Harga CPO Mahal, Pengusaha Justru Tak Senang

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono, mengatakan naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit tidak membuat para pengusaha senang.

oleh Tira Santia diperbarui 19 Apr 2022, 19:30 WIB
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono, mengatakan naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit tidak membuat para pengusaha senang. 

"Satu sisi semua mengatakan bahwa industri sawit menghadapi windfall (rezeki nomplok), kita juga tidak terlalu senang dengan situasi seperti ini. Karena excess (kelebihan)-nya justru kemana-mana," kata Ketua Gapki dalam acara buka puasa Gapki dengan stakeholder kelapa sawit, Selasa (19/4/2022).

Menurutnya, memang situasi global yang tidak pasti ini membuat harga komoditas naik semua, termasuk minyak nabati juga mengalami kenaikan.

"Kita menghadapi situasi yang challenging. Oleh karena itu, hal yang sangat penting adalah kita semua saling memberikan informasi dan pemahaman supaya situasi yang challenging ini bisa manage dengan baik," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, aspek supply dan demand tak terpisahkan dalam dunia usaha, termasuk dalam usaha minyak sawit.

Ketua Gapki mengungkapkan alasan harga-harga komoditas menjadi naik, khususnya minyak nabati dikarenakan adanya pengetatan supply lantaran kegagalan panen, dan faktor perang Rusia-Ukraina.

"Kenapa harga-harga  tinggi? karena supply demand nabati, terjadi supply yang ketat karena faktor kegagalan di panen dan faktor perang Ukraina-Rusia," ucapnya.

 


Supply Ketat

Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Menurut Dia, sebenarnya sawit Indonesia tidak berkontribusi terlalu baik (excellent). Dalam artian bahwa supply minyak nabati global mengalami pengetatan, begitupun dengan supply minyak sawit.

"Kalau produksi sawit melimpah ruah agak mending, tapi supply ketat maka produksi sawit kita tidak seperti yang kita harapkan," ujarnya.

Berdasarkan hasil analisis Gapki, selama dua bulan pertama tahun 2022 yakni periode Januari-Februari produksi minyak sawit justru turun, yang berdampak pda ekspor juga turun.

"Kita alih-alih  bisa membuat situasi global agak mending ya memang secara global situasinya seperti ini, beberapa bulan ke depan kita masih akan menghadapi situasi ini.  Harus kita manage supaya tidak excess (kelebihan)," pungkasnya.


Harga CPO Cetak Rekor Tertinggi Dalam Sejarah

ISPO kembali menyerahkan sertifikat kepada 40 perusahaan kelapa sawit di Indonesia 5 diantaranya dikantongi anak perusahaan Astra Agro. (Foto: Astra Agro)

Melonjaknya harga komoditas dinilai sangat menguntungkan bagi Indonesia. Alasannya, saat ini harga CPO telah mencapai harga tertinggi dari yang pernah terjadi.

"Harga CPO memang sangat tinggi beberapa bulan terakhir dan sekarang masih. Harga tertinggi pernah mencapai UDS 1.926,9 per ton. Ini harga record paling tinggi sepanjang masa," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam webinar Macroeconomic Update 2022, Jakarta, Senin (4/4/2022).

Artinya, lanjut dia, nilai tambah yang diterima Indonesia lebih besar. Mengingat ekspor CPO dan sawit Indonesia tinggi. Belum lagi harga batubara yang menambah sumber likuiditas perekonomian saat harganya tinggi.

Febrio mengatakan, setiap ada kenaikan harga komoditas, akan berdampak mengalir ke sektor perbankan. Kemudian mengalir ke masyarakat, khususnya bagi petani yang menikmati kenaikan harga tersebut. Sehingga secara tidak langsung perekonomian di sekitar sektor tersebut akan meningkat.

"Jadi biasanya akan melihat komoditi harga tinggi, penjualan kendaraan bermotor akan tinggi, penjualan tv akan naik, elektronik akan tinggi," kata dia. "Artinya akan salurkan DPK (Dana Pihak Ketiga) di perbankan yang selama 2 tahun ini tumbuh sangat tinggi di atas 10 persen dua tahun berturut-turut," sambungnya.

 


Antisipasi Gejolak Harga BBM dengan APBN

Seorang pekerja membawa cangkang sawit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia menjadi beban pemerintah. Alasannya selama ini pemerintah menanggung subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Bensin jenis Pertalite tetap dijaga harganya agar tidak menimbulkan gejolak harga di tingkat SPBU. Perbedaan harga keeknomian dan harga jual di tingkat konsumen ditanggung pemerintah melalui APBN.

"APBN harus hadir menjamin tidak terjadi kenaikan harga fluktuatif untuk kepentingan rakyat," kata dia.

Dia menambahkan banyak APBN yang harus disiapkan untuk menanggung risiko absorber . Sebab dalam konteks ini APBN jadi shock absorber yang mengharapkan risiko ke masyarakat seminimal mungkin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya