Trader Terbesar Dunia akan Setop Beli Minyak Mentah Rusia pada Akhir 2022

Vitol Group akan menghentikan perdagangan minyak mentah dengan Rusia pada akhir tahun 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Apr 2022, 11:45 WIB
Perusahaan minyak terbesar di dunia, Vitol Group akan menghentikan pembelian minyak mentah dari Rusia pada akhir tahun. (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan trader terbesar di dunia, Vitol Group akan menghentikan pembelian minyak mentah dari Rusia pada akhir tahun. 

Dilansir dari CNN Business, Kamis (14/4/2022) sebuah sumber yang mengatakan bahwa perusahaan energi dan komoditas yang berbasis di Belanda itu juga tidak akan melakukan transaksi minyak mentah dan produk baru Rusia.

Kabar mengenai langkah oleh Vitol itu pertama kali dipublikasikan oleh Bloomberg. Namun, Vitol belum memberikan komentar atau mengkonfirmasi kabar tersebut.

Sebagai informasi, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia telah mengumumkan pelarangan minyak Rusia sejak konflik di Ukraina terjadi pada Februari 2022.

Perusahaan-perusahaan besar termasuk Shell, Total Energies dan Neste juga telah berhenti membeli minyak mentah Rusia, dan mengatakan mereka akan melakukannya pada akhir tahun 2022. 

Di sisi lain, minyak Rusia telah menjadi kebutuhan bagi banyak pembeli. Hal itu membuat patokan minyak mentah Ural diperdagangkan dengan diskon yang semakin luas di pasar dunia.

Minyak mentah Ural sekarang ditawarkan sekitar USD 34 per barel - lebih rendah dari minyak mentah Brent.

Badan Energi Internasional memperkirakan bahwa pasokan minyak Rusia akan turun 1,5 juta barel per hari pada April ini, dan bisa turun sebanyak 3 juta per hari mulai Mei 2022.

"Sementara beberapa pembeli, terutama di Asia, meningkatkan pembelian barel Rusia yang didiskon tajam, pelanggan tradisional mengurangi," kata badan tersebut.

"Untuk saat ini, tidak ada tanda-tanda peningkatan volume ke China," bebernya.


Pendapatan Vitol Tahun Lalu Capai USD 279 Miliar

Ilustrasi Tambang Minyak. (Liputan6.com/M.Iqbal)

Tahun lalu, Vitol mendapat pendapatan hampir dua kali lipat sebesar USD 279 miliar karena permintaan global untuk minyak bangkit kembali setelah ekonomi mulai pulih dari pandemi.

Menurut situs webnya, perusahaan itu memperdagangkan 7,6 juta barel minyak mentah dan produk minyak lainnya per hari tahun lalu.

Jumlah penjualan itu pun melebihi ekspor minyak mentah harian Rusia, yang diperkirakan IEA sekitar 4,7 juta barel pada 2021.

Dari jumlah itu, sekitar 2,4 juta barel per hari dikirim ke Eropa.

Selain itu, ada tanda-tanda bahwa Uni Eropa bisa jadi akan berhenti menggunakan minyak Rusia.

Pekan lalu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan blok itu sedang mempertimbangkan embargo minyak sebagai bagian dari putaran sanksi baru.

Dampak kumulatif dari embargo yang meluas ini dapat berupa harga minyak yang lebih tinggi secara global karena pembeli berebut untuk mengganti pasokan.

Rusia adalah pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi, dan menyumbang 14 persen dari pasokan global tahun lalu, menurut IEA.

Harga minyak mentah Brent, yang merupakan patokan global, melonjak pada awal Maret 2022 untuk secara singkat melewati USD 139 per barel - tertinggi 14 tahun - tetapi sejak itu jatuh kembali ke sekitar USD 107.

Pelepasan terkoordinasi 240 juta barel dari Amerika Serikat dan negara-negara anggota IEA dapat membantu meringankan harga dan menebus hilangnya pasokan minyak mentah dari Rusia.


Hengkang dari Rusia, Shell Harus Rela Hilang Aset Rp 71,8 Triliun

Ikon Shell (Foto: telegraph.co.uk)

Shell mengumumkan penurunan nilai aset berkisar USD 4 dan USD 5 miliar atau setara Rp 71,8 triliun setelah gulung tikar dari Rusia. 

Pengumuman tersebut semakin menyoroti potensi dampak keuangan bagi perusahaan minyak negara Barat yang keluar dari Rusia karena konflik di Ukraina.

"Untuk hasil kuartal pertama 2022, dampak pasca pajak dari penurunan nilai aset disebabkan oleh berbagai biaya tambahan (misalnya penghapusan piutang, kerugian kredit, dan perubahan kontrak) yang berkaitan dengan aktivitas di Rusia diperkirakan berkisar USD 4 hingga USD 5 miliar," kata Shell dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC International.

Shell melanjutkan, penurunan nilai aset setelah pajak pada kuartal pertama ini tidak akan memengaruhi pendapatan perusahaan.

"Biaya ini diyakini dapat diidentifikasi dan oleh karena itu tidak akan memengaruhi penghasilan yang disesuaikan," jelas Shell.

Perusahaan AS tersebut akan mengeluarkan laporan pendapatan kuartal pertamanya pada 5 Mei mendatang.

Harga saham Shell turun 1,8 persen di awal perdagangan Kamis (7/4). Perusahaan itu sebelumnya telah menyatakan bahwa writedown aset di Rusia bernilai sekitar USD 3,4 miliar.

Pada 8 Maret 2022, Shell terpaksa meminta maaf karena membeli pengiriman minyak dari Rusia dengan diskon besar-besaran dua pekan setelah pecahnya konflik di Ukraina. 

Tak lama setelah itu, Shell mengumumkan tidak akan lagi membeli minyak mentah dari Rusia dan akan menutup stasiun layanan, bahan bakar penerbangan dan operasi pelumas di negara itu.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya