Liputan6.com, Jakarta - Pasar kripto sempat anjlok beberapa hari terakhir, bahkan harga Bitcoin sempat terjun bebas di bawah USD 40.000 atau sekitar Rp 574,9 juta terendah sejak pertengahan Maret 2022.
Namun, pada Kamis (14/4/2022) berdasarkan data dari Coinmarketcap, Bitcoin rebound dan harganya kembali naik di kisaran USD 41.000. Apakah momen kenaikan ini akan bertahan lama untuk pasar kripto?
Advertisement
Menurut Chief Executive Officer sekaligus analis Litedex Protocol, Andrew Suhalim mengatakan momentum bullish Bitcoin tak bertahan lama setelah harganya kembali ke level USD 40.000.
"Hal ini disebabkan oleh beberapa sentimen negatif, seperti kebijakan bank sentral Amerika atau The Fed yang akan agresif menjual aset dan menaikan lagi suku bunga acuannya, demi mengatasi inflasi AS yg tidak terkendali, sehingga membuat nilai dollar menguat, sebaliknya Bitcoin tersungkur,” ujar Andrew kepada Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).
"Kondisi ini diperparah oleh aksi TP atau take profit para investor Bitcoin,” lanjut dia.
Sedangkan secara teknikal, menurut Andrew tingkat kekhawatiran investor terhadap Bitcoin memang meningkat, hal ini terlihat dari indeks kripto fear and greed pada 13 april 2022, berada di level 0-25 atau Extreme fear.
"Dari data on chain, menunjukan indikator arus keluar melonjak, yang mengukur jumlah total Bitcoin yang dijual dari wallet penambang. Tren ini menunjukan sinyal bearish pasar kripto dalam waktu dekat. Artinya, penambang Bitcoin punya peran besar dalam dumping price Bitcoin," ujar Andrew.
Adapun Andrew mengatakan untuk menjaga momentum bullish, Bitcoin harus bisa kembali ke level USD 43.000
“Sentimen positif yang harusnya bisa mendongkrak harga Bitcoin adalah event Bitcoin Conference yang berlangsung di Miami AS bulan ini, namun ternyata tak cukup kuat memberikan dampak signifikan terhadap Bitcoin,” pungkas dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Shiba Inu Meroket, Ada Apa?
Sebelumnya, setelah enam bulan melakukan lobi agresif oleh para anggotanya, Robinhood akhirnya mendaftarkan cryptocurrency Shiba Inu untuk diperdagangkan.
Akibat hal tersebut, harga Shiba Inu (SHIB) langsung melonjak pada Rabu, 13 April 2022. Peluncuran koin meme pada yang akan dilakukan pada Kamis mendatang adalah bagian dari ekspansi yang lebih besar dari penawaran pertukaran kripto Robinhood.
Solana (SOL), Polygon (MATIC) dan Compound (COMP) juga kini terdaftar di situs tersebut. Masing-masing token naik tajam di awal perdagangan Rabu pagi.
Shiba Inu naik lebih dari 21 persen ke harga USD 0,0000266 atau sekitar Rp 0,38. Solana terjadi kenaikan sebesar 5 persen. Sedangkan Compound melonjak hampir 7 persen dan nilai Polygon hampir 8 persen lebih tinggi.
Kepala broker di Robinhood, Steve Quirk dalam sebuah pernyataan mengatakan pihaknya senang menambahkan lebih banyak pilihan untuk pelanggan.
“Kami memiliki kerangka kerja yang ketat untuk membantu kami mengevaluasi aset untuk listing, dan kami tetap berkomitmen untuk menyediakan platform kripto yang aman dan mendidik,” ujar Quirk dikutip dari Yahoo Finance, Rabu, 13 April 2022.
Selain penambahan sederet kripto tersebut, platform ini memungkinkan pengguna untuk membeli dan menjual Bitcoin, Bitcoin Cash, Bitcoin SV, Dogecoin, Ethereum, Ethereum Classic, dan Litecoin.
Advertisement
Harga Bitcoin Turun, Terendah dalam 3 Minggu Terakhir
Sebelumnya, Bitcoin (BTC), cryptocurrency terbesar berdasarkan nilai pasar, bertahan dari penurunan lebih dalam karena harga minyak melonjak kembali di atas USD 100 atau sekitar Rp 1,4 juta per barel, menyalakan kembali kekhawatiran inflasi di kalangan investor tradisional.
Tindakan perdagangan AS. pada Selasa dimulai dengan laporan Indeks Harga Konsumen AS bulanan yang menunjukkan inflasi meningkat menjadi 8,5 persen pada Maret, tertinggi baru empat dekade.
Data tersebut meredakan kekhawatiran analis harga mungkin berputar di luar kendali, dan saham naik. Beberapa ekonom mengatakan inflasi mungkin mendekati puncaknya. Kemudian di sesi tersebut, kenaikan harga minyak tampaknya mengurangi optimisme dan saham akan turun lebih rendah.
Di sisi lain ada kekuatan mengejutkan untuk kripto khususnya Bitcoin yang telah turun selama dua hari berturut-turut di bawah USD 40.000 atau sekitar Rp 575 juta di awal minggu untuk pertama kalinya sejak pertengahan Maret.
Meskipun begitu, penurunan Bitcoin bisa bertahan di kisaran USD 39.000 tanpa menunjukkan penurunan lebih dalam. Bahkan pada saat penulisan Bitcoin kembali berada di USD 40.000.
Bitcoin dilihat oleh beberapa investor sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi akhir-akhir ini pergerakan harga untuk cryptocurrency semakin berkorelasi dengan saham AS.
Analis senior untuk broker valuta asing Oanda, Edward Moya mengatakan investor institusional membeli Bitcoin pada 2021 di rentang harga USD 30.000 sampai USD 40.000.
“Hal itu menunjukkan mereka mungkin ingin membeli saat penurunan sekarang ini jika mereka masih percaya pada prospek jangka panjang,” kata Moya dikutip dari CoinDesk, Rabu, 13 April 2022.
Jika pembelian terjadi kemungkinan dapat mendorong kenaikan harga untuk Bitcoin dan kripto lainnya.
Analis pasar CoinDesk Damanick Dantes, mencatat dalam laporan baru-baru ini pasar Bitcoin secara mengejutkan terlihat tenang saat ini, mengingat penurunan harga di awal minggu yang cukup dalam.
Tekanan Harga Bitcoin Berhenti, Tertahan di Bawah Rp 575 Juta
Sebelumnya, bitcoin telah menurun akhir-akhir ini, jatuh di bawah USD 40.000 tepatnya di kisaran tepatnya di kisaran USD 39.000 atau sekitar Rp 560,3 juta. Penurunan ini menjadi yang terendah untuk Bitcoin sejak 3 minggu terakhir.
Di tengah penurunan harga yang terjadi pada Bitcoin, para investor sampai saat ini masih memantau dengan cermat lanskap geopolitik yang sangat tidak pasti.
Cryptocurrency mengalami fluktuasi ini pada saat banyak investor dan konsumen khawatir tentang lonjakan harga. Ukuran inflasi tradisional telah mencapai level tertinggi selama beberapa dekade di AS dan Inggris.
Selanjutnya, ada kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi AS, karena think tank The Conference Board baru-baru ini memperkirakan PDB yang disesuaikan dengan inflasi akan meningkat pada tingkat tahunan sebesar 1,7 persen selama kuartal pertama, penurunan tajam dari 7 persen selama kuartal sebelumnya.
Tantangan gabungan dari inflasi yang tinggi dan ekspektasi pertumbuhan yang lesu ini telah terwujud pada saat pembuat kebijakan Federal Reserve memperkirakan untuk melanjutkan pengetatan stimulus moneter, suatu perkembangan yang berpotensi memberikan hambatan bagi kondisi ekonomi dan harga aset global.
Beberapa analis mempertimbangkan perkembangan ini, termasuk kepala penelitian di broker utama aset digital dan bursa Bequant, Martha Reyes.
"Aset digital ditarik kembali karena kami mencapai inflasi puncak dan kekhawatiran kenaikan suku bunga sementara pertumbuhan diperkirakan akan melambat," katanya, dikutip dari Forbes, Selasa, 12 April 2022.
"Data inflasi keluar minggu ini tetapi itu adalah lagging, bukan indikator utama. Perhatian utama kami saat ini adalah pertumbuhan yang akan terus merugikan aset berisiko seperti kripto,” lanjut Reyes.
Reyes menekankan terlepas dari tantangan ekonomi makro ini, adopsi kripto terus berlanjut, dan beberapa perkembangan dapat membantu mempercepat peningkatan penggunaan kripto.
“Kripto terus berkembang sebagaimana dibuktikan oleh integrasi pembayaran yang lebih luas. Peraturan masih dapat menjadi katalis,” ujar Rayes.
“Jika inflasi terus berlanjut, maka negara-negara berkembang akan lebih merangkul kripto,” pungkasnya.
Advertisement