Liputan6.com, Jakarta - Resolusi ketiga dari PBB telah diputuskan: Rusia ditangguhkan dari Dewan HAM organisasi tersebut.
Keputusan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kota New York, Amerika Serikat, pada Kamis 7 April 2022 waktu Jakarta itu dihasilkan lewat pemungutan suara dengan rincian 93 negara mendukung, 24 negara menolak dan 58 negara abstain termasuk Indonesia.
Advertisement
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (9/4/2022), sikap Indonesia memilih abstain dalam Sidang Majelis Umum PBB terkait penangguhan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB, tidak bisa diartikan bahwa Indonesia tidak memiliki keprihatinan yang mendalam atas apa yang terjadi di Bucha, Ukraina.
Faizasyah menambahkan, keputusan abstain itu diambil karena sebelumnya sudah ada gagasan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk membentuk tim investigasi independen yang akan menyelidiki dugaan kejahatan perang yang terjadi di Ukraina.
"Jadi akan lebih baik bila komisi tersebut diberi kesempatan untuk melakukan investigasi. Barulah kita memberikan satu sikap di forum-forum internasional. Karena kita tidak ingin ada satu preseden yang kemudian seakan-akan kita menghakimi sebelum investigasi dilakukan," kata Faizasyah.
Faizasyah mengungkapkan, Indonesia sangat mendukung pembentukan tim penyelidik independen untuk mencari fakta-fakta tentang dugaan kejahatan perang di Ukraina.
Menurutnya, sikap Indonesia yang menunggu hasil inevstigasi tim independen PBB tersebut sejalan dengan pandangan negara-negara lainnya. Menurutnya, menuding secara semena-mena tanpa melalui proses penyelidikan yang baik merupakan preseden buruk.
Faizasyah menegaskan sikap Indonesia tidak bisa diartikan sebagai sikap lemah dalam penegakan HAM. Ia mengatakan, Dewan HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi negara-negara anggota untuk memberikan perpespektif terhadap sebuah isu. Indonesia tidak ingin Dewan HAM hanya menyuarakan pandangan satu pihak saja.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sikap Kehati-hatian Indonesia
Pengamat internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto menjelaskan sikap abstain diambil Indonesia itu sejalan dengan kehati-hatian yang ditempuh pemerintah dalam menyikapi Perang Rusia-Ukraina selama ini.
"Kehati-hatiannya kita punya kepentingan untuk tetap bisa menghadirkan semua pihak anggota G20. Kita tahu salah satu anggota G20 itu adalah Rusia. Mengundang Rusia dinyatakan oleh pemerintah sebagai langkah tegas Indonesia, namun Indonesia juga berhadapan dengan oposisi Amerika terhadap langkah Indonesia itu," ujar Nanto.
Menurut Nanto, sikap abstain itu bermakna bahwa Indonesia tidak pernah setuju dengan langkah Rusia yang menginvasi Ukraina dan menyebabkan jatuhnya korban sipil.
Nanto menambahkan Amerika juga pernah keluar dari Dewan HAM PBB karena menganggap Dewan HAM PBB terlalu keras terhadap Israel.
Pemerintah Indonesia melihat perlunya gencatan senjata untuk menghindari jatuhnya korban sipil yang semakin meningkat. Indonesia memandang penangguhan keanggotaan Rusia akan membuat Rusia menjadi pasif. Indonesia menilai Rusia mestinya tetap diberi peran untuk aktif menyuarakan versi mereka.
Nanto menegaskan kehati-hatian sikap Indonesia ini karena pemerintah tidak ingin terjebak dalam konflik geopolitik antara Rusia dengan negara-negara Barat. Tapi di sisi lain, Indonesia tidak mau korban sipil terus berjatuhan.
Dia berharap sikap abstain itu tidak menurunkan citra, kredibilitas dan komitmen Indonesia terhadap penegakan HAM.
Advertisement
Usulan Amerika Serikat
Usulan pembekuan keanggotaan Rusia dari Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara itu diajukan oleh Amerika Serikat, setelah beredar foto-foto dan rekaman video yang menggambarkan pembantaian warga sipil di Bucha, sebuah kota yang terletak di Provinsi Kiev, Ukraina.
Rusia menjadi negara kedua yang ditangguhkan keanggotaannya di Dewan HAM PBB setelah Libya pada 2011. Rusia pun akhirnya memutuskan keluar dari Dewan HAM PBB.
Rusia berada di tahun kedua dari masa jabatan tiga tahun di dewan HAM PBB.
Rusia adalah salah satu anggota paling vokal di dewan HAM PBB dan penangguhan keanggotaannya akan melarang Rusia berbicara dan memberikan suara, kata para pejabat PBB, meski para diplomatnya masih bisa menghadiri debat.
Dampak lain dari penangguhan keanggotaan ini artinya Rusia tidak dapat membuat keputusan yang mengikat secara hukum.
"Mereka mungkin masih akan mencoba memengaruhi dewan melalui proxy," kata seorang diplomat yang berbasis di Jenewa.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dymtro Kuleba menyambut baik keputusan itu, dengan mengatakan di Twitter: "Tidak ada tempat bagi penjahat perang di badan-badan PBB yang bertujuan melindungi hak asasi manusia."
Daftar Negara Pendukung dan Tolak Pencopotan Rusia dari Dewan HAM PBB
Mengutip situs UN.org, resolusi tersebut menerima mayoritas dua pertiga dari mereka yang memberikan suara, dikurangi abstain, di Majelis yang beranggotakan 193 negara, dengan 93 negara memberikan suara mendukung dan 24 menentang.
58 negara abstain dari proses.
Rusia, China, Kuba, Korea Utara, Iran, Suriah, Vietnam, termasuk di antara mereka yang memberikan suara menentang.
Yang abstain antara lain India, Brasil, Afrika Selatan, Meksiko, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, Qatar, Kuwait, Irak, Pakistan, Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Kamboja.
Pertemuan tersebut menandai dimulainya kembali sesi darurat khusus tentang perang di Ukraina dan menyusul laporan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan Rusia.
Akhir pekan terakhir ini, foto-foto mengganggu muncul dari kota Bucha, pinggiran ibu kota, Kiev, di mana ratusan jasad sipil ditemukan di jalan-jalan dan di kuburan massal setelah penarikan pasukan Rusia dari daerah tersebut.
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mendesak negara-negara untuk mendukung resolusi tersebut.
"Bucha dan lusinan kota dan desa Ukraina lainnya, di mana ribuan penduduk yang damai telah dibunuh, disiksa, diperkosa, diculik dan dirampok oleh tentara Rusia, menjadi contoh seberapa jauh Federasi Rusia telah melangkah jauh dari deklarasi awalnya di domain hak asasi manusia. Itulah sebabnya kasus ini unik dan tanggapan hari ini jelas dan cukup jelas," katanya.
Advertisement