AS Laporkan Jumlah Anak Belum Divaksinasi Masuk RS Meningkat Selama Gelombang Omicron COVID-19

Anak yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 5-11 tahun masuk rumah sakit (RS) meningkat dua kali lipat dibandingkan yang sudah divaksinasi.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 21 Apr 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi varian Covid-19 terbaru Omicron XE/ copyright pexels.com

Liputan6.com, Jakarta Anak yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 5-11 tahun masuk rumah sakit (RS) meningkat dua kali lipat dibandingkan yang sudah divaksinasi. Hal ini terjadi selama varian Omicron  sudah hadir di Amerika Serikat seperti dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada Selasa, 19 April 2022.

Dari studi ini menunjukkan bahwa vaksin mampu membantu mencegah anak-anak alami keparahan akibat infeksi COVID-19 sehingga tidak sampai masuk rumah sakit. Meski begitu, kemampuan vaksin sedikit berkurang dalam menghentikan penularan varian Omicron.

Data yang diambil CDC dari rumah sakit yang melayani sekitar 10 persen populasi masarakat Negara Paman Sam. Dari data ini juga terlihat bukti kuat beberapa kelompok yakni anak-anak berkulit hitam yang masih banyak belum divaksinasi sehingga berpeluang lebih besar mengalami keparahan akibat virus SARS-CoV-2 ini.

Anak-anak berkulit hitam dalam kelompok usia 5-11 tahun menyumbang sekitar sepertiga dari anak-anak belum divaksinasi dalam penelitian ini. Dan, hasilnya adalah sepertiga dari keseluruhan anak yang dirawat inap terkait COVID-19 dalam kelompok itu seperti mengutip The New York Times.

Berdasarkan data sensus dari 2020 menunjukkan bahwa anak-anak berkulit hitam terdiri dari sekitar 14 persen penduduk Amerika Serikat usia 5-11 tahun. Namun, belum diketahui dengan pasti apakah area studi yang dilakukan CDC mewakili populasi negara.

Melihat data yang ada CDC menyarankan agar seluruh komunitas termasuk yang minoritas mendapatkan vaksinasi COVID-19.

"Meningkatkan cakupan vaksinasi di kalangan anak-anak terutama di antara kelompok ras dan etnis minoritas yang terkena dampak COVID-19. Hal ini sangat penting mencegah rawat inap karena COVID-19 serta keparahan akibat penyakit infeksi itu," kata CDC.


Vaksinasi Cegah Keparahan Akibat COVID-19

Fakta menarik dari studi ini adalah anak-anak keturunanan Asia cenderung memiliki tingkat vaksinasi tertinggi. Sementara itu,anak-anak Hispanik lebih rendah dan atau setara tingkat vaksinasinasinya dengan anak-anak berkulit putih.

Meski begitu, di seluruh negara bagian AS, orang-orang berkulit hitam lebih sedikit yang divaksin dibanding kulit putih.

Anak-anak di Amerika sudah bisa mendapatkan vaksinasi COVID-19 sejak umur 5. Namun, baru sepertiga anak berusia 5-11 tahun yang sudah mendapatkan suntikan dosis pertama COVID-19. Kecepatan vaksinasi dalam kelompok tersebut melambat dalam beberapa minggu terakhir.

Studi CDC ini dilakukan dari 19 Desember 2021 hingga 28 Februari 2022 kala Omicron sudah hadir itu. Sekitar 400-an anak dirawat akibat COVID-19 selama periode tersebut. Dari angka di atas sekitar 90 persen belum divaksinasi COVID-19.

Untuk setiap 100.000 anak yang tidak divaksinasi dalam kelompok usia 5-11, sekitar 19,1 per dirawat di rumah sakit karena COVID-19. Hal ini berbeda dibandingkan dengan 9,2 per 100.000 anak yang divaksinasi.

Lalu, masih dari laporan yang sama sekitar sepertiga anak-anak yang masuk rumah sakit tidak memiliki masalah kesehatan sebelumnya. Lalu ada seperlima yang dirawat di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit).

Anak-anak dengan penyakit penyerta seperti diabetes dan obesitas yang cenderung alami sakit parah akibat infeksi COVID-19.

 

 


CDC: Omicron Sangat Menular

CDC juga mengungkapkan bahwa Omicron tidak terlalu menyebabkan penyakit yang fatal pada anak-anak dibandingkan Delta. Hal ini pun sama terjadi pada orang dewasa.

Namun, dari data ini juga mengungkapkan bahwa Omicron sangat menular dan menginfeksi begitu banyak anak. Sampai-sampai jumlah anak yang dirawat di rumah sakit lebih tinggi selama gelombang Omicron.

Anak-anak yang terinfeksi COVID-19 kecil kemungkinan alami keparahan dibandingkan orang dewasa. Meski dampak Omicron lebih ringan masih ada kelompok usia yakni di bawah lima tahun yang belum bisa mendapatkan vaksinasi COVID-19.

Sebelumnya, para pejabat Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengingatkan penduduk dunia agar tetap waspada terhadap varian Omicron. Meski untuk sementara data menunjukkan sebagian besar gejala mirip dengan flu biasa seperti pilek, pusing, nyeri tenggorokan, bukan berarti varian B.1.1.529 ini dapat dianggap enteng.

"Omicron itu BUKAN common cold (salesma atau sebagian anggap flu)," kata COVID-19 Technical Lead WHO, Maria Van Kerkhove, dalam sebuah cuit di akun Twitter nya @mvankerkhove pada 4 Januari 2022.

 


Omicron Bisa Bikin Sistem Kesehatan Kewalahan

Hal senada juga disampaikan Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan. "Sistem kesehatan bisa kewalahan (karena Omicron)," katanya.

Omicron merupakan varian yang menyebar lebih cepat dari varian COVID-19 lainnya. Dalam banyak kasusgejala lebih ringan atau cenderung tidak bergejala. Varian jenis ini pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan. Varian ini disebut sebagai salah satu yang sangat cepat dalam menularkan virus.

Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta. Sejak ditemukan pertama kali pada 24 November 2021 di Afrika Selatan, kini Omicron telah terdeteksi di lebih dari 100 negara.

Varian Omicron memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan. WHO menjelaskan bukti awal menunjukkan peningkatan risiko infeksi ulang dengan varian ini, dibandingkan dengan Variant of Concern (VOC) lainnya. 

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya