3 Sektor Ekonomi Jadi Korban Lockdown Covid-19 di Shanghai

Ada beberapa sektor ekonomi yang bisa menuai kekhawatiran dunia dari dampak panjangnya lockdown Covid-19 di Shanghai.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Apr 2022, 16:06 WIB
Seorang pria berjalan di sepanjang Sungai Huangpu di distrik Pudong yang dikunci sebagai tindakan melawan Covid-19, di Shanghai (28/3/2022). Shanghai lockdown setiap setengah kota secara bergiliran untuk tes Covid-19 massal mulai Senin (28/3/2022) di tengah lonjakan infeksi. (AFP/Hector Retamal)

Liputan6.com, Jakarta - China tengah berjuang menahan lonjakan kasus Covid-19 di Shanghai, di mana lockdown yang sudah berlangsung selama 17 hari membatasi mobilitas sebagian besar penduduknya.

Shanghai, merupakan salah satu kota di China yang menjadi pusat ekonomi negara itu, juga salah satu kota metropolitan terbesar di dunia.

Karena perannya tersebut, Shanghai pun memainkan peran besar dalam ekonomi global. Dengan belum adanya tanda-tanda pelonggaran lockdown di Shanghai, kekhawatiran mulai meningkat tentang dampak ekonomi yang dapat ditimbulkan secara luas.

Berikut adalah sederet sektor ekonomi yang bisa menuai kekhawatiran dunia dari dampak lockdown Covid-19 di Shanghai, dilansir dari CNN Business, Kamis (14/4/2022).

Bisnis dan keuangan

Shanghai, memiliki PDB terbesar dari semua kota di China yaitu sebesar USD 679 miliar.

Shanghai juga merupakan pasar saham terbesar ketiga secara global berdasarkan nilai perusahaan yang berdagang di sana, dan jumlah miliarder terbesar kelima di dunia.

Tak hanya itu, kota tersebut juga merupakan tujuan paling menarik untuk bisnis internasional

Pada akhir tahun 2021, lebih dari 800 perusahaan multinasional telah mendirikan kantor pusat regional atau negara di Shanghai, menurut otoritas kota tersebut.

Di antara mereka, 121 adalah perusahaan Fortune Global 500, termasuk Apple, Qualcomm, General Motors (GM), Pepsico, dan Tyson Foods.

Lebih dari 70.000 perusahaan asing memiliki kantor di kota tersebut, dan lebih dari 24.000 di antaranya adalah perusahaan Jepang, menurut data dari pemerintah Jepang.

Dengan total kapitalisasi pasar sebesar USD 7,3 triliun, Bursa Efek Shangha, yang didirikan pada tahun 1990 turut menyusul New York dan London. 

Maka dari itu, lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di pusat bisnis dunia tersebut bisa berdampak besar pada ekonomi dunia.


Perdagangan dan Logistik

Salah satu pemandangan kota Shanghai, China, saat lockdown karena Covid-19 yang tampak sepi seperti kota hantu (Dok.STR/AFP)

Lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di Shanghai juga dikhawatirkan dapat berdampak pada sektor perdagangan dan logistik dunia.

Pelabuhan di Shanghai adalah salah satu pelabuhan yang tersibuk di dunia untuk lalu lintas container.

Pelabuhan ini bahkan telah memindahkan 47 juta unit kargo di tahun 2021 - empat kali volume yang ditangani oleh Pelabuhan Los Angeles.

Jumlah tersebut juga 16,7 persen dari total pengiriman kontainer China tahun lalu.

Shanghai juga merupakan pusat penerbangan utama di Asia.

Bandara Internasional Pudong dan Bandara Hongqiao — menangani 122 juta penumpang pada 2019, menjadikan kota ini sebagai hub tersibuk keempat di dunia setelah London, New York, dan Tokyo.

Tetapi wabah Covid-19 telah memperburuk penundaan pelabuhan dan memaksa penangguhan di banyak penerbangan, serta membuat tarif angkutan udara melonjak dan tekanan lebih pada rantai pasokan global.

Pelabuhan Shanghai kini tetap beroperasi, tetapi data industri yang dirilis pada akhir Maret 2022 menunjukkan bahwa jumlah kapal yang menunggu untuk memuat atau membongkar container telah meroket ke rekor tertinggi.

Media pemerintah juga melaporkan bahwa banyak pengemudi truk berjuang untuk membawa peti kemas masuk dan keluar dari pelabuhan tepat waktu karena pembatasan perjalanan.


Manufaktur dan Teknologi

Seorang pekerja dengan pakaian pelindung berdiri di tengah jalan-jalan kosong di area penguncian di distrik Jingan, Shanghai barat (4/4/2022). Pengiriman petugas kesehetan untuk membasmi wabah COVID-19 yang menyebar dengan cepat di kota terbesar di China. (AP Photo/Chen Si)

Area Greater Shanghai Area, yang mencakup Kunshan dan beberapa kota timur lainnya, merupakan pusat manufaktur utama untuk industri mulai dari mobil hingga semikonduktor.

Volkswagen dan General Motors merupakan salah satu perusahaan otomotif yang menjalankan pabrik di Shanghai, dalam kemitraan dengan SAIC Motor.

Shanghai juga merupakan rumah bagi gigafactory pertama Tesla di Asia.

Perusahaan kendaraan listrik asal AS itu telah mengirimkan lebih dari 65.000 mobil dari pabriknya di Shanghai bulan lalu, menjadikannya merek EV terlaris di China.

Kemudian pada bulan Januari, Ford juga meluncurkan pusat desain global keenam di Shanghai.

Adapun TSMC, pembuat chip kontrak terbesar di dunia, menjalankan pabrik semikonduktor besar di pinggiran kota Songjiang.

Pembuat chip China terkemuka SMIC dan Hua Hong Semiconductor juga memiliki pabrik di Pudong, di timur kota.

Tetapi pembatasan Covid-19 telah memaksa banyak pabrik untuk menangguhkan operasi di Shanghai dan Kunshan. 

Masalah itu memicu risiko gangguan rantai pasokan utama untuk mobil dan elektronik.

Pabrik Volkswagen dan Tesla di Shanghai telah ditutup selama berminggu-minggu.

Pembuat kendaraan listrik China Nio juga terpaksa menghentikan produksi mereka karena gangguan terkait Covid-19 di Shanghai dan kota-kota di China lainnya.

"Dengan hubungan perdagangan Shanghai yang signifikan ke Asia Timur, ini bisa berdampak pada rantai pasokan regional," kata analis Citi dalam sebuah catatan penelitian akhir pekan lalu.

"Kami pikir Korea, Taiwan, Vietnam dan, pada tingkat lebih rendah, Jepang (pada kendaraan) terlihat relatif terpapar (gangguan pasokan)," ungkap mereka.

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya