Tanggapan Dirut Adaro Boy Thohir Terkait Skema Baru Royalti Penjualan Batu Bara

Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir menanggapi terkait PP Nomor 15 Tahun 2022.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 18 Apr 2022, 22:18 WIB
Ilustrasi PT Adaro Energy Tbk (Foto: Dok PT Adaro Energy Tbk)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah merilis Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.  

Peraturan Pemerintah tersebut telah ditetapkan pada 11 April 2022 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diundangkan pada 11 April 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H.Laoly.

Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir menanggapi terkait PP Nomor 15 Tahun 2022 tersebut.

"Intinya kalau dari saya masalah PP perpanjangan dan lain-lain itu pertama saya berkeyakinan dan memang ini bukan sesuatu hal yang baru. Proses ini sudah lama dari 2-3 tahun lalu, ini mulai dari UU Minerba terus ada Omnibus Law,” ungkap Boy Thohir dalam virtual meeting, Senin (18/4/2022).

Dia menuturkan, hal tersebut bukan sesuatu yang baru sehingga  pihaknya mengikuti dan diajak bicara oleh pemerintah. 

"Jadi ini bukan sesuatu yang baru jadi kita mengikuti dan senantiasa kita selalu diajak bicara oleh pemerintah. Karena saya yakin bahwa memang pemerintah juga ingin di satu sisi balance, di satu sisi bagaimana perusahaan-perusahaan batu bara ini bisa terus berkontribusi,” ujar Boy.

Boy menuturkan, batu bara dan sawit menjadi penopang pendapatan ekspor Indonesia.

"Karena akhirnya yang menjadi penopang pendapatan ekspor indonesia itu ya batu bara dan sawit. Mungkin terakhir ada tambahan nikel khususnya stainles steel tetapi masih tetap kelapa sawit, batu bara,” ucapnya.

Ia menambahkan, terkait royalti yang menjadi bagian dari PP yang ditetapkan 11 April 2022 tersebut juga mendorong kontribusi ke negara bertambah. Saat ini, ia menilai, dibutuhkan dukungan dari pelaku usaha.

"Nah kalau nanti sebetulnya itung-itungan royalti dan PPH, PPH nya juga turun jadi royaltinya naik PPH nya turun gitu. Tentunya kontribusi kita ke negara akan bertambah dan menurut hemat saya dalam kondisi negara yang lagi memerlukan dukungan dari kita-kita ya tentunya sudah merupakan satu kewajiban kita,” ujar dia.

Boy mengapresiasi bisa memberikan kontribusi ketika negara membutuhkan. "Kita juga patut berbangga hati lah kita bisa memberikan kontribusi yang lebih ke negara. Mengingat kondisi perekonomian kita  belum pulih bahkan terjadinya inflasi, kenaikan bahan-bahan pokok, BBM, apa segala macam ya. Ini kita berbangga banget bisa berkontribusi kita di mana negara membutuhkan,” imbuhnya.

Meskipun demikian, Boy Thohir juga mengaku ada dampak kepada Adaro. Namun, ia tidak begitu menjelaskan secara rinci dampak seperti apa yang terjadi.

"Tentunya, impactnya ke Adaro ada bukannya tidak ada. Tetapi di lain sisi kita bersyukur kita dapat bener-bener anugerah luar biasa dan saya jujur akhir 2020 itu enggak ngebayangin di 2021 mungkin di 4-5 bulan terakhir itu kita bener-bener dapat anugerah yang sangat luar biasa begitu,” tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


KESDM Jamin Skema Baru Royalti Penjualan Batu Bara Tak Rugikan Pengusaha

Gambar udara menunjukkan seorang pekerja berdiri di atas truk bermuatan batu bara di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

Sebelumnya, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2022, tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 11 April 2022, dan diundangkan pada 11 April 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, menjelaskan, pemberlakuan PP tarif batu bara ini diyakini tidak merugikan badan usaha dan tentunya merupakan hak negara untuk memperoleh pendapatan dari kegiatan usaha pertambangan batu bara.

Hal itu disampaikan dalam Konferensi Pers Virtual Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 dan PP nomor 15 tahun 2022, Senin, 18 April 2022.

“Intinya, kita sebut PP tarif batu bara. Ini juga sebuah produk hukum yang perlu kami sampaikan kepada publik melalui media massa, bahwa pemerintah mengatur agar pemanfaatan batubara memberikan manfaat yang maksimal baik bagi negara, maupun bagi badan usaha termasuk bagi publik secara keseluruhan,” ujar Ridwan.

Untuk itu Dia menegaskan, proses pengajuan atau proses penetapan PP 15 tahun 2022 ini juga sudah berjalan cukup panjang, melalui berbagai proses birokratik, masukan pakar, masukan usaha dan lain-lain.

Sehingga dicapai lah angka optimal yang dituangkan dalam PP ini dengan semangat negara mendapatkan sebesar-besarnya hak negara, dan badan usaha tidak dirugikan dalam rangka penerapan ini.

“Namun, sekali lagi semangat kita adalah menegaskan bahwa negara mendapat haknya yang maksimal dari industri batubara dan badan usaha tidak dirugikan dalam penerapannya,” ujarnya.

Mengacu pada skema tarif progresif bakal diberlakukan kedepannya untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Tertulis dalam Pasal 16 Ayat huruf d angka 1 dijelaskan soal sejumlah ketentuan dimana royalti untuk penjualan batu bara memiliki besaran beragam bergantung pada harga batubara acuan (HBA).


HBA

Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jika HBA kurang dari US USD 70 per ton maka tarif yang dikenakan sebesar 14 persen dikalikan harga jual dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.

Kemudian, jika HBA sama dengan atau lebih besar USD 70 per ton hingga kurang dari USD 80 per ton, maka tarif yang dikenakan sebesar 17 persen dikalikan harga jual dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.

Selanjutnya, apabila HBA sama dengan atau lebih besar dari USD 80 per ton hingga di bawah USD 90 per ton maka tarif yang dikenakan sebesar 23 persen dikalikan harga jual dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.

Lalu, HBA sama dengan atau lebih besar dari USD 90 per ton hingga di bawah USD 100 per ton maka tarif yang dikenakan sebesar 25 persen dikalikan harga jual dikurangi tarif iuran produksi, atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.

Demikian, jika HBA sama dengan atau lebih besar dari USD 100 per ton maka tarif dikenakan sebesar 28 persen, dikalikan harga jual dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.


Sumber Devisa

Batu bara dimuat ke truk di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

Disampaikan pengamat pertambangan, Ahmad Redi, di tengah masa pandemi komoditas batu bara telah menjadi salah satu sumber devisa. Pendapatan yang diperoleh dari komoditas ini sangat membantu penerimaan negara, yang terganggu dengan pelemahan ekonomi global akibat pandemi.

“Karena pada masa pandemi ini ternyata komoditas batu bara ini sangat signifikan kenaikan harganya. Di satu sisi ini berkah bagi penerimaan negara,” kata pengajar di Universitas Tarumanegara tersebut.

Kenaikan harga batu bara, kata Redi, merupakan berkah bagi perusahaan batu bara dan sekaligus berkah bagi perekonomian nasional kita.

“Karena royalti pasti akan naik, karena persentase royalti batu bara itu ditentukan dari harga jualnya. Lalu PPN dan PPh dari sektor ini juga akan naik. Termasuk pajak ekspor dan lainnya. Artinya ini dari sisi penerimaan negara kenaikan harga batu bara sangat baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sempat menyebut, penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) membukukan angka Rp 124,4 triliun di 2021.

Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ucap Sri Mulyani.

Bendahara Negara juga menjelaskan, pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara.

"Kenaikan harga komoditas mineral dan batu bara memberikan kontribusi besar," tutup Sri Mulyani. 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya