Jepang Deteksi Kasus Pertama Covid-19 Omicron XE

Kementerian Kesehatan Jepang mengumumkan telah mendeteksi kasus pertama Covid-19 Omicron XE di negaranya.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 12 Apr 2022, 10:46 WIB
Ilustrasi varian Covid-19 terbaru Omicron XE/ copyright pexels.com

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Jepang mengumumkan telah mendeteksi kasus pertama Covid-19 Omicron XE di negaranya. Temuan ini berasal dari pemeriksaan rutin yang dilakukan di bandara.

Mengutip informasi dari The Japan Times, Selasa (12/4/2022), Omicron varian XE ini terdeteksi pada seorang wanita berusia 30 tahunan yang tiba Bandara Narita, Jepang dari Amerika Serikat pada 26 Maret 2022.

Menurut Kementerian Kesehatan Jepang, wanita tersebut tidak menunjukkan gejala apa pun. Ia diketahui telah menerima dua kali vaksin Pfizer dan baru diketahui positif setelah tiba di Jepang.

Strain Varian XE terdeteksi setelah dilakukan tes sekuensing genetik wanita tersebut oleh otoritas setempat. Saat ini, ia dilaporkan tengah dirawat di fasilitas kesehatan hingga masa karantinanya berakhir.

Untuk diketahui, berdasarkan informasi dari WHO, Omicron XE merupakan rekombinan dari dua varian Omicron yang sudah ada, yakni varian BA.1 dan BA.2.

Data awal penelitian menunjukkan tingkat penularan varian ini kurang sekitar 10 persen lebih tinggi dari Omicron BA.2. Namun, penelitian lebih lanjut mengenai hal ini masih terus dilakukan.

Dari data terbaru, varian Omicron XE sudah ditemukan di Thailand, Inggris, dan India, tapi belum ditemukan di Indonesia. Terkait hal ini, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menuturkan, masyarakat tidak perlu takut berlebihan.

Menurutnya, rekombinasi virus bukan hal baru dan sudah banyak terjadi, termasuk pada virus selain Covid-19. "Selain itu, rasa takut yang berlebih dapat berdampak pada tubuh kita," tuturnya seperti dikutip dari situs Covid19.go.id.

Meski belum ditemukan di Tanah Air, Wiku memastikan Pemerintah akan memantau dan menggunakan data terkini. Pemerintah juga tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berbagai penyesuaian kebijakan. 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Indonesia Menuju Endemi, Target 30 Persen Vaksinasi Booster Akhir Mei 2022

Petugas kesehatan dari Puskesmas Kecamatan Matraman melakukan vaksinasi COVID-19 di SD Negeri 25 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (23/3/2022). Vaksin yang digunakan adalah vaksin AstraZeneca untuk dosis pertama, kedua, dan ketiga (booster). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menuju Indonesia yang endemi COVID-19, Kementerian Kesehatan menargetkan capaian vaksinasi booster sebesar 30 persen akan diraih pada akhir Mei 2022. Target ini sejalan dengan peta jalan (roadmap) yang sudah dirancang dalam upaya menuju ke arah endemi.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menegaskan, target capaian 30 persen vaksinasi booster secara nasional, tidak berhubungan dengan perjalanan mudik Lebaran 2022, yang mana booster menjadi syarat mudik. 

"Awalnya, kita berharap sampai dengan akhir Mei ya 30 persen dari vaksinasi booster sudah tercapai. Tapi target ini sebenarnya tidak berhubungan dengan mudik. Target-target yang kami susun sebenarnya lebih kepada roadmap untuk menuju ke arah endemi," terang Nadia saat diskusi Dialektika Demokrasi - Balada Booster dan Mudik Lebaran di Komplek Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, ditulis Minggu (10/4/2022).

"Mudik ini adalah salah satu ujian kita, karena kalau kita mau menuju ke endemi, kita harus konsisten nih, penularannya (virus Corona) tetap rendah, angka positivity rate rendah, kasus positif dan kematian juga rendah."

Berdasarkan data Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan per 9 April pukul 18.00 WIB, capaian vaksinasi dosis pertama di angka 94,80 persen, vaksinasi dosis kedua 77,4 persen, dan vaksinasi booster di angka 12,80 persen.


Perjalanan Mudik Masif, Perlu Vaksinasi Booster

Petugas kesehatan menyiapkan vaksin booster COVID-19 di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Senin (4/4/2022). Vaksinasi yang diselenggarakan Polri ini diikuti warga sekitar dan pedagang Pasar Tanah Abang yang berencana mudik Lebaran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Siti Nadia Tarmizi menambahkan, sejak ada relaksasi terkait pelaku perjalanan dalam negeri memang sudah terjadi peningkatan jumlah pelaku perjalanan. Adanya mudik, yang ditandai mobilitas pelaku perjalanan sangat masif pun membuat Pemerintah memutuskan syarat vaksin booster.

"Mudik sebenarnya kan menambahkan satu syarat booster. Tadinya sih kalau sudah vaksin dua kali, sebenarnya kan sudah enggak harus periksa PCR atau antigen," tambahnya.

"Tapi sekarang vaksin tiga kali baru itu yang bebas PCR dan antigen. Kenapa? Karena jumlah mobilitas yang tinggi (saat mudik), ada kecenderungan peningkatan kasus terjadi. Padahal. kita sedang berusaha menekan terus kasus."

Pengendalian COVID-19 agar kasus tetap terkontrol supaya situasi endemi Indonesia dapat terwujud, yang mungkin akan terjadi setelah Ramadhan dan mudik Lebaran.

"Jadi, kasus COVID-19 kita harus tetap terkendali pada level yang sangat serendah mungkin, sehingga kita benar-benar bisa nih mewujudkan situasi endemi. Coba kita bayangkan kalau misalnya kasus naik lagi, kita enggak pernah akan bisa menyelesaikan masalah pandemi," pungkas Nadia. 


Vaksinasi COVID-19 Lengkap Terus Dikejar

Di sisi lain, Indonesia juga menargetkan 70 persen populasi penduduk dari 270 juta orang tervaksinasi lengkap pada akhir Mei 2022. Target ini sejalan dengan target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Bahwa setiap negara di dunia harus mencapai target vaksinasi 70 persen penduduknya demi mengakhiri pandemi COVID-19.

Siti Nadia Tarmizi menekankan, hal itu harus dicapai Indonesia. Dalam hal ini, tak hanya booster yang dikejar, melainkan vaksinasi COVID-19 lengkap juga menjadi prioritas.

"Nah, kita capai dulu di Indonesia pada bulan Mei. Jadi, secara bersamaan melengkapi dosis kedua itu tetap menjadi prioritas," tegasnya.

"Karena kita tahu, enggak ada gunanya, banyak orang yang booster, tapi vaksinasi dosis keduanya enggak lengkap. Itu nanti jadi kelemahan kita. Ditambah dengan mobilitas yang tinggi, akan menjadi potensi peningkatan kasus COVID-19 yang besar." 

(Dam/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya