Menengok Keuntungan Penerapan Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan Sampah

Keberadaan sampah medis ini memerlukan perhatian dan penyelesaiaan secara bersama-sama.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Apr 2022, 00:45 WIB
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Adwil Kemendagri) mendorong percepatan penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah di seluruh Indonesia.

Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal ZA mengatakan pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan dan ekonomi saja. Akan tetapi, ada masalah baru yang ditimbulkan, yakni meningkatnya sampah medis. Ini sering diabaikan.

Padahal, keberadaan sampah medis ini memerlukan perhatian dan penyelesaiaan secara bersama-sama. Dia menjelaskan Pemerintah Indonesia mempunyai target bisa mengurangi sampah plastik hingga 30 persen pada tahun 2025. Kemudian, menangani 70 persen sampah lainnya melalui gerakan reduce, reuse, dan recycle (3R). Bertepatan dengan rencana KTT G20 yang akan digelar di Bali, Ditjen Bina Adwil menggelar Indonesia International Waste Expo (IIWAS) “Trisenses Bali” pada 17-20 April ini. Di IIWAS, ada beberapa forum yang membahas dan mencari solusi penanganan sampah yang berkelanjutan.

"Dalam acara itu, kami mencoba menampilkan contoh solusi ekonomi sirkular untuk memulihkan perekonomian dan menjaga lingkungan secara bersama-sama. Konsep ekonomi sirkular berpedoman pada prinsip utama mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada dengan stakeholder, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, hingga pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya saat diskusi di IIWAS, Badung, Bali, pada Senin (18/4/2022).

Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling, yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah. Safrizal mengungkapkan ekonomi sirkular sudah diperkenal sejak tahun 2009, tapi baru booming di Indonesia pada media 2018-2019. Dia menyebut ada perbedaan pendekatan ekonomi sirkular dengan ekonomi linear tradisional yang menggunakan model ambil, pakai, dan buang (take, make, dan dispose).

"Terdapat beberapa acara yang ditampilkan untuk mengatasi sampah dalam konsep ekonomi sirkular. Namun, yang paling penting adalah pengelolaan sampah dengan mengedepankan pemilahan sampah dari sumbernya. Masyarakat dan harus ada perubahan perilaku konsumen untuk meningkatkan pengunaan kembali dan menghindari membuang sampah sembarangan,” paparnya.

Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendagri itu mengklaim ekonomi sirkular mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hijau yang lebih tinggi dibandingkan skenario business as usual. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai itu, antara lain, merancang sistem produksi yang membutuhkan lebih sedikit sumber daya, memastikan bahan mentah yang diekstrasi dan digunakan selama mungkin, serta menggunakan produk dan layanan dengan lebih efisien.

"Dengan kata lain, ekonomi sirkular dapat dikatakan sebagai salah satu kendaraan yang dapat mendukung pencapaian dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals). Juga dapat menjadi penggerak menuju transpormasi ekonomi, khususnya mendukung strategi ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon,” tegas Safrizal.

Ditjen Bina Adwil Kemendagri memaparkan beberapa keuntungan penerapan ekonomi sirkular. Pertama, berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593-638 triliun pada tahun 2020.

Dampak langsungnya akan terjadi pada lima sektor, yakni makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan grosir dan eceran, serta peralatan listrik dan elektronik. Kedua, mengurangi limbah sebesar 18-52 persen, mengurangi emisi CO2 sebesar 126 juta ton, dan penggunaan air sebesar 6,3 miliar kubik pada tahun 2030. Ketiga, Indonesia akan mendapatkan keuntungan sosial dalam bentuk terciptanya lapangan pekerjaan sebanyak 4,4 juta pada tahun 2030.


Tantangan Penerapan Ekonomi Sirkular

Diskusi di IIWAS, Badung, Bali, pada Senin (18/4/2022). (Istimewa)

Di sisi lain, penerapan ekonomi sirkular akan menghadapi berbagai tantangan. Pertama, kemungkinan terganggunya kenyaman konsumen, terutama mereka yang terbiasa menggunakan kemasan plastik. Kedua, kurangnya fasilitas pendukung untuk pengelolaan sampah. Ketiga, kurangnya teknologi daur ulang. Safrizal mengatakan beberapa material membutuhkan teknologi tinggi untuk mendaur ulangnya.

"Untuk berhasil dalam mengimplementasikan ekonomi sirkular, dibutuhkan juga teknologi daur ulang yang mampu memenuhi industri secara kualitas dan kuantitas," ucapnya.

Terakhir, peraturan daerah yang belum selaras dengan konsep ekonomi sirkular. Kemendagri mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk segera melakukan standarisasi penerapan ekonomi sirkulae secara merata di Indonesia.

"Forum ini (IIWAS) juga bertujuan agar semua pihak bisa menemukan letak penting dan urgensi dari ekonomi sirkular. Maka, hal ini akan sangat terbantu jika adanya regulasi yang tegas dengan batasan yang jelas untuk memulai perubahan," terangnya.

Safrizal mengatakan pihaknya telah menyiapkan kebijakan pendukung ekonomi sirkular, seperti rencana aksi, pedoman, dan pengaktifan kemitraan lintas sektor. Semua itu memerlukan kerja sama dari pelaku usaha sebagai implementator dan akademisi untuk pengembangan teknologi dan inovasi. "Yang tak kalah penting, masyarakat dapat melakukan perubahan perilaku sehari-hari menjadi perilaku yang lebih mendukung keberlanjutan. Juga mendukung berbagai produk ramah lingkungan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya