Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan pajak pada kuartal I 2022 mencapai Rp 322,46 triliun. Pemasukan pajak tersebut tumbuh 41,36 persen secara year on year (YoY), dan mencapai 25,49 persen dari target APBN sebesar Rp 1.265 triliun.
Bendahara Negara menilai, catatan positif tersebut terjadi di tengah tren pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Di sisi lain, basis penerimaan yang rendah pada kuartal I 2021 juga membuat kenaikan kali ini jadi besar.
Advertisement
"Kinerja penerimaan pajak periode triwulan I 2022 ini ditopang oleh pemulihan ekonomi yang terlihat dari baiknya PMI yang masih ekspansif, harga komoditas dan ekspor/impor," ungkap Sri Mulyani dari konferensi pers APBN Kita, Rabu (20/4/2022).
Menurut catatannya, perolehan pada sektor pajak penghasilan atau PPh non-migas hingga Maret 2022 sebesar Rp 172,09 triliun, atau 27,16 persen dari target. Sementara pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mencapai Rp 130,15 triliun, atau 23,48 persen dari target.
Sedangkan pemasukan dari pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 2,29 triliun atau 7,69 persen dari target. Untuk PPh migas tercapai Rp 17,94 triliun atau 37,91 persen dari target.
Secara umum, Sri Mulyani menilai kinerja penerimaan pajak telah menunjukan perbaikan. Itu bukan hanya disebabkan faktor kenaikan harga migas dunia, tapi juga karena adanya pemulihan ekonomi yang semakin menguat.
"Pajak non-migas juga pertumbuhannya sangat tinggi. Jadi pajak yang tinggi tidak hanya berhubungan dengan windfall atau adanya kenaikan komoditas, namun juga ada yang berasal dari pemulihan ekonomi sebagai basisnya," tuturnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
19 Juta Wajib Pajak yang Taat Bayar
Sebelumnya, Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengatakan jumlah Wajib Pajak yang tercatat sebanyak 45 juta WP. Namun dari jumlah tersebut hanya 19 juta yang membayarkan pajak.
"Dari daftar kami ada 45 juta Wajib Pajak tapi yang efektif membayar pajak hanya 19 juta orang," kata Suryo dalam Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Wilayah Indonesia Timur, Makassar, Selasa (19/4).
Artinya lanjut Suryo kebutuhan negara selama ini dibiayai 19 juta orang yang membayar pajak. Padahal jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta orang.
"Jadi yang harus menghidupi negara ini sekitar 19 juta, padahal penduduk kita lebih dari 200 juta orang," katanya.
Advertisement
Ratio Pajak
Tak heran kata Suryo jika rasio pajak Indonesia hanya 8 persen. Artinya jumlah pendapatan negara dibagi PDB hanya sekitar 8 persen. Angka ini lebih rendah dari negara-negara lain yang rasio pajaknya diatas 10 persen.
"Tahun 2020 ratio pajak kita 8 persen di saat negara lain sudah 14-15 persen," kata dia.
Untuk itu, Suryo menegaskan pihaknya akan mengejar ketertinggal tersebut. Semua masyarakat harus sudah mulai melaksanakan kewajibannya dalam hal membayar pajak.
"Kita semua harus pelan-pelan tapi pasti karena salah satu kewajiban dasar sebagai masyarakat dalam membayar pajak. Ini tidak bisa dihindari," kata dia mengakhiri.