Imbas Perang Rusia-Ukraina, 13,1 Juta Penduduk Dunia Bakal Kelaparan

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memperkirakan dampak perang Rusia-Ukraina di sektor pangan akan terasa.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Apr 2022, 17:30 WIB
Warga beraktivitas di permukiman kumuh Muara Baru, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia turun menjadi 26,5 juta orang per September 2021 dari sebelumnya mencapai 27,54 juta orang pada Maret 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memperkirakan dampak perang Rusia-Ukraina akan menambah 7,6 -13,1 juta orang kelaparan di seluruh dunia. Mengingat, kedua negara yang tengah bersitegang tersebut merupakan produsen pangan dunia.

"Perang Rusia-Ukraina akan menambah 7,6 -13,1 juta orang kelaparan di seluruh dunia, dan Indonesia tidak termasuk dalam kategori tersebut," katanya dalam dalam Minister Talk di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok (12/4).

Menko Luhut menyampaikan, Rusia dan Ukraina tidak hanya berperan penting dalam sektor pangan global. Melainkan juga berkontribusi besar terhadap ekspor komoditas energi, dan logam dunia.

Akibatnya, Perang Rusia-Ukraina memicu kenaikan inflasi di berbagai negara, terutama didorong oleh meningkatnya harga energi dan pangan.

"Kenaikan harga minyak, gandum, dan jagung meningkatkan nilai kebutuhan impor dari negara-negara seperti Mesir, Pakistan, Srilanka, dan Tunisia," bebernya.

Oleh karena itu, dia menilai Indonesia harus kuat dalam produksi dalam negeri. Hal ini salah satunya untuk meningkatkan ketahanan pangan domestik.

"Pascapandemi, tantangan juga akan muncul dalam hal perubahan berbagai aspek sosial ekonomi dan teknologi. Di antaranya perubahan sistem kesehatan, akselerasi otomasi dan digitalisasi, peningkatan peran Artificial Intelligence (AI) & Big Data, perubahan Global Value Chain, peningkatan tren telework, dan green recovery menghadapi tantangan climate change," imbuhnya mengakhiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Waspada, Pemulihan Ekonomi RI Terancam Perang Rusia-Ukraina

Anak-anak dengan latar gedung bertingkat menikmati minuman di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perang Rusia-Ukraina merupakan ancaman terhadap pemulihan perekonomian Indonesia yang saat ini masih berada dalam kondisi rapuh akibat hantaman pandemi Covid-19. Tekanan yang dihadapi Indonesia kian bertambah karena tahun 2022 ini Indonesia juga memegang presidensi konferensi G20.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri

"Sebagaimana kita ketahui, Amerika mengancam akan memboikot konferensi G20, jika acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Rusia,” ujar Yose Rizal Damuri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).

Rusia merupakan pemasok bahan mentah yang penting bagi perekonomian dunia, menduduki posisi sebagai eksportir minyak terbesar keempat di dunia dengan rata-rata nilai ekspor 7,4 juta barel per hari. Ukraina juga merupakan negara pengekspor gandum yang besar di dunia.

Hal ini menjadikan konflik di antara kedua negara memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia, terutama pada sektor komoditas dan energi. 

 


Pertumbuhan Ekonomi Turun

Sebuah kereta melintas di kawasan Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ia menambahkan, akibat konflik ini, lembaga OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memperkirakan, penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 percentage point.

Ini angka yang besar sekali, karena pertumbuhan perekonomian dunia belum pulih sepenuhnya. Dampak yang tidak sedikit juga tampak pada inflasi. Padahal, saat ini inflasi sudah tinggi akibat disrupsi pasokan bahan baku selama pandemi. Invasi Rusia kemungkinan akan memperparah tingkat inflasi, terutama bagi negara konsumen energi, seperti Indonesia.

Bagi Indonesia, dampak langsung konflik Rusia-Ukraina sebenarnya tidak terlalu signifikan, karena kedua negara tersebut bukan mitra dagang utama kita.

Namun, tetap saja, Indonesia harus melakukan langkah antisipasi, karena kita mengimpor gandum dan bahan pangan lain dari kedua negara tersebut. Yang pasti, konflik antara kedua negara tersebut akan mempengaruhi rantai pasokan bahan baku ke dalam negeri. 

“Dampak tidak langsung datang dari imbas konflik pada perekonomian negara-negara Uni Eropa (UE) dan negara lain yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Dampak tidak langsung ini tidak selalu negatif, karena dengan rusaknya hubungan dagang antara Rusia dan negara lain, kita bisa mendapatkan windfall benefit akibat pengalihan aktivitas ekonomi ke Indonesia. Sebagai contoh, produk CPO (crude palm oil) dari Indonesia harganya jadi meningkat. Sekarang tinggal bagaimana caranya kita mengatur agar dampak negatif dan positif ini bisa seimbang,” ungkapnya.

 


Antisipasi

Pengunjung berada di dalam Lotte Shopping Avenue, Jakarta, Selasa (1/3/2022). Kemenko Perekonomian memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2022 capai 5,2 persen dipicu efektivitas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional hingga memasuki kuartal IV-2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menghadapi berbagai masalah ini, Indonesia perlu segera melakukan langkah antisipasi yang diperlukan, yaitu:

Pertama, tetap mempertahankan perekonomian terbuka dan tidak protektif. Perekonomian terbuka amat menolong untuk keluar dari krisis ekonomi atau paling tidak mencegah krisis kian membesar. 

Kedua, aktif mencari berbagai sumber pasokan alternatif. Sumber pasokan alternatif mesti giat dicari, karena kita tidak bisa mendapatkan barang dari Rusia dan Ukraina. Ini saling berhubungan, yang memungkinkan kita bisa mengimpor barang, jika diperlukan.

Ketiga, mempersiapkan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih berhati-hati untuk mencegah peningkatan inflasi.

Keempat, Menyiapkan jaring pengaman sosial yang lebih efektif, dengan memanfaatkan windfall benefit dari kenaikan harga komoditas internasional.

Kelima, menjadikan ini momentum untuk transisi energi dan skema ketahanan pangan yang lebih baik. Transisi energi akan meningkatkan kemandirian dan kestabilan pengadaan energi Indonesia sehingga meningkatkan resiliensi perekonomian kita terhadap masalah terkait ketahanan energi.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya