Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara Tahap I atas tersangka IS dalam kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat dalam peristiwa di Paniai Papua Tahun 2014 kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Dalam waktu dekat, berkas perkara atas nama tersangka IS akan dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (16/4/2022).
Advertisement
Menurut Ketut, saat ini JPU masih mempelajari berkas perkara dan menyusun konstruksi hukum untuk surat dakwaan terhadap Tersangka IS.
Adapun Pasal yang disangkakan kepada Tersangka yaitu Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Persidangan terhadap tersangka IS dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa di Paniai Provinsi Papua Tahun 2014 akan dilaksanakan di Pengadilan HAM Makassar," kata Ketut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tersangka Berinisial IS
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai, Papua pada tahun 2014. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengungkap, tersangka tersebut berinisial IS.
"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan satu orang Tersangka yaitu IS," ujar Ketut seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (1/4/2022).
Saat ditanya siapa sosok IS, Ketut tidak enggan merinci detil. Namun, dia membenarkan bahwa IS adalah seseorang dengan latar belakang TNI.
"Ya (dari TNI)," singkat Ketut.
Advertisement
Dipersangkakan Pasal Berlapis
IS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/ 2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Atas perbuatannya, IS dipersangkakan pasal berlapis yakni Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Kemudian, Kedua Pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Sebagai informasi, sebelum menetapkan IS sebagai tersangka, tim penyidik kejasaan telah memeriksa sebanyak 50 orang yang terdiri dari unsur masyarakat sipil sebanyak 7 orang, unsur Kepolisian RI sebanyak 18 orang dan unsur TNI sebanyak 25 orang, serta ahli sebanyak 6 orang.
Kasus ini berawal dari insiden dugaan pembunuhan dan penganiayaan yang melanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat kpada 2014. Hal itu terjadi karena diduga tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya sehingga mengakibatkan 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak melakukan penahanan terhadap IS, seorang purnawirawan TNI yang telah ditetapkan tersangka kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, peristiwa Paniai, Papua tahun 2014.
Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan bahwa kewenangan penahanan sepenuhnya hak dari penyidik dengan sejumlah pertimbangan.
"Itu kepentingan penyidik lah. Kalau penyidik melihat dia belum ditahan kan, kepentingannya tidak ada (untuk tetap ditahan). Dia (IS) tidak melarikan diri ya itu ya mungkin nggak lah," terang Febrie.
Febrie menyebut, IS merupakan pihak dari unsur TNI yang pernah menjabat sebagai sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai pada 2014.
Namun demikian, dia tidak merinci lebih lanjut soal peran IS dalam kasus Paniai, di mana kejadian itu mengakibatkan jatuhnya korban yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.
"Tahun 2014 IS sebagai perwira penghubung di Kodim di Paniai," sebutnya.
Diduga Terjadi Pembunuhan
IS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/ 2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Kasus posisi singkat, Penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo. 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Paniai Tahun 2014," jelas Kapuspenkum, Ketut Sumedana, dalam Keterangannya.
Di mana pada kasus ini, diduga terjadi pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;
"Peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya," katanya.
Selain itu, lanjut Ketut, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diduga jika tersangka tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," tuturnya.
Adapun dalam kasus ini IS dipersangkakan pasal berlapis yakni Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kemudian, Kedua Pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Advertisement