, Jakarta - Dua tahun setelah pariwisata terhenti, para pelancong kembali ke Asia Tenggara setelah aturan karantina COVID-19 dicabut. Tetapi pemulihan akan lambat dan tidak merata.
Menurut data perusahaan perjalanan ForwardKeys, pemesanan penerbangan internasional ke Asia Tenggara pada akhir Maret 2022 lalu baru mencapai 38% dari tingkat pra-pandemi COVID-19. Kendati demikian dilaporkan terjadi peningkatan tajam selama tiga bulan terakhir, terutama di Singapura dan Filipina.
Advertisement
"Kami adalah yang pertama memotong semua birokrasi," kata Menteri Pariwisata Filipina Bernadette Romulo-Puyat seperti dikutip dari DW Indoneisa, Kamis (14/4/2022).
"Wisatawan cukup senang karena setibanya di sini, mereka bebas bepergian," jelas Bernadette Romulo-Puyat.
Banyak negara di Asia Tenggara sudah membuka sektor pariwisata untuk para pelancong yang sudah vaksinasi COVID-19 dosis penuh. Para pelancong hanya perlu melakukan tes antigen cepat sebelum kedatangan dan saat tiba di tujuan, seperti misalnya di Indonesia.
Tapi beberapa negara masih memberlakukan aturan lebih ketat, misalnya Thailand, yang sebelum pandemi adalah tujuan wisata paling populer di kawasan.
Persyaratan Masuk Merepotkan Pelancong
Data ForwardKeys menunjukkan, pemesanan penerbangan ke Singapura dan Filipina masing-masing mencapai 72% dan 65% dari level 2019, sementara ke Thailand hanya mencapai 24%.
"PCR saat kedatangan dapat menelan biaya 2.000-2.500 baht (sekitar 850 ribu sampai 1 juta rupiah) dan birokrasinya kadang rumit," kata Marisa Sukosol Nunbhakdi, presiden Asosiasi Hotel Thailand. Aturan itu dilihat sebagai hambatan oleh banyak turis, jelasnya.
"Jika negara lain tidak memberlakukan persyaratan masuk yang rumit, orang lebih suka pergi ke sana ... tidak repot," lanjutnya.
"Thailand akan membutuhkan waktu hingga 2026 untuk melakukan pemulihan penuh", kata gubernur bank sentral Thailand Sethaput Suthiwartnarueput hari Senin (11/4). Pada tahun 2019, sektor pariwisata menyumbang sekitar 12% produk domestik bruto (PDB) negara gajah putih itu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hampir Tak Ada Wisatawan dari China
Profil wisatawan internasional ke Asia Tenggara juga telah bergeser. Sebelum pandemi COVID-19, kelompok wisatawan mancanegara terbesar di Asia berasal dari China. Namun kini, negara itu terkunci oleh pandemi corona.
Lebih seperempat dari sekitar 40 juta wisatawan yang berkunjung ke Thailand pada 2019 berasal dari China. Tahun ini, negara itu hanya mengharapkan antara 5 juta dan 10 juta kedatangan internasional, terutama dari Malaysia dan negara tetangga Asia Tenggara lainnya.
Di Asia Tenggara, 30% dari wisatawan asing yang datang sepanjang tahun ini, berasal dari Eropa. Itu merupakan kenaikan dari angka tahun 2019, yaitu 22%. Sementara pangsa turis yang berasal dari Amerika utara juga meningkat lebih dua kali lipat, dari 9 persen tahun 2019 menjadi 21% saat ini, menurut ForwardKeys. Wisatawan dari Asia hanya mencapai 24% sepanjang tahun ini, dibandingkan 57% pada 2019.
Sektor perjalanan dan pariwisata adalah sumber pendapatan penting bagi Asia Tenggara - yang terkenal dengan pantai pasir putihnya, arsitektur bersejarah dan iklim yang hangat. Sektor ini menyumbang 380,6 miliar dollar ke PDB Asia Tenggara pada 2019, atau 11,8% dari total PDB, menurut data World Travel & Tourism Council.
Advertisement
Kualitas Udara Asia Tenggara Masuk Daftar Terburuk di Dunia, Indonesia Peringkat Berapa?
Polusi udara masih jadi masalah utama di banyak negara. Hampir semua orang di dunia dilaporkan menghirup udara yang tidak memenuhi standar. Dengan begitu, Badan Kesehatan PBB menyerukan tindakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan polutan sehingga menyebabkan masalah pernapasan, aliran darah, bahkan jutaan kematian yang dapat dicegah setiap tahun.
Dilansir dari Japan Today, Kamis (7/4/2022), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pembaruan data tentang kualitas udara di berbagai kota di dunia. Laporan terbaru Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 dari WHO menyebutkan negara-negara paling berpolusi ini adalah negara-negara dengan konsentrasi PM2,5.
Polusi partikel halus, yang dikenal sebagai PM2,5, umumnya diidentifikasi sebagai polutan paling berbahaya. Dalam pantauan secara luas, polutan udara ini telah jadi salah satu kontributor penyakit, seperti asma, stroke, penyakit jantung, dan paru-paru.
Polusi partikel halus atau PM2,5 juga telah menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun. Selain itu, WHO mengatakan, 99 persen dari populasi global menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara.
Kualitas udara paling buruk tercatat di wilayah Mediterania Timur, seperti Siprus, lalu di Asia Tenggara dan disusul Afrika. Udara berkualitas buruk ini berarti terdapat beberapa partikel yang dapat menembus jauh ke dalam paru-paru. Nantinya, udara itu memasuki pembuluh darah dan arteri, sampai berisiko menyebabkan penyakit.
"Setelah selamat dari pandemi, tidak dapat diterima bahwa terdapat 7 juta kematian karena polusi udara," ujar Dr. Maria Neira selaku kepala departemen lingkungan, perubahan iklim, dan kesehatan WHO.
"Namun, terlalu banyak investasi yang masih tenggelam ke dalam lingkungan yang tercemar daripada di udara yang bersih dan sehat," sambungnya.
Seluruh Kegiatan Hiburan Malam di Singapura Beroperasi Kembali dengan Pengawasan Ketat
Semua bisnis kehidupan malam, termasuk klub dan diskotik di Singapura akan diizinkan untuk dibuka kembali sepenuhnya mulai 19 April. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah pelonggaran COVID-19 Singapura baru-baru ini.
Menurut Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) dan Kementerian Dalam Negeri (MHA) Singapura dalam rilis media bersama yang dilansir Channel News Asia, Senin (4/4/2022), semua tempat hiburan malam akan dikenakan langkah-langkah manajemen aman yang diberlakukan pada gerai makanan dan minuman (F&B), toko ritel minuman keras, dan pertunjukan langsung jika berlaku, kata pihak berwenang Singapura.
Untuk bisnis kehidupan malam di mana menari di antara pelanggan adalah salah satu kegiatan yang dimaksudkan - seperti klub malam dan diskotek - pelanggan harus menunjukkan hasil tes antigen negatif sebelum memasuki tempat itu. Tes antigen harus diawasi oleh penyedia tes yang disetujui Kementerian Kesehatan Singapura, baik secara langsung atau jarak jauh.
Tes COVID-19 akan berlaku selama 24 jam sejak saat hasil tes. "Pelanggan harus dites sebelum memulai kunjungannya; dan paling lama 24 jam sebelum akhir kehadiran di acara atau kegiatan tersebut," kata MTI dan MHA.
Advertisement