Polisi Tembak Pendemo Krisis Sri Lanka, 1 Orang Tewas

Peluru tajam digunakan oleh polisi untuk pertama kalinya sejak protes meletus di Sri Lanka pada awal April.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 20 Apr 2022, 11:38 WIB
Mahasiswa bentrok dengan polisi selama protes menuntut pengunduran diri presiden Gotabaya Rajapaksa di Kolombo, Sri Lanka (8/4/2022). Mahasiswa menilai atas dugaan salah urus ekonomi dan memperingatkan bahwa kegagalan untuk melakukannya akan menyebabkan bencana ekonomi. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Liputan6.com, Rambukkana - Polisi di Sri Lanka menembaki massa yang memprotes kekurangan bahan bakar selama krisis ekonomi. Peristiwa itu menyebabkan satu orang tewas dan 11 lainnya terluka.

Korban jatuh di pusat Kota Rambukkana terjadi setelah peluru tajam digunakan oleh polisi untuk pertama kalinya sejak protes meletus pada awal April.

Puluhan ribu demonstran turun ke jalan sejak Sri Lanka kehabisan uang untuk impor penting. Mereka ingin Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri tetapi dia menolak untuk mundur.

Pengangkatannya atas kabinet baru pada Senin 18 April 2022 membuat marah banyak orang Sri Lanka. Ada protes di sejumlah daerah pada hari Selasa setelah pengecer bahan bakar utama Sri Lanka menaikkan harga hampir 65%.

Massa Rambukkana telah memprotes selama sekitar 15 jam menuntut bahan bakar, lapor Ranga Sirilal dari BBC Sinhala seperti dikutip Rabu (20/4/2022).

"Polisi harus menembak untuk mengendalikan para pengunjuk rasa. Mereka juga membakar beberapa ban, jadi polisi harus menembak untuk membubarkan mereka," kata juru bicara polisi Nihal Talduwa kepada BBC.

Pihak berwenang mengatakan massa melemparkan batu dan benda lain ke arah polisi, melukai beberapa dari mereka.

Dua dari pengunjuk rasa yang terluka dilaporkan dalam kondisi kritis. Pria yang meninggal kemungkinan ditembak, kata Mihiri Priyangani, direktur Rumah Sakit Pendidikan Kegalle, kepada kantor berita Reuters.

"Kami menduga ada luka tembak, tapi perlu pemeriksaan post-mortem untuk memastikan penyebab pasti kematiannya."

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bergulat dengan Krisis Ekonomi Terburuk

Mahasiswa Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan menuntut pengunduran diri presiden Gotabaya Rajapaksa di Kolombo, Sri Lanka (8/4/2022). Mereka menyerukan diakhirinya ketidakstabilan politik di tengah tuntutan publik agar presiden mengundurkan diri. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Ribuan pengendara dan pengemudi bus yang marah membakar ban dan memblokir jalan raya terdekat yang menghubungkan ibu kota Kolombo dengan Kota Kandy.

Negara kepulauan itu sedang bergulat dengan krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Hal ini sebagian disebabkan oleh kurangnya mata uang asing, yang berarti bahwa Sri Lanka tidak mampu membayar impor makanan pokok dan bahan bakar, yang menyebabkan kelangkaan akut dan harga yang sangat tinggi.

Dengan pemadaman listrik yang berlangsung setengah hari atau lebih, kemarahan publik meningkat.

Demonstrasi menandai perubahan besar dalam popularitas Rajapaksa yang meraih kekuasaan pada 2019, menjanjikan stabilitas dan "tangan yang kuat" untuk memerintah negara itu.

Para kritikus mengatakan korupsi dan nepotisme - saudara laki-laki dan keponakannya menduduki beberapa portofolio kementerian utama - adalah alasan utama krisis tersebut.

Kabinet baru berisi beberapa pendukung partai, tetapi dipotong dari anggota keluarga Rajapksa, selain dari kakak Presiden Mahinda yang mempertahankan jabatannya sebagai perdana menteri.


Bangkrut, Pemerintah Minta Warganya di Luar Negeri Kirim Uang ke Tanah Air

Pengemudi bajaj antre untuk membeli bahan bakar dekat sebuah SPBU di Kolombo, Sri Lanka, 13 April 2022. PM Sri Lanka mengatakan akan mendengarkan ide-ide pengunjuk rasa untuk menyelesaikan tantangan ekonomi, sosial, dan politik yang dihadapi negara. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Sri Lanka mengalami kebangkrutan. Pemerintah Sri Lanka telah mengumumkan tak dapat membayar semua utang luar negerinya senilai US$ 51 miliar atau Rp 732 triliun.

Untung sedikit mengatasai krisis ekonomi yang mendera, Pemerintah Sri Lanka meminta warganya yang berada di luar negeri untuk mengirim uang ke rumah. Uang kiriman itu dapat membantu membayar makanan dan bahan bakar yang sangat dibutuhkan di dalam negeri.

Negara kepulauan itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948, dengan kekurangan barang-barang penting yang parah dan pemadaman listrik secara teratur menyebabkan kesulitan yang meluas, dikutip dari Hindustan Times, Kamis (14/4/2022).

Pihak berwenang kini tengah mengatasi kemarahan publik yang intens dan demonstrasi menuntut pengunduran diri pemerintah menjelang negosiasi untuk dana talangan dari IMF.

Gubernur bank sentral Nandalal Weerasinghe mengatakan, dia membutuhkan warga Sri Lanka di luar negeri untuk "mendukung negara pada saat yang genting ini dengan menyumbangkan devisa yang sangat dibutuhkan."

Seruannya datang sehari setelah pemerintah mengumumkan menangguhkan pembayaran semua utang luar negeri, yang akan membebaskan uang untuk mengisi kembali persediaan bensin, obat-obatan dan kebutuhan lainnya yang sedikit.

Weerasinghe mengatakan dia telah menyiapkan rekening bank untuk sumbangan di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman dan berjanji kepada ekspatriat Sri Lanka uang itu akan dibelanjakan di tempat yang paling dibutuhkan.

 


Kata Warga Sri Lanka di Luar Negeri

Ilustrasi Bendera Sri Lanka (iStockphoto via Google Images)

"Bank memastikan bahwa transfer mata uang asing tersebut akan digunakan hanya untuk impor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan," kata Weerasinghe dalam sebuah pernyataan.

Pengumuman gagal bayar utang luar negeri itu akan menghemat Sri Lanka sekitar $200 juta dalam pembayaran bunganya. Weerasinghe menambahkan, uang itu akan dialihkan untuk membayar impor penting.

Seruan Weerasinghe sejauh ini disambut dengan skeptisisme dari orang-orang Sri Lanka di luar negeri. "Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak dapat mempercayai pemerintah dengan uang tunai kami," kata seorang dokter Sri Lanka di Australia kepada AFP, yang meminta namanya tidak disebutkan.

Seorang insinyur perangkat lunak Sri Lanka di Kanada mengatakan dia tidak yakin bahwa uang itu akan dihabiskan untuk yang membutuhkan.

"Ini bisa berjalan dengan cara yang sama seperti dana tsunami," katanya kepada AFP, mengacu pada jutaan dolar yang diterima pulau itu sebagai bantuan setelah bencana Desember 2004, yang merenggut sedikitnya 31.000 jiwa di pulau itu.

Sebagian besar sumbangan uang asing yang dimaksudkan untuk para penyintas dikabarkan telah berakhir di kantong para politikus, termasuk Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat ini, yang terpaksa mengembalikan dana bantuan tsunami yang dikreditkan ke rekening pribadinya.

Infografis 8 Ledakan Bom Teror Sri Lanka (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya