Upaya PT Timah Optimalkan Logam Tanah Jarang

PT Timah Tbk (TINS) punya empat lini bisnis yang salah satunya dapat optimalkan logam tanah jarang.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 17 Apr 2022, 08:48 WIB
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Timah Tbk (TINS) memiliki empat lini bisnis yang salah satunya dapat dimanfaatkan untuk mengelola logam tanah jarang di Indonesia. Dengan demikian dapat mengoptimalkan logam tanah jarang untuk pasar domestik.

"Kita punya empat lini bisnis, salah satu yang kita nanti bisa arahkan untuk mengelola logam tanah jarang adalah bisnis hilir yang di mana kita melakukan proses-proses dengan teknologi yang akan kita cari, engage dan kembangkan," ujar Direktur Utama PT Timah Tbk, Achmad Ardianto saat rapat bersama Komisi VII DPR, Senin, 11 April 2022, ditulis Minggu (17/4/2022).

Amerika Serikat (AS) dan China dinilai minat terhadap logam tanah jarang. Akan tetapi, logam tanah jarang ini diharapkan dapat dioptimalkan untuk pasar domestik.

"Kemudian pasar selain pasar yang kita sudah punya atau yang berminat baik di Amerika Serikat dan China, tetapi karena logam tanah jarang sebaiknya dimaksimalkan untuk bangsa dan negara. Bangsa dan negara punya rencana yang kuat untuk ini sehingga bisa kita fokuskan ke pasar domestik," kata Achmad.

Achmad menuturkan, mengenai proses penambangan diawali terlebih dahulu melalui eksplorasi untuk mencari data, identifikasi, mengukur serta menghitung sumber cadangan yang ada. Kemudian dinilai apakah ekonomis untuk ditambang.

"Dalam konteks logam tanah jarang juga sama dan karena karakter logam tanah jarang yang merupakan mineral asosiasi dari timah yang tentu keberadaannya tidak sebanyak logam timah itu sendiri," kata Achmad.

"Pada saat pencucian terjadi pemisahan logam timah dan juga mineral iputan ada 25 jenis, salah satunya yang juga sangat menarik adalah adanya monasit di dalam associated mineral dalam logam timah tersebut,” ia menambahkan.

Perseroan juga melaksanakan program mencari cadangan dan teknologi yang dapat digunakan dan menentukan pasarnya.

"Program yang dilakukan PT Timah Tbk tentu mencari berapa cadangan yang kita miliki. Ini data berdasarkan minerba. Setelah kita mengetahui berapa besar cadangan, kita berupaya untuk mencari teknologi yang bisa digunakan dan pasarnya kemana," tutur dia.

Ia menuturkan, pengembangan dari logam tanah jarang yang akan perseroan lakukan berdasarkan pasar.

"Atau apakah marketnya ini kebijakan strategis pemerintah atau secara komersial ada pengguna logam tanah jarang dari yang berminat untuk membeli. Sehingga kita bisa memastikan adanya loop yang tertutup di antara ketersediaan produk, supply chain, penjualan, dan berputarnya uang,” ujar dia.

Sementara itu, kinerja dari industri hilir yang dilakukan oleh PT Timah Tbk pada saat ini ada dua, yakni tin chemical dan tin solder.

"Tin chemical terlihat penjualannya membaik dari tahun 2020-2021, meningkat dari sisi produksi maupun penjualan, yang menarik adalah timah solder produksi dan penjualannya menurun. Yang menjadi tantangan bagi kami adalah bagaimana kami bisa shifting teknologi di perusahaan hilir kami untuk bisa menghasilkan timah solder yang sesuai kebutuhan,” ungkap Achmad.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dukungan Teknologi

Pekerja melintas di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun hal utama proyek REE Timah antara lain mengenai:

1.Ketersediaan teknologi terbukti skala komersial. Kapasitas yang ingin dibangun perseroan 1.000-2.000 tpa, sementara di industri yang ada minimal 4.000 tpa.

Kemudian upaya yang dilakukan adalah pencarian mitra strategis dengan konsep turn key atau BOT untuk teknologi processing.

2.Supply bahan baku terbatas dengan upaya sourcing ke luar IUP dan regional.

3.Penanganan limbah radioaktif serta upaya yang dilakukan dengan mendorong kelolaan pengusahaan tanah jarang.

"Dukungan yang diharapkan tentu saja kami terus melakukan upaya. Namun, di sisi lain tentunya akan ada regulasi-regulasi atau dibutuhkan untuk pertama memproteksi karena investasi awal biasanya akan selalu lebih mahal. Proteksi dari negara tentu dibutuhkan, agar bisa menjadi ekonomis ke depan," ujar dia.

Adapun dukungan antara lain teknologi. Hal ini perlu dukungan peran pemerintah dalam pencarian teknologi dapat mempercepat perolehan teknologi pengolahan monasit dan tahapan hilirasasi selanjutnya. Kemudian, pasar perlu kesiapan offtaker dalam negeri untuk produk ini jika perseroan telah memproduksi RE carbonate/REOH dan REO.

Selanjutnya tata kelola perusahaan monasit. Salah satunya perlu turunan PP Nomor 96 Tahun 2021 untuk tata kelola monasit sebagai logam (batasan untuk radioaktif, izin agar dapat terintegrasi dengan penambangan timah). "Tata kelola pengusahaan monasit harus kita perhatikan," ujar dia.


Kinerja 2021

Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

PT Timah Tbk (TINS) membukukan kinerja beragam pada 2021. Perseroan mencatat pendapatan turun tipis, tetapi mencetak laba bersih sepanjang 2021.PT Timah Tbk membukukan pendapatan Rp 14,60 triliun pada 2021.

Realisasi pendapatan itu turun 4 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 15,21 triliun. Beban pokok pendapatan susut 20,74 persen menjadi Rp 11,17 triliun pada 2021 dibandingkan 2020 sebesar Rp 14,09 triliun.

Namun, laba bruto melonjak 206,68 persen menjadi Rp 3,43 triliun pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1,11 triliun.

Perseroan mencatat beban umum dan administrasi naik 27,53 persen menjadi Rp 1,06 triliun pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 832,98 miliar. Beban penjualan naik 91,26 persen menjadi Rp 132,81 miliar pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 69,44 miliar. Perseroan membukukan penurunan beban keuangan 43,91 persen menjadi Rp 340,66 miliar pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 607,37 miliar.

Dengan melihat kondisi itu, perseroan mencatat laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 1,30 triliun pada 2021. Kondisi ini berbeda dari tahun sebelumnya rugi Rp 340,59 miliar.


Total Ekuitas

Ilustrasi Laporan Keuangan. Unsplash/Austin Distel

Total ekuitas naik 27,69 persen menjadi Rp 6,30 triliun pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,94 triliun.

Total liabilitas susut 12,4 persen menjadi Rp 8,38 triliun pada 2021 dari periode 2020 sebesar Rp 9,57 triliun.

Total aset naik 1,1 persen menjadi Rp 14,69 triliun pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 14,51 triliun. Perseroan kantongi kas dan setara kas Rp 1,78 triliun pada 2021 dari periode 2020 sebesar Rp 807,30 miliar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya