di tengah deretan hijau Zamrud Khatulistiwa. Lalu pada 2014, Kementerian Perhubungan menambahkan SIS (Sayyid Idrus bin Salim) Al-Jufri sebagai penghormatan kepada tokoh besar ini. Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, Palu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya