BI Yakin Inflasi RI 2022 Mentok di 4 Persen, Dibayangi Lonjakan Harga Pangan

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimis angka inflasi tahun 2022 tetap terjaga dikisaran 2 sampai 4 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2022, 12:10 WIB
Aktivitas jual beli beli di pasar kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Bank Indonesia memproyeksikan terjadi inflasi di Januari 2020 bersumber dari beberapa komoditas pangan yang mengalami tekanan harga, di antaranya telur ayam akan berkontribusi juga ke inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimis angka inflasi tahun 2022 tetap terjaga dikisaran 2 sampai 4 persen. Hal ini menjawab keresahan masyarakat atas kenaikan sejumlah komoditas akibat perang Rusia dan Ukraina.

"Secara keseluruhan asesmen kami sejauh ini. Kami masih confident, inflasi masih bisa terjaga di sasaran 2-4 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia dalam acara konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu (13/4).

Meski begitu, Perry mengakui konflik antara Rusia dan Ukraina berpotensi mengerek laju kenaikan harga pangan hingga komoditas energi. Mengingat, kedua negara yang bersitegang tersebut merupakan salah satu produsen pangan dan energi global.

"Tidak dipungkiti tekanan geopolitik meningkatkan tekanan harga. Yang suda terjadi sekarang tekanan harga pangan dan juga harga energi," bebernya.

Untuk itu, Bank Indonesia bersama KSSK akan terus aktif dalam melakukan pemantauan harga pangan maupun energi terkait perkembangan konflik Rusia dan Ukraina.

Selain itu, Bank Indonesia bersama pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga pangan. Antara lain dengan meningkatkan koordinasi erat dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

"Tentu saja, kami akan terus memantau kenaikan harga ke depannya," tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


BI Ramal Inflasi 0,68 Persen di April 2022 Gara-Gara Minyak Goreng

Pedagang menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (5/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2020 sebesar 0,08% yang disebabkan permintaan barang dan jasa turun drastis akibat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, hasil Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia (BI) menyatakan, perkembangan harga pada minggu pertama April 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,68 persen secara bulanan atau month-to-month (mtm). Secara tahun kalender sebesar 1,89 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,20 persen (yoy).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyatakan, komoditas utama penyumbang inflasi April 2022 sampai dengan minggu pertama yaitu minyak goreng sebesar 0,24 persen secara mtm. Diikuti bensin 0,18 persen secara mtm, daging ayam ras 0,08 persen secara mtm.

Selanjutnya, bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen mtm, cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar 0,03 persen mtm, sabun detergen bubuk/cair sebesar 0,02 persen mtm. Kemudian, daging sapi, bawang putih, tempe, jeruk, bayam, kangkung, ayam goreng, dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01 persen mtm.

"Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu tomat -0,02 persen secara mtm dan angkutan udara -0,01 persen secara mtm," Kata Erwin dalam keterangannya, Senin (11/4).

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

"BI juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," tandasnya.


Beruntung! Inflasi Indonesia Tak Menggila seperti AS dan Turki

Pengunjung membeli kebutuhan pokok di Pasar Lembang, Tangerang, Selasa (24/8/2021). Bank Indonesia (BI) memperkirakan, Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi akan berlanjut pada bulan Agustus 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pangan Nasional / NFA (National Food Agency) berupaya untuk terus jaga inflasi pangan Indonesia, sebagai langkah konkrit wujudkan ketahanan pangan nasional.

“Inflasi di dalam negeri masih relatif terjaga yaitu diangka 2,6  persen, masih relatif normal jika dibandingkan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat 7,9 persen, Uni Eropa 7,5 persen, Turki 54,4 persen yang kian merangkak naik," kata Kepala Badan Pangan Nasional/NFA Arief Prasetyo Adi, dikutip Minggu (9/4/2022)

Arief menambahkan invasi Rusia-Ukraina memang berdampak pada komoditas pangan global, namun demikian Inflasi Indonesia masih terjaga dengan baik.

Pemerintah berkomitmen untuk menjaga inflasi di kisaran 2-5 persen agar tidak memberatkan masyarakat. Hal ini pun sejalan dengan yang diamanahkan Presiden Joko Widodo untuk jaga Ketahanan Pangan Indonesia.

Kendati begitu, dia tak menampik kenaikan harga pangan secara global memang sudah terjadi sebelum satu bulan belakangan ini.

“Seperti hari ini memang kondisi di global demikian, kemudian solusinya apa. Nah solusinya ini gak bisa parsial, harus komprehensif dari seluruh stakeholder pangan. Kondisi ini tentu menjadi perhatian pemerintah, kebijakan subsidi kepada produsen pangan untuk beberapa komoditas sudah dilakukan seperti subsidi jagung dan kedelai,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi global ini kesempatan untuk berdaulat mengoptimalkan produksi di dalam negeri, sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan  ketahanan ekonomi dengan menjaga ketahanan pangan, importasi sebagai alternatif dan pelengkap stok pangan jika produksi dalam negeri belum mencukupi. 


Inflasi Indonesia Diprediksi Tak Kena Imbas Kondisi Global

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut inflasi Indonesia tak akan meningkat tajam. Ini merespons kondisi global yang menantang termasuk dampak perang Rusia-Ukraina.

Wimboh membeberkan, sejumlah tantangan yang dihadapi dunia saat ini. Mulai dari perang Rusia-Ukraina, hingga kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Dengan kenaikan ini, tingkat inflasi akan terdampak dan perlahan meningkat.

“Indoneisa mudah-mudahan lah toh kalau kita menerima spillover dari kondisi tersebut kita perkirakan mudah-mudahan tidak lebih dari 4 persen. Sekarang masih dibawah 3 persen, jadi tidak ada masalah,” katanya saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Syiah Kuala, Jumat (8/4/2022).

Ini jauh lebih baik ketimbang tingkat inflasi yang dihadapi oleh negara lain. sebagai contoh, Amerika Serikat yang tercatat mengalami inflasi hingga 7,5 persen. ini disebut Wimboh pertama kali dalam sejarah AS mencatatkan inflasi setinggi ini.

“Dan juga Eropa bahkan Turki sudah diatas 50 persen,” katanya.

Ia menyebut, yang memengaruhi ini, adalah sejumlah tantangan yang terjadi di dunia. Perang Rusia-Ukraina, kata Wimboh memperparah keadaan karena keduanya termasuk pemasok energi dan komoditas terbesar di seluruh penjuru dunia.

“Memang ini pasti distribusi terganggu, bahkan pasca covid-19 pun (sudah) terganggu. Kapal-kapal (logistik) tidak siap, sehingga kita sudah mulai bangkit ekonominya, (tapi) barang-barang kurang karena distribusinya terganggu, ditambah perang lagi,” katanya.

Akibat perang ini, harga sejumlah komoditas dan energi pun mengalami kenaikan. Terbaru, pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertamax ke angka Rp 12.500 perliter.

“Tidak heran kalau kemarin pemreitnah menaikkan harga pertamax jadi Rp 12.500 karena beban ini gak bisa dibebankan ke pemerintah semua,” katanya.

“Hal ini tantangan dan ini kedepan pasti pengusaha terganggu juga. Minyak goreng, kalau ini bukan karena impor ya tapi karena distribusi domestik,” imbuh dia.  4 dari 4 halaman

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya