Waspada, Kenaikan Harga Pertalite dan Tarif Listrik Bakal Sulut Inflasi

Pemerintah diminta tidak menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar, LPG kemasan 3 kilogram, hingga tarif listrik di tahun ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Apr 2022, 16:00 WIB
Pengendara motor mengisi kendaraannya dengan BBM di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga Pertalite dan Solar, LPG kemasan 3 kilogram, hingga tarif listrik di tahun ini.

Sebab, penyesuaian tarif tiga golongan kelompok subsidi tersebut akan menyulut inflasi. Mengingat, pengguna BBM subsidi jenis Pertalite hingga LPG 3 Kg cukup dominan di Indonesia.

"Kalau benar diterapkan keputusan itu akan memberikan dampak signifikan terhadap inflasi, yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok," kata Fahmy saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (14/4).

Selain menyulut inflasi, penyesuaian tarif tiga golongan kelompok subsidi tersebut juga akan menurunkan kemampuan daya beli masyarakat. Mengingat, saat ini, masyarakat tengah terbebani akibat kenaikan sembako.

"Daya beli masyarat akan semakin merosot dan beban rakyat miskin makin bertambah berat," tekannya.

Maka dari itu, Fahmy meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan harga BBM subsidi hingga tarif listrik di tahun ini. Menyusul, terdapat sejumlah buruk yang ditimbulkan bagi perekonomian masyarakat.

"Kalau mau menerapkan keputusan itu sebaiknya jangan tahun ini. Pertimbangannya, harga-harga kebutuhan pokok saat ini sudah naik," tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pemerintah Akan Naikan Harga Pertalite Hingga di Tahun Ini

Petugas SPBU mengisi bahan bakar jenis pertalite kepada pengguna sepeda motor di Pamulang, Tangerang Seatan, Banten, Senin (21/9/2020). Pertamina memberi diskon harga BBM jenis pertalite di Tangerang Selatan dan Bali, dari Rp 7.650 menjadi Rp 6.450 per liter. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberi sinyal akan menaikkan tarif listrik di tahun ini. Hal itu mengemuka dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (4/11).

"Dalam jangka pendek rencana penerapan tarif adjustment untuk tahun 2022 ini," ujar Menteri Arifin.

Menteri Arifin menjelaskan, penyesuaian tarif listrik ini diperlukan untuk menghemat pengeluaran APBN. Yakni, berkisar Rp 7 triliun sampai Rp 16 triliun.

Upaya lainnya untuk menekan beban APBN di sektor ketenagalistrikan, pemerintah akan melakukan optimalisasi pembangkit dengan bahan bakar sumber domestik PLTU dan PLT EBT. Kemudian, percepatan pembangunan PLTS Atap 450 MW, serta pembangunan pembangkit EBT dari APBN.

Selain itu, Menteri Arifin juga memberi sinyal akan menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.

Arifin menyebut, ketegangan geopolitik global akibat perang Rusia dan Ukraina menyebabkan harga minyak mentah dunia (ICP) melambung tinggi dari asumsi APBN. Yakni, mencapai USD98,4 per barel per Maret 2022.

"Adapun, asumsi awal kami di tahun 2022 ICP hanya sebesar USD 63 per barel," terangnya 


Harga Pertalite dan Tarif Listrik Bakal Naik, YLKI: Ini Kekerasan Ekonomi

Pengendara motor mengisi bahan bakar di SPBU kawasan Jakarta, Senin (27/12/2021). Pemerintah berencana untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite dari peredaran secara bertahap dalam rangka peralihan penggunaan energi bersih. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan tarif listrik dan harga Pertalite serta Solar. Ini merupakan langkah strategis agar keuangan negara tidak terlalu berat.

Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, rencana kenaikan tarif listrik dan harga pertalite ini bukan langkah yang tepat dan harus ditolak.

"Karena hal itu mengindikasikan adanya tindakan kekerasan ekonomi (violence of economy) yang dilakukan oleh negara, pada warga negaranya," ujarnya dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).

Tulus melanjutkan, naiknya tarif listrik dan pertalite bisa membebani ekonomi masyarakat.

"Jika hal itu dilakukan akan mengakibatkan jebolnya benteng pertahanan ekonomi rumah tangga masyarakat, yang saat ini dihantam oleh berbagai kenaikan, khususnya kenaikan bahan pangan, gas elpiji non PSO, BBM, PPN, dan lain-lain," jelasnya.

Ia pun menyerukan agar Pemerintah menemukan jalan keluar dari masalah tarif listrik dan harga pertalite.

"Pemerintah harus mencari jalan keluar yang lebih bijak dan cerdas, jangan hanya harga pasar sebagai jargon untuk menaikkan tarif/harga," pungkas Tulus.


Sinyal Kenaikan Tarif Listrik dan Pertalite Demi Hemat APBN

Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberi sinyal akan menaikan tarif listrik di tahun ini. Hal itu mengemuka dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (4/11).

"Dalam jangka pendek rencana penerapan tarif adjustment untuk tahun 2022 ini," ujar Menteri Arifin.

Menteri Arifin menjelaskan, penyesuaian tarif listrik ini diperlukan untuk menghemat pengeluaran APBN. Yakni, berkisar Rp 7 triliun sampai Rp 16 triliun.

"Penyesuaian pengurangan tekanan APBN di sektor ketenagalistrikan, dalam jangka untuk bisa dilakukan penghematan kompensasi Rp 7 sampai Rp 16 triliun," bebernya.

Upaya lainnya untuk menekan beban APBN di sektor ketenagalistrikan, pemerintah akan melakukan optimalisasi pembangkit dengan bahan bakar sumber domestik PLTU dan PLT EBT. Kemudian, percepatan pembangunan PLTS Atap 450 MW, serta pembangunan pembangkit EBT dari APBN.

Selain itu, Menteri Arifin juga memberi sinyal akan menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.

Arifin menyebut, ketegangan geopolitik global akibat perang Rusia dan Ukraina menyebabkan harga minyak mentah dunia (ICP) melambung tinggi dari asumsi APBN. Yakni, mencapai USD98,4 per barel per Maret 2022.

"Adapun, asumsi awal kami di tahun 2022 ICP hanya sebesar USD 63 per barel," terangnya.

Tak hanya menyesuaikan harga Pertalite dan Solar, pemerintah memutuskan untuk menambah kuota dua jenis BBM bersubsidi tersebut agar bisa memenuhi peningkatan kebutuhan seiring pulihnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

Rinciannya kuota Pertalite ditambah sebanyak 5,45 juta kiloliter menjadi 28,50 juta kiloliter. Sedangkan, kuota solar diusulkan bertambah sebanyak 2,28 juta kiloliter menjadi 17,39 juta kiloliter.  

Pemerintah berencana menghapus BBM jenis premium dan pertalite dari peredaran

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya