Liputan6.com, Jakarta - Timnas Spanyol meraup berbagai kesuksesan sepak bola pada satu dekade awal di abad ke-21. La Furia Roja berhasil memenangkan tiga turnamen beruntun.
Prestasi berawal di Piala Eropa 2008. Pada ajang bernama resmi Euro 2008 tersebut, Spanyol mengakhiri paceklik 44 tahun dengan memenangkan kompetisi di Austria-Swiss. Trofi Henri Delaunay diangkat usai menaklukkan Jerman pada laga puncak.
Advertisement
Titel kembali datang dua tahun berselang. Spanyol jadi juara Piala Dunia untuk pertama kali sepanjang sejarah usai melewati turnamen di Afrika Selatan. Kali ini mereka membungkam Belanda di final.
Negeri Matador menggenapi capaian di Euro 2012. Mereka kembali menggoreskan rekor setelah menghajar Italia pada partai pamungkas ajang di Polandia-Ukraina. Spanyol mencatatkan diri sebagai pionir penguasa Piala Eropa secara beruntun.
Kunci sukses Spanyol hanya satu: Barcelona. Mereka bertumpu pada pemain klub yang juga sedang mengarungi periode emas.
Kehadiran Carles Puyol di jantung pertahanan serta kombinasi Xavi Hernandez dan Andres Iniesta pada lini tengah membantu mereka mendominasi lawan.
Pengaruh Barcelona semakin kuat dengan kehadiran Sergio Busquets, Gerard Pique, Cesc Fabregas, Pedro Rodriguez, Víctor Valdes, hingga David Villa.
Sukses Spanyol sebenarnya bukan cerita baru. Sudah banyak negara meraih prestasi berkat pengaruh pemain satu klub tertentu. Jerman Barat contohnya, yang kerap mengandalkan penggawa Bayern Munchen.
Namun, ada satu nama yang dilupakan yakni peran Dynamo Kiev bagi Uni Soviet pada 1980-an.
Superioritas Dynamo Kiev
Berkat pendekatan sistematis Valeriy Lobanovskiy, Dynamo Kiev merajai pentas domestik dan internasional. Mereka mengungguli tim-tim pusat (Moskow) dan memenangkan Piala Winners dalam dua kesempatan.
Uni Soviet pun tergoda dan coba membonceng prestasi. Mereka menunjuk Lobanovskiy sebagai nakhoda.
Lobanovskiy sepakat dan mengajak anak asuhnya untuk membela timnas. Sayang kebijakannya terhalang kepentingan politis. Terlepas itu, Lobanovskiy masih bisa mendaftarkan 11 dari 20 anggota skuat untuk Piala Eropa 1988.
Dia merekrut Volodymyr Bessonov, Oleg Kuznetsov, Anatoliy Demyanenko, Vasiliy Rats, Gennadiy Litovchenko, Aleksandr Zavarov, Oleg Protasov, Igor Belanov, Alexei Mikhailichenko, Viktor Chanov, dan Sergei Baltacha untuk mengikuti turnamen di Jerman Barat.
Advertisement
Penyesalan Uni Soviet
Berkat sentuhan Lobanovskiy, Uni Soviet tanpa kesulitan menyisihkan lawan yang menghadang. Mereka meraih dua kemenangan dari tiga laga dan tidak terkalahkan pada fase grup, salah satunya atas Belanda.
Uni Soviet juga tanpa kesulitan menyisihkan Italia di semifinal. Mereka pun masuk final Piala Eropa untuk kali pertama sejak 1972. Capaian besar mengingat mereka tidak lolos kualifikasi pada tiga edisi berikutnya.
Sayang gelar yang didamba gagal direbut. Belanda sukses membalas kekalahan, salah satunya berkat gol spektakuler Marco van Basten.
Uni Soviet pun meradang. Nasib mereka mungkin bisa berbeda jika Lobanovskiy dibebaskan memilih pemain.
Bapak Sepak Bola Modern
Lobanovskiy bekerja di timnas hingga Piala Dunia 1990. Dia kemudian melanglang buana ke Uni Emirat Arab dan Kuwait sebelum kembali ke Dynamo Kiev.
Di sana Lobanovskiy kembali melahirkan talenta-talenta baru Ukraina, mulai Andriy Shevchenko hingga Serhii Rebrov. Hingga kini dia diakui sebagai salah satu bapak sepak bola modern yang pendekatannya diadopsi nama-nama tenar saat ini.
Maka, sangat ironis jika reinkarnasi Uni Soviet yakni Rusia kini menginvasi Ukraina. Sebab, Ukraina pernah mengharumkan nama mereka.
Advertisement