Transaksi e-Money Kena Pajak? Begini Penjelasan Ditjen Pajak

Meski Pemerintah telah mengeluarkan aturan baru tentang PPN, tapi e-wallet dan e-money tidak kena pajak.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Apr 2022, 07:00 WIB
Konsumen bertransaksi dengan uang elektronik di Jakarta, Rabu (2/12/2020). Saat ini frekuensi transaksi mandiri e-money telah menembus 650 juta transaksi dengan nilai yang mencapai Rp10 triliun pada Januari-September 2020 lalu. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Sebagian orang mungkin menganggap bahwa pajak yang dipotong pada transaksi uang dan dompet elektronik dikenakan atas nominal transaksinya. Padahal sebetulnya, pajak tersebut digunakan untuk biaya jasa dalam proses transaksi.

Meski Pemerintah telah mengeluarkan aturan baru tentang PPN, tapi e-wallet dan e-money tidak kena pajak. Hal ini karena keduanya bukan termasuk Barang Kena Pajak.

Lantas bagaimana dengan potongan pajak dalam setiap transaksi di e-wallet dan e-money?

Melalui akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menegaskan, pajak itu bukan dikenakan atas nominal transaksi.

“PPN tersebut bukan dikenakan atas nominal transaksi di layanan tersebut melainkan dikenakan hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi dan pengenaan PPN,” dikutip dari Instagram @ditjenpajakri, Selasa (19/4/2022).

Jadi, perlu diketahui bahwa seluruh kegiatan layanan yang dilakukan melalui uang dan dompet elektronik tersebut termasuk Jasa Kena Pajak (JKP).

Mengutip PMK No. 69 Tahun 2022, Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

 


Jenis Layanan

Konsumen bertransaksi dengan uang elektronik di Jakarta, Rabu (2/12/2020). Saat ini frekuensi transaksi mandiri e-money telah menembus 650 juta transaksi dengan nilai yang mencapai Rp10 triliun pada Januari-September 2020 lalu. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai contoh, seseorang yang punya saldo e-money 8.300, saldo itu bukan merupakan Barang Kena Pajak. Jadi, tidak ada pajak atas saldo tersebut.

Bila orang tersebut melakukan top up dengan nominal Rp 1 juta, dia akan dikenakan biaya admin sebesar Rp 2000. Itulah yang termasuk Jasa Kena Pajak.

Jadi, besaran PPN atas layanan top up tersebut adalah Rp 2000 x PPN 11 % = Rp 220.

Contoh lain, jika Anda membayar belanjaan dengan nominal Rp 500 ribu, akan ada biaya layanan sebesar Rp 4000. Nah, biaya tersebut juga disebut Jasa Kena Pajak.

Oleh karena itu, besaran PPN atas layanan pembayaran belanja tersebut adalah Rp 4000 x PPN 11 % = Rp 440.

Lebih lanjut, aturan ini dapat dibaca selengkapnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2022.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 


Cara

Petugas menunjukkan Kartu Tapcash Bank BNI di Jakarta, Selasa (18/10). Bank Indonesia (BI) menaikkan batas atas plafon uang elektronik menjadi Rp 10 juta yang sebelumnya hanya Rp 5 juta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun jenis layanan uang dan dompet elektronik tersebut antara lain:

- Registrasi pemegang uang elektronik

- Pengisian ulang (top up)

- Pembayaran transaksi

- Transfer dana

- Tarik tunai

- Pembayaran tagihan

- Layanan pay later

- Dan sebagainya

Sementara itu, yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atas penyerahan JKP tersebut ialah PKP penyelenggara penyediaan layanan uang dan dompet elektronik.

 

 

infografis Biaya Top Up Uang Elektronik

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya