Liputan6.com, Jakarta - Luas es laut di Antarktika mencapai rekor terendah pada Februari 2022. Rekor ini merupakan yang kedua dalam kurun waktu lima tahun, ungkap sebuah studi baru China.
Penelitian yang diterbitkan pada Selasa 19 April di jurnal Advances in Atmospheric Sciences mengungkapkan, pada 25 Februari beberapa hari jelang akhir musim panas di belahan bumi bagian selatan, luas es laut Antarktika turun di bawah 2 juta km persegi untuk pertama kalinya sejak diluncurkannya satelit pengamatan kutub pada 1978.
Advertisement
Es laut Antarktika mengalami tren peningkatan moderat sekitar 1 persen per dekade sejak akhir 1970-an, meskipun luas es laut di Kutub Utara sedang mengalami penurunan yang cepat akibat pemanasan global.
Para peneliti dari Universitas Sun Yat-sen dan Laboratorium Sains dan Teknik Kelautan Selatan Guangdong (Zhuhai) menggunakan analisis persediaan es laut untuk memeriksa luas es laut minimum pada musim panas 2022.
Para peneliti menyebutkan bahwa rekor terendah es laut tersebut sebagian disebabkan oleh anomali rendah dan ke arah barat Amundsen Sea Low (ASL), pusat tekanan atmosfer rendah di ujung selatan Samudra Pasifik dan di lepas pantai Antarktika Barat.
Yang Qinghua, salah satu penulis penelitian dari Universitas Sun Yat-sen, mengatakan fenomena tersebut sebagian besar harus dikaitkan dengan variabilitas alam, meskipun peran pemanasan global tidak dapat dikecualikan tanpa penelitian lebih lanjut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
COVID-19 di Antarktika
Sebuah stasiun penelitian ilmiah Belgia di Antarktika sedang dihadapi oleh wabah COVID-19, meskipun para pekerja telah divaksinasi sepenuhnya dan berbasis di salah satu daerah paling terpencil di dunia.
Sejak 14 Desember, setidaknya 16 dari 25 pekerja di Stasiun Kutub Princess Elisabeth, Antarktika telah terjangkit virus tersebut.
Para pejabat mengatakan, kasus tetap ringan sejauh ini, demikian dikutip dari laman BBC, Minggu 2 Januari 2021.
"Situasinya tidak dramatis," Joseph Cheek, seorang manajer proyek untuk International Polar Foundation, mengatakan kepada BBC.
"Meskipun merepotkan karena harus mengkarantina anggota staf tertentu yang tertular COVID-19, itu tidak secara signifikan memengaruhi pekerjaan kami di stasiun secara keseluruhan," kata Cheek.
"Seluruh penghuni stasiun ditawari kesempatan untuk berangkat dengan penerbangan terjadwal pada 12 Januari 2022. Namun, mereka semua peneliti menyatakan keinginannya untuk tinggal dan melanjutkan pekerjaan mereka," tambahnya.
Advertisement
Kasus Pertama Sejak 14 Desember 2021
Tes positif pertama dicatat pada 14 Desember, di antara tim yang telah tiba tujuh hari sebelumnya.
Mereka dan orang lain yang dinyatakan positif ditempatkan di lokasi karantina tetapi virus terus beredar.
Staf yang tiba di stasiun harus divaksinasi dan diuji virusnya.
Stasiun Princess Elisabeth dioperasikan oleh International Polar Foundation dan mulai beroperasi pada tahun 2009.
Ini bukan pertama kalinya stasiun penelitian di Antarktika terkena dampak wabah virus corona.
Tahun lalu, sejumlah personel militer Chili yang berbasis di stasiun penelitian Bernardo O'Higgins terinfeksi setelah pelaut di lokasi dinyatakan positif terkena virus.