Liputan6.com, Washington DC - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen akhirnya memutuskan untuk tetap hadir di acara G20 meski sebelumnya mengaku ogah datang apabila Rusia diundang. Akan tetapi, Yellen tidak akan datang di sesi yang turut dihadiri Rusia.
Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral akan bertemu di Washington DC, Amerika Serikat. Pertemuan ini bertajuk 2nd Finance Ministers and Central Bank Governor Meeting.
Advertisement
Dilansir Channel News Asia, Selasa (19/4/2022), Janet Yellen akan melewatkan beberapa sesi pada hari itu demi menghindari Rusia. Janet Yellen akan fokus kepada pihak-pihak yang berusaha menghindari dampak sanksi kepada Rusia, serta pihak-pihak yang membantu penghindaran tersebut.
Janet Yellen akan hadir di sesi pembuka meski Rusia juga hadir pada sesi awal tersebut. Sesi pembukaan itu dinilai penting bagi Janet Yellen untuk berdiri bersama para aliansi AS dan membela Ukraina.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov juga hanya akan menghandiri sebagian pertemuan G20 saja. Ia hadir secara virtual.
AS masih menilai bahwa Amerika Serikat seharusnya tidak disertakan di pertemuan G20 gara-gara invasi terhadap Ukraina. AS berkata tidak bisa lagi bersikap "business as usual" kepada Rusia.
Pihak Rusia menekankan agar Indonesia tetap fokus kepada isu ekonomi di G20.
Namun, sanksi-sanksi yang diterima Rusia akibat invasi ke Ukraina adalah sanksi ekonomi, serta melibatkan berbagai industri. Duta Besar Rusia di Indonesia Lyudmila Vorobieva menyebut negaranya merasa sakit akibat sanksi, tetapi ia berkata negara-negara Eropa juga akan rugi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ukraina Bukan Anggota G20, Akankah Diundang Indonesia?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilaporkan telah mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin ke G20. Pertemuan puncak G20 akan digelar di Indonesia pada November 2022. Kini, muncul pertanyaan apakah Indonesia juga akan mengundang Ukraina di G20, meski Ukraina bukan anggota.
Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Sabtu (16/4), sejumlah negara mensyaratkan kehadiran Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 yang akan berlangsung di Bali, November tahun ini, jika Indonesia tetap mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin. Ada pula sinyal-sinyal dari negara yang ingin memboikot KTT G20 apabila Putin hadir tanpa Zelensky.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan belum bisa memastikan apakah Indonesia akan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam perhelatan akbar itu. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, ujarnya, masih terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan beragam pihak untuk menyikapi perkembangan terkait perang Rusia di Ukraina.
"Melalui konsultasi tersebut, kita bisa memetakan bagaimana sisi pandang negara-negara atas arti penting pertemuan G20 itu sendiri dalam merespon berbagai tantangan yang terjadi di saat sekarang, dalam kita mengatasi tantangan ekonomi yang betul-betul menjadi satu tekanan. Tentunya kita juga mendengarkan pandangan mereka atas isu-isu yang banyak dilontarkan beberapa pemimpin dunia di saat sekarang," kata Faizasyah, Kamis (14/4).
Tapi Faizasyah mengakui tidak dapat mengungkapkan hasil konsultasi Retno dengan beragam negara karena sebagian besar bersifat rahasia. Menlu Retno Marsudi, tambahnya, juga akan berkonsutasi dengan sejumlah negara Eropa terkait hal ini.
Advertisement
Stabilitas Ekonomi
Pengamat politik internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan Forum G20 nantinya tidak akan membahas mengenai perang Rusia di Ukraina tetapi mendiskusikan bagaimana perang tersebut telah mengganggu stabilitas ekonomi dunia.
Menurutnya para pemimpin negara anggota G20 perlu dampak luas yang dirasakan banyak negara akibat konflik yang berlangsung sejak 24 Februari lalu itu. Terlebih karena dunia masih belum lepas dari situasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi global masih tersendat-sendat.
Secara normatif, lanjut Nanto, konflik Rusia-Ukraina bisa dibahas di Perserikatan Bangsa-Bangsa atau jika perlu di Dewan Keamanan. Sedangkan Forum G20 tetap fokus pada dampak perang tersebut terhadap stabilitas ekonomi dunia.
"Memang kita harus akui ada ketidakimbangan kekuatan di mana satu negara bisa mendorong agenda yang sebenarnya tidak terlalu relevan pada satu topik. Dalam konteks ini, Indonesia harus menjadi dirigen yang baik. Pada prakteknya jabatan Presidensi G20 ini mengelola kepentingan banyak pihak, kemudian bisa menempatkan fungsi G20 itu sendiri," ujar Nanto.
Nanto pun mencontohkan bagaimana setelah serangan 11 September 2001 di New York dan Washington DC, Amerika menjadikan isu terorisme masuk dalam beragam agenda kerjasama di berbagai forum multilateral.
Tema Ekonomi
Nanto mengatakan sebelum perang Rusia di Ukraina meletup, Indonesia sebagai Presiden G20 telah menjadikan kebangkitan dan pemulihan ekonomi global sebagai tema besar. Namun dengan perang yang terjadi, agendanya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.
Ditambahkannya, Indonesia harus pandai mengkompromikan kepentingan antara Rusia dan negara-negara anti-Rusia di dalam G20.
Dalam berbagai kesempatan forum multilateral dan pertemuan bilateral, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi konsisiten menyatakan posisi Indonesia terhadap perang Rusia di Ukraina, yaitu agar perang dapat segera dihentikan. Indonesia juga menilai invasi Rusia ke Ukraina melanggar kedaulatan wilayah negara lain.
Perang yang terjadi sejak 24 Februari itu telah memaksa lebih dari sepuluh juta orang mengungsi dan ribuan lainnya tewas. Perang ini juga membuat harga energi dan bahan pangan global melesat.
Advertisement