Liputan6.com, Jakarta - Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April selalu dimaknai beragam cara yang menginspirasi di seantero Nusantara. Momentum ini sekaligus menjadi bentuk penghormatan tertinggi kepada Raden Ajeng Kartini sebagai sosok pejuang emansipasi.
Salah satunya dirayakan dengan pemberdayaan perempuan melalui kerajinan. Setidaknya ada 24 kerajinan batik dan ecoprint ragam motif karya Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) perempuan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Semarang akan dilelang secara daring dalam perayaan Hari Kartini pada 21 April 2022.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, lelang batik digelar mulai 18--21 April 2022 ini merupakan kerja sama berbagai pihak. Mereka yang terlibat antara lain Second Chance Foundation, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), UN Women, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM dan didukung oleh perusahaan rintisan (startup) HiApp Indonesia.
Ketua Second Chance Foundation Evy Amir Syamsudin menjelaskan, dengan tema Bringing Kartini's Empowerment to Modern Day Prisons, masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam lelang tersebut. Ini sebagai wujud dukungan terhadap pemberdayaan warga binaan perempuan.
Masyarakat juga dapat ambil bagian dalam sesi diskusi terkait pemberdayaan warga binaan perempuan bersama para pakar terkait. Evy menambahkan perjuangan Kartini terhadap emansipasi perempuan masih bergema hingga saat ini.
"Nilai perjuangannya secara tidak langsung berkaitan dengan kehidupan warga binaan perempuan di lembaga pemasyarakatan saat ini. Sosok Kartini mengajarkan kita pelajaran universal kepada kaum perempuan untuk bersuara agar bisa melepaskan diri dari belenggu yang membatasinya," terang Evy.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bakat Potensial
Evy menilai perjuangan Kartini untuk emansipasi perempuan bisa dimaknai sebagai pengingat bahwa selalu ada kesempatan untuk memberdayakan diri sendiri di tengah lingkungan yang penuh tantangan. Begitu pula dengan warga binaan.
Mereka, kata Evy, cukup banyak yang memiliki beragam talenta potensial untuk dikembangkan lebih jauh, salah satunya melalui program produksi batik dan eco-print. Ia menyebut, produksi dua kerajinan itu adalah salah satu program unggulan yang ada di Lapas Perempuan Semarang.
Tak hanya dipasarkan di Indonesia, hasil produksi warga binaan perempuan di sana juga ada yang diekspor ke luar negeri, seperti Jepang. Second Chance Foundation juga bermitra dengan UNODC pada 2019 guna mendukung pengembangan produksi kerajinan batik dan eco printing di Lapas Perempuan Semarang.
Menurutnya, sebagian besar warga binaan perempuan di lapas dan rutan Indonesia berasal dari kelompok yang terpinggirkan secara sosial. Ada pula warga binaan perempuan yang terjerat masalah hukum karena desakan kebutuhan sosio-ekonomi.
Advertisement
Stigma Negatif
Setelah bebas pun, disebut Evy, mereka berisiko dicap buruk dari masyarakat dan sulit meraih kesempatan pekerjaan untuk membangun lembaran kehidupan baru. "Mencari pekerjaan setelah sekian lama dipidana bagi warga binaan perempuan ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami," tambahnya.
Evy menyebut, "Jangankan bagi mantan warga binaan yang berlatar belakang kelompok menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan rendah, mereka yang berpendidikan tinggi dan pernah memiliki kehidupan layak di masa lalu pun sulit mendapatkan kesempatan kedua."
Evy menekankan peranan pemerintah, masyarakat dan swasta untuk memberi kesempatan yang layak bagi mantan warga binaan perempuan yang berkemauan keras memperbaiki kehidupannya menjadi lebih baik. Hal itu agar mantan warga binaan perempuan yang bebas tak kembali terjatuh dalam masalah hukum.
"Kita perlu bekerja sama untuk mendorong kesiapan warga binaan perempuan untuk kembali ke masyarakat dengan menciptakan kesempatan sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya agar kehidupan mereka bersama masyarakat menjadi harmonis," jelasnya.
Ikut Lelang
UNODC Indonesia Country Manager and Liaison to ASEAN, Collie F Brown menyebut kini terdapat program-program kejuruan peningkatan kemampuan yang baik bagi warga binaan perempuan dan cukup memberi banyak harapan bagi mereka, seperti program lokakarya batik ramah lingkungan. "Namun perempuan atau setiap orang dalam hal ini seharusnya tidak harus masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan terlebih dahulu untuk dapat belajar suatu kemampuan," tutur Collie.
Ia menambahkan, "Kemitraan dan sumber daya perlu digunakan untuk memberikan intervensi-intervensi di dalam masyarakat untuk mencegah dan mengalihkan perempuan dari sistem pemenjaraan, yang menyebabkan mereka kehilangan kebebasannya."
Menurut Collie, hal ini bukan suatu bentuk pendekatan lunak terhadap sebuah tindak kejahatan, melainkan merupakan suatu bentuk kebijakan publik yang baik. Ia menjelaskan, sebenarnya kita bisa mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku tindak kejahatan tanpa harus menempatkan mereka di dalam penjara.
"Di sisi lain, kita dapat memberikan ruang di dalam lembaga pemasyarakatan yang terbatas untuk para pelaku tindak kejahatan yang memang memiliki risiko tinggi untuk keamanan publik yang dengan demikian memang harus dipisahkan dari masyarakat," jelasnya.
Sementara, bagi yang tertarik mengikuti lelang dan sesi diskusi dapat follow akun Instagram HiApp Indonesia. Produk kerajinan warga binaan perempuan yang dilelang terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu produk sutra eco printing, katun ramah lingkungan, dan selendang.
Peserta lelang berhak mengajukan penawaran kelipatan Rp50 ribu setelah harga pembuka untuk setiap produk baik di dalam kategori yang sama atau kategori yang berbeda. Panitia lelang akan memantau dan memeriksa setiap penawaran yang diajukan peserta hingga menyentuh penawaran tertinggi.
Advertisement