Liputan6.com, Jakarta Polri tengah bergerak cepat membentuk Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), menyusul disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang.
"Polri menyambut baik dengan pengesahan RUU TPKS dalam rangka bentuk perlindungan kepada perempuan. Polri tetap konsisten mempercepat usulan Direktorat PPA di tingkat Bareskrim dan ditindaklanjuti juga sampai dengan tingkat Polda dan Polres," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Rabu (13/4/2022).
Advertisement
Dengan adanya UU TPKS ini, lanjut Dedi, diharapkan penyidik dapat menjerat siapa saja yang terbukti melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
"Guna dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan yang terpenting dapat memitigasi maksimal kekerasan seksual terhadap korban," jelas dia.
Dedi menyatakan, pembentukan Direktorat PPA di tingkat Bareskrim Polri tersebut tentunya akan dibahas bersama instansi terkait lainnya seperti KemenPAN-RB, Kemenkumham, hingga Setneg. Sejauh ini pun sudah disiapkan ajuan atau usulan perihal tersebut.
"Polri akan terus mengakselerasi usulannya karena harus diterbitkan Keputusan Presiden untuk pembentukan organisasi baru, jadi perlu proses," Dedi menandaskan.
Disahkan dalam Rapat Paripurna oleh Ketua DPR RI, Jadi Momen Bersejarah
DPR RI telah mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani.
Tak hanya dihadiri anggota Dewan, paripurna kali ini juga dihadiri berbagai komunitas dan aktivis perempuan pendukung RUU TPKS.
Usai mendengar laporan Baleg terkait pembahasan RUU TPKS. Puan menanyatakan kepada seluruh fraksi persetujuan fraksi terkait RUU TPKS.
"Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang," tanya Puan, Selasa (12/4/2022).
"Setuju," jawab peserta sidang disambut tepuk tangan peserta sidang.
Beberapa peserta sidang dari komunitas perempuan nampak meneteskan air mata usai Puan mengetuk palu pengesahan.
Sebelumnya, puan mengatakan, rapat paripurna kali ini akan menjadi tonggak bersejarah salah satu perjuangan masyarakat.
"Rapat paripurna hari ini merupakan momen bersejarah yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hari ini RUU TPKS akan disahkan dan menjadi bukti perjuangan bagi korban-korban kekerasan seksual," kata Puan.
RUU TPKS sendiri sudah diperjuangkan sejak tahun 2016 dan pembahasannya cukup mengalami dinamika, termasuk berbagai penolakan.
Advertisement
Jadi Hadiah untuk Seluruh Perempuan Indonesia
Puan Maharani juga sempat menyebutkan bahwa pengesahan RUU TPKS merupakan hadiah bagi perempuan di Indonesia. Pada kesempatan inilah, Puan mulai meneteskan air mata.
"Pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang menjadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia. Apalagi menjelang diperingatinya Hari Kartini," kata Puan.
"Ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita, karena UU TPKS adalah hasil kerja sama bersama sekaligus komitmen bersama kita," Puan menambahkan.
Bahkan, lewat disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual hari ini, Puan juga mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk terus semangat.
"Oleh karenanya, perempuan Indonesia tetap dan harus selalu semangat. Merdeka," ujar Puan.
Puan pun kemudian mulai meneteskan air mata kembali saat mengucapkan terima kasih pada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati serta seluruh jajarannya.
"Melalui forum ini sekali lagi kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya pada saudari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta jajarannya," kata Puan.
Macam-Macam Kekerasan Seksual di RUU TPKS yang Telah Disahkan dan Hukumannya
Ada 9 tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam perundangan tersebut. Pada ayat 1 Pasal 4 UU TPKS disebutkan, tindak pidana kekerasan seksual meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, ada tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang diatur dalam ayat 2 pasal yang sama, yakni:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masing-masing jenis kekerasan seksual tersebut mengatur hukuman yang berbeda-beda. Di antara hukumanya hingga mencapai ratusan juta rupiah. Berikut rincian hukuman kekerasan seksual yang dikutip dari draf RUU TPKS yang telah disetujui:
- Pelecehan Seksual Nonfisik
Pasal 5
Disebutkan Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yangditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
- Pelecehan Seksual Fisik
Pasal 6
a. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
b. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratusjuta rupiah).
c. Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 7
(1) Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak.
Pemaksaan Kontrasepsi hingga Perkawinan- Pemaksaan Kontrasepsi
Pasal 8
Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 9
Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, dipidana karena pemaksaan sterilisasi, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Pemaksaan Perkawinan
Pasal 10
(1) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, ataumenyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan oranglain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyakRp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. perkawinan Anak;b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya;atauc. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.
Penyiksaan Seksual- Penyiksaan Seksual
Pasal 11
Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan:
a. intimidasi untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga
b. persekusi atau memberikan hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya dan/atau
c. mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/atau seksual dalam segala bentuknya, dipidana karena penyiksaan seksual, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 12
Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuhseksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satumilyar rupiah).
- Eeksploitasi Seksual
Pasal 13
Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawahkekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).
Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik- Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik
Pasal 14
(1) Setiap Orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman ataugambar atau tangkapan layar; dan/atau
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual
c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:
a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
b. menyesatkan dan/atau memperdaya,seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidakmelakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(3) Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas.
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan demi kepentingan umum atau untuk pembelaan atas dirinya sendiri dari Tindak Pidana KekerasanSeksual, tidak dapat dipidana.
(5) Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan Anak atau Penyandang Disabilitas, adanya kehendak ataupersetujuan Korban tidak menghapuskan tuntutan pidana.
Advertisement