Liputan6.com, Jakarta: Momentum hari raya biasanya sarat ladang usaha. Sebagai contoh, perayaan Lebaran, Natal, dan Tahun Baru tidak pernah terlepas dari beraneka ragam hidangan jenis kue kering. Namun selain diproduksi oleh perusahaan besar, penganan ini pun juga dibuat oleh sejumlah ibu rumah tangga melalui industri rumah. Aktivitas tersebut semakin marak belakangan ini.
Dari tahun ke tahun, hari raya adalah saat yang ditunggu-tunggu ibu rumah tangga yang kerap berusaha membuat dan menjual kue kering. Perkara usaha ini pun beragam. Ada yang hanya bermodalkan Rp 300 ribu rupiah dengan hasil keuntungan sekitar Rp 150 ribu. Namun ada juga yang bermodalkan hingga Rp 5 juta dan menangguk laba sampai tiga kali lipatnya.
Ibu Dudung misalnya. Usaha membuat kue kering untuk pesanan Lebaran dan Natal telah digelutinya sejak sekitar delapan tahun lampau. Saat dirasakannya usaha tadi bakal memberi keuntungannya yang terbilang lumayan, Ibu Dudung melanjutkan pekerjaan ini setiap tahun dengan melibatkan anak dan sanak saudara. Usaha ini memang cukup sukses. Buktinya, untuk setiap tahun, rata-rata dia bisa menjual sekitar 60 stoples kue. Kendati demikian, Ibu Dudung tak berminat mengembangkan usaha yang prospektif ini.
Lain lagi kisah Diana. Wanita yang satu ini mencoba membuat dan memasarkan kue kering setelah sang suami terkena gelombang pemutusan hubungan kerja beberapa waktu lampau. Usahanya itu berbuah sukses besar. Buktinya, kini dia mampu mempekerjakan sekitar delapan orang tetangganya untuk membantu mengerjakan pesanan hingga 1.000 stoples.
Pekerjaan itu pun tak berhenti pada hari raya saja. Jumlah pesanan kue kering milik Diana bisa mencapai sekitar 100 stoples per bulannya. Kendati demikian, ibu rumah tangga ini sengaja tidak membuat toko kue. Alasannya, memberi kesempatan bagi penjual yang mengambil barang produksi darinya.
Untuk bersaing dengan kue kering bermerk, para ibu rumah tangga ini harus menekan margin keuntungan agar harganya bisa bersaing. Meski demikian, mereka tak pernah sekalipun mau mengorbankan mutu dan rasa kue produksinya.(BMI/Mira Permatasari dan Agus Kusnohadi)
Dari tahun ke tahun, hari raya adalah saat yang ditunggu-tunggu ibu rumah tangga yang kerap berusaha membuat dan menjual kue kering. Perkara usaha ini pun beragam. Ada yang hanya bermodalkan Rp 300 ribu rupiah dengan hasil keuntungan sekitar Rp 150 ribu. Namun ada juga yang bermodalkan hingga Rp 5 juta dan menangguk laba sampai tiga kali lipatnya.
Ibu Dudung misalnya. Usaha membuat kue kering untuk pesanan Lebaran dan Natal telah digelutinya sejak sekitar delapan tahun lampau. Saat dirasakannya usaha tadi bakal memberi keuntungannya yang terbilang lumayan, Ibu Dudung melanjutkan pekerjaan ini setiap tahun dengan melibatkan anak dan sanak saudara. Usaha ini memang cukup sukses. Buktinya, untuk setiap tahun, rata-rata dia bisa menjual sekitar 60 stoples kue. Kendati demikian, Ibu Dudung tak berminat mengembangkan usaha yang prospektif ini.
Lain lagi kisah Diana. Wanita yang satu ini mencoba membuat dan memasarkan kue kering setelah sang suami terkena gelombang pemutusan hubungan kerja beberapa waktu lampau. Usahanya itu berbuah sukses besar. Buktinya, kini dia mampu mempekerjakan sekitar delapan orang tetangganya untuk membantu mengerjakan pesanan hingga 1.000 stoples.
Pekerjaan itu pun tak berhenti pada hari raya saja. Jumlah pesanan kue kering milik Diana bisa mencapai sekitar 100 stoples per bulannya. Kendati demikian, ibu rumah tangga ini sengaja tidak membuat toko kue. Alasannya, memberi kesempatan bagi penjual yang mengambil barang produksi darinya.
Untuk bersaing dengan kue kering bermerk, para ibu rumah tangga ini harus menekan margin keuntungan agar harganya bisa bersaing. Meski demikian, mereka tak pernah sekalipun mau mengorbankan mutu dan rasa kue produksinya.(BMI/Mira Permatasari dan Agus Kusnohadi)