PKS dan 7 Parpol Siap Jadi Pihak Terkait di MK soal Sistem Proporsional Tertutup Pemilu 2024

Pada hari ini, Senin (3/10/2022), Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) menggelar pelatihan secara daring untuk anak muda Ternate, Sorong, Jayapura, dan Maluku.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Apr 2023, 23:59 WIB
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini (tengah) memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2020). Sebanyak 50 orang anggota Fraksi PKS DPR RI menandatangani usulan pembentukan Pantia Khusus (Pansus) PT Asuransi Jiwasraya (Persero). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengajuan gugatan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta mahkamah menetapkan pemberlakuan sistem proposional tertutup Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mendatang mendapat respons kritis sejumlah partai politik (parpol). 

8 parpol parlemen terdiri dari PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, Nasdem, PAN dan PPP sepakat menolak sistem proporsional tertutup dan tetap mendukung sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sebagai sistem yang lebih baik, lebih demokratis dan lebih representatif. 

Penjelasan itu disampaikan oleh 8 parpol parlemen yang dituangkan dalam pernyataan sikap bersama dalam pertemuan hari ini di Jakarta, Minggu (8/1/2023).

Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini yang hadir dalam pertemuan lintas parpol tersebut menegaskan, sebagai Fraksi DPR yang ikut membahas dan mengesahkan undang-undang pemilu, pihaknya dan 7 parpol lainnya siap untuk menjadi pihak terkait yang diundang dan didengarkan oleh MK dalam proses uji materi nantinya.

"Pada prinsipnya PKS dan 7 parpol siap menjelaskan konstitusionalitas serta dasar-dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis pemberlakuan sistem proporsional terbuka. Kami jugas siap memaparkan rasionalitas dan objektivitas dari sistem ini dalam perspektif demokrasi, legitimasi, dan konstituensi atau representasi antara rakyat dan wakil mereka di parlemen," ujar Jazuli melalui keterangan tertulis, Minggu (8/1/2023).

Anggota Komisi I DPR ini menyatakan, seluruh parpol parlemen yang hadir siap mengawal suara rakyat agar benar-benar punya makna dalam pemilu yang memilih wakil-wakil mereka di parlemen.

Sehingga, kata dia, rakyat benar-benar berdaulat atas pilihan meraka, bisa mengenal, membangun kontrak politik, menyuarakan aspirasi, mengawal dan mengevaluasi pilihan mereka terhadap para wakilnya.

"Untuk itu, PKS dan 7 parpol berharap Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan kepada kamo untuk memberikan keterangan sebagai pihak terkait karena kami turut mendukung dan mengusulkan sistem proporsional terbuka ini dalam Undang-Undang Pemilu," pungkas Jazuli.

 


8 Ketua Umum Parpol Parlemen Bertemu, Kompak Tolak Proporsional Tertutup Pemilu 2024

Pendukung peserta partai politik PDIP, Demokrat, Gerindra dan Berkarya menunjukkan nomor parpol sambil yel-yel usai pengambilan nomor urut peserta pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Minggu (18/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, delapan Ketua Umum dan pimpinan Partai politik parlemen berkumpul hari, Minggu (8/1/2023) untuk menyatakan sikap menolak sistem Proporsional Tertutup. Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali menyatakan yang sistem pemilu merupakan ranah Parpol, bukan MK apalagi KPU.

“Salah satu yang ingin dibicarakan, satu soal masalahnya pernyataan Ketua KPU tentang proporsional terbuka. Itu menjadi point yang akan kita diskusikan supaya ada pemahaman sama. Harusnya seperti itu. Karena itu memang domain parpol yang pembuat UU itu bukan domain MK mestinya, harusnya,” kata Ahmad Ali di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1/2023).

Ali menyatakan pernyataan sikap parpol hari ini tak perlu melaporkannya ke Presiden Jokowi, sebab hal itu adalah sikap internal masing-masing Parpol.

“Pak Jokowi pastinya memahami semua pertemuan partai hari ini menyangkut kepentingan parpol itu sendiri. Jadi ya ini menyangkut internal parpol masing-masing, kepentingan partai secara ke depannya,” pungkasnya.

Pantauan Liputan6.com, nampak hadir pada pertemuan ini Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Sekjen NasDem Jhonny Plate dan Wakil Ketua Umum PPP Amin Uskara. Namun, perwakilan Gerindra belum nampak dalam pertemuan awal.

 


8 Parpol di Parlemen Tolak Sistem Proporsional Tertutup Pemilu

Pendukung peserta partai politik PKB, PKS, dan Hanura menunjukkan nomor parpol sambil yel-yel usai pengambilan nomor urut peserta pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Minggu (18/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, 8 dari 9 fraksi DPR yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyampaikan pernyataan sikap menolak sistem Proporsional Tertutup.

Perwakilan delapan fraksi menandatangai pernyataan sikap pada 2 Januari 2023. Sikap pertama 8 fraksi adalah akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.

Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

“Ketiga, Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” kutipan pernyataan sikap 8 fraksi.

 


Wacana KPU

Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas, Minggu (23/9). (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melempar wacana bahwa terbuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, pasca ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata dia dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.

Hasyim mengatakan, MK bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan lembaga tersebut.

Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.

"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujar Hasyim.

Karena ada peluang sistem proporsional tertutup diberlakukan, para bakal calon legislatif sebaiknya menahan diri melakukan sosialisasi. Karena dalam sistem proporsional tertutup tidak ditampilkan calon legislatif, hanya partai saja.

"Kami berharap kita semua menahan diri untuk tidak pasang-pasang gambar dulu. Siapa tahu sistemnya kembali tertutup? Sudah lumayan belanja-belanja pasang baliho, pasang iklan, namanya enggak muncul di surat suara," papar Hasyim.

 


KPU Sebut Baru Sebatas Kemungkinan Terapkan Sistem Proporsional Tertutup

Petugas menunjukkan contoh surat suara Pemilu 2019 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Kamis (13/12). Proses validasi ini berlangsung hingga 17 Desember 2018. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hasyim pun menjelaskan, sistem proporsional tertutup baru sebatas kemungkinan untuk Pemilu 2024.

"Ini sedang ada sidang, judicial review di Mahkamah Konstitusi, menggugat pasal di Undang-Undang Pemilu tentang sistem pemilu proporsional, di undang-undang Pemilu kita kan proporsional daftar calon terbuka, nah ini digugat minta untuk kembali ke sistem proporsional tertutup. Jangan salah kutip ya, jangan salah menulis bahwa seolah yang menyarankan proposal tertutup KPU," kata dia.

Hasyim melanjutkan, terkait sistem proporsional tertutup hanya menjadi pesan antisipasi kepada para calon anggota legislatif yang akan maju ke dalam bursa pesta demokrasi. Sebab, gugatan beleid masih berjalan dan keputusan dapat merubah aturan tata laksana Pemilu bila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Saya sampaikan, siapapun misal yang mau nyalon harus mengikuti perkembangan itu supaya siap mental, secara psikologis siap menghadapi perubahan, kalau terjadi perubahan," jelas doa.

Hasyim kemudian memberi analogi, misalnya ada seseorang yang sudah mendeklarasikan sebagai seorang calon anggota legislatif dari salah satu partai politik. Orang tersebut lantas mengeluarkan banyak modal untuk promosi, padahal sampai sekarang KPU sebagai penyelenggara belum menerima daftar calon dari masing-masing partai.

Selain itu, KPU juga masih menunggu putusan dari hasil gugatan sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi.

"Masih sangat mungkin namanya hilang dari peredaran di internal partai dan itu (promosi) pakai biaya, daripada kemungkinan mengeluarkan biaya besar dan dirinya belum pasti jadi calon? lebih baik sabarlah untuk tidak melakukan itu ya," wantinya.

Hasyim kembali menegaskan, apa yang disampaikan soal sistem proporsional tertutup hanya cara untuk mengingatkan kepada para calon anggota legislatif agar tidak merasa dirugikan.

Sebab, bila Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait, maka sistem proporsional tertutup tidak akan memunculkan nama dan foto calon anggota legislatif. Mereka akan dipilih lewat mekanisme internal partai bila lolos ke Senayan.

"Ini sekali lagi antisipasi, kalau sekiranya nanti putusan kembali ke proporsional tertutup. Gambar-gambar calon enggak relevan, nama-nama calon (juga tidak), karena apa? di surat suara enggak ada nama calon itu dan yang dicoblos tanda gambar partai (lambang, nomor urut dan nama partai), ini seandainya keputusan MK mengarah ke sana," Hasyim menandasi.

Infografis Sistem Proporsional Tertutup Vs Proporsional Terbuka dalam Pemilu. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya